ENGGAN BERGAUL
Kegemukan memang akan menghambat aktivitas anak seperti yang dialami Reza. Bahkan, secara tidak langsung kegemukan pun bisa menghambat perkembangan motorik anak. Misalnya saja, seorang bayi usia 3-4 bulan harusnya sudah bisa tengkurap, tapi karena kegemukan ia baru bisa tengkurap di usia 6-7 bulan. "Anak pun bisa terlambat berjalan karena kaki tidak bisa menopang berat badannya," terang staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta ini.
Karena hambatan gerak, anak pun bisa menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Apalagi bila kemudian ada label pada dirinya yang akan mempengaruhi konsep diri si anak. Sebutan gendut, tembem, bomber, atau yang lainnya akan melekat dalam dirinya. Sehingga ia akan merasa berbeda dengan yang lain. Bisa jadi juga ia akan dijauhi teman-teman sebayanya pada saat aktivitas fisik berlangsung.
Teman-teman bermainnya, mungkin, akan menganggap bahwa kalau si gendut masuk dalam kelompoknya mereka akan kalah karena si gendut akan menghambat kegesitan mereka. Hal ini akan menjadikan anak minder dan menarik diri dari pergaulan. Kecuali itu, obesitas juga bisa berdampak pada fungsi suatu organ tubuh. Karena obesitas itu, kan, penumpukan lemak.
Tergantung kemudian di organ mana penumpukan lemak itu terjadi, maka organ tersebutlah yang akan mengalami gangguan. "Bisa juga terjadi gangguan pada sistem pernapasan karena infeksi, kesulitan bernapas atau ngorok. Bahkan kadang-kadang terjadi henti napas sementara atau apneu."
Yang lebih dikhawatirkan lagi bila sampai terjadi diabetes, kolesterol, hipertensi, stroke, dan jantung. "Bahkan bukan tidak mungkin terjadi malformasi pada tungkai akibat beban tubuh yang berlebihan." Tak heran jika ada anak yang saking gemuknya sampai tidak bisa berjalan. Disamping itu, bisa juga terjadi pertumbuhan fisik dan usia tulang yang lebih cepat dibandingkan usianya. "Akibatnya anak akan sukar mencapai tinggi badan ideal menurut potensi genetiknya."
MENERAPKAN POLA MAKAN SEIMBANG
Nah, Bu-Pak, kini kita tahu mekanisme terjadinya obesitas itu seperti apa. "Memang pada dasarnya anak membutuhkan energi untuk melakukan aktivitas fisik, pemeliharaan organ tubuh, dan pertumbuhan sesuai menurut usia dan berat badan. Namun,perlu diingat, energi yang dikonsumsi atau intake harus senantiasa berada di dalam neraca yang seimbang dengan yang digunakan."
Karena, kita tahu, kan, manakala masukan yang lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan akan terjadi obesitas. "Sebaliknya bila penggunaan energi lebih banyak dibanding masukan, maka suatu ketika akan terjadi undernutrition atau kurang gizi. Malnutrisi yang dikenal masyarakat selama ini memang hanya kurang gizi, sedangkan obesitas masih belum dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya. Padahal, justru sama-sama menunjukkan adanya sesuatu yang tidak beres.
Dengan demikian, tandas Harmon, jika terjadi obesitas orang tua sangat perlu memperhatikan tiga hal; mengurangi masukan kalori, menambah atau meningkatkan pengeluaran energi, dan memodifikasi atau menerapkan perilaku dan pola makan anak dan keluarga. Bila ketiganya diterapkan dengan baik akan dicapai hasil penurunan berat badan yang maksimal tapi tidak berbahaya.
Orang tua perlu mengubah pola makan anak secara bertahap dengan memperkecil porsi makan dan mengurangi camilan yang tinggi lemak. Gantilah makanan anak dengan banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. "Tapi, tidak berarti memperkecil porsi itu dan meniadakan zat gizi tertentu karena anak masih membutuhkan semua zat gizi secara lengkap dari berbagai sumber makanan untuk tumbuh kembangnya." Nah, Bu-Pak, kini tak perlu lagi membandingkan berat badan anak dengan anak tetangga. Karena ternyata anak sehat jauh lebih berharga ketimbang anak gemuk, kan?
Riesnawiati Soelaeman
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR