Gejalanya sendiri memang tidak mudah dideteksi. "Anak tidak merasa sakit dan tidak ada keluhan apa-apa. Jadi memang susah untuk mendeteksinya. Apalagi mengharapkan anak yang melaporkan ada 'sesuatu'." Karenanya, biasanya setelah bayi laki-laki lahir, dokter harus memastikan apakah testisnya sudah turun. "Ini harus dipastikan dan harus memberi tahu orang tua anak.
Kalau ternyata testis belum turun, dokter juga sebaiknya memberi tahu bahwa masih mungkin turun sampai anak berusia 9 bulan." Orang tua pun bisa mencurigai keadaan testis anaknya, apakah sudah atau belum turun. "Dikatakan belum turun, misalnya, kalau skrotumnya tampak rata. Harusnya, kan, ada seperti tonjolan, meski testis anak belum turun seperti pada orang dewasa. Nah, kalau kelihatan memang kecil atau rata, sebaiknya curiga jangan-jangan testisnya tidak turun."
TESTIS NAIK TURUN
Pada kriptorkimus, yang juga harus diperhatikan jika hanya satu testis yang turun. Hal ini bisa mengakibatkan dua kemungkinan. Pertama, memang cuma satu testis saja yang turun (unilateral). "Tapi bisa juga dua-duanya memang tidak turun atau bilateral," ujar Aman. Tapi, kalau dua-duanya tidak turun, lewat pemeriksaan harus dipastikan dulu bahwa testisnya ada, baru kemudian bisa ditunggu sampai anak berusia 9 bulan. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan USG atau CT-Scan oleh operator yang berpengalaman.
"Karena kadang-kadang lokasinya tidak diketahui, bisa di perut, di pangkal paha, dan sebagainya. Karena itulah, kadang-kadang lewat USG dan CT-Scan pun tak terdeteksi." Jika lewat USG dan CT-Scan tetap tak terdeteksi, maka biasanya dilakukan pemeriksaan lain dengan tes HCG. "Prinsipnya dengan menyuntikkan hormon tiga hari berturut-turut. Baru pada hari keempat diperiksa testosteronnya. Kalau ada peningkatan, berati testisnya ada. Jadi, kalau uji HCG positif, berarti testisnya ada," ujar Aman.
Yang penting lagi memastikan tidak ada kelainan yang menyertai kriptorkismus, misalnya, penis kecil (micro penis). "Karena bisa terjadi anak ternyata mengalami kelainan lain, seperti kelamin meragukan (ambigous genital). Dalam hal ini mungkin bukan testisnya yang bermasalah. Setelah pasti penis dan kantung buah zakarnya bagus, baru dilihat testisnya ada atau tidak," ujar Aman.
Tapi, kadang-kadang terjadi keadaan dimana testis naik turun. Keadaan ini disebut retraktil dan terjadi karena adanya reflek kremaster yang berlebihan pada testis. "Misalnya, testis tersentuh atau karena udara dingin, sehingga kadang-kadang testis 'hilang'." Reflek ini biasanya mulai muncul setelah anak berusia di atas 3 bulan. "Enggak apa-apa, kok. dan wajar, karena biasanya testis akan turun dengan sendirinya setelah pubertas. Yang jelas, orang tua sebaiknya yakin dulu bahwa anaknya memiliki testis," tandas Aman.
SEGERA DITANGANI
Yang jelas, Bu-Pak, penanganan kelainan testis jenis ini sangat tergantung penyebabnya. Kalau penyebabnya karena kekurangan hormon, maka anak akan diberikan suntikan hormon pada usia 9 bulan sampai 2 tahun. Sayangnya, tukas Aman, "angka keberhasilannya cuma 25-50 persen, tergantung lokasinya dimana." Suntikan hormon ini diberikan sebanyak 10 kali dalam 5 minggu.
"Kita lihat, kalau masih belum turun, kadang-kadang pemberiannya diulang." Kalau lewat pemberian hormon, testis belum juga mau turun sampai anak berusia 2 tahun, maka penanganannya tiada lain dengan cara operasi. Operasi pun akan dilakukan bila penyebabnya adalah adanya serat/fiber yang menghambat turunnya testis. "Karena penyebab pastinya memang susah diketahui, sebaiknya memang dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon terlebih dulu. Hasilnya pun akan lebih bagus kalau sebelumnya sudah diberikan hormon," lanjut Aman.
Tapi, tak perlu khawatir, kok, Bu-Pak, toh, jenis operasinya termasuk operasi kecil. Bahkan di luar negeri operasi menurunkan testis termasuk one day care. Setelah operasi, anak bisa langsung pulang. Dulu, untuk operasi memang masih harus ditunggu sampai anak berusia 5 tahun. "Tapi sekarang hanya ditunggu sampai anak berusia 2 tahun, karena semakin lama penundaannya, risikonya akan bertambah besar. Testis akan bertambah rusak dan bisa mengecil kalau tidak tumbuh di tempatnya dalam waktu lama," lanjutnya.
Nah, Bu-Pak, mengingat risiko yang ditimbulkan, sebaiknya segera periksa si buyung punya testis atau tidak, sudah turun atau belum? Jika belum yakin, pastikan dilakukan pemeriksaan oleh dokter agar segera memperoleh penanganan lebih lanjut bila ditemukan kelainan. "Prinsip kami, sebelum pubertas secepatnya harus ditangani. Banyak orang tua beranggapan anaknya tidak apa-apa, karena memang anak tidak merasakan sakit dan tidak mengeluh. Akhirnya, orang tua pun merasa enggak ada masalah." Tentu ini sikap yang salah, ya, karena bagaimana kita bisa mengharapkan si buyung yang masih balita mengerti tentang kelainannya. Jadi, tugas kitalah untuk mendeteksinya. Setuju, kan?
Hasto Prianggoro
KOMENTAR