Apa pengaruhnya jika tak sarapan? Bagaimana menyiasatinya agar anak mau sarapan?
Siang itu Adi (4,5) tampak lemas. Meski teman-temannya asyik berlarian ke sana ke mari, ia tak tergoda untuk ikut bergabung. Padahal, biasanya ia paling aktif. "Adi tadi pagi nggak makan, Bu Guru," begitu jawabnya saat ditanya kenapa ia tampak loyo. Benarkah tak makan pagi alias sarapan akan membuat anak lemas? Menurut ahli gizi Dr. Dadang A. Primana, MSc. SpGz. SpKO, sarapan sangat penting bagi balita. Tujuannya untuk menjaga agar lambung anak tak kosong. "Anak yang mengkonsumsi makanan terakhir pada pukul 7 malam, misalnya, tentu pada keesokan harinya perutnya sudah kosong.
Nah, lambung kosong akan menimbulkan rasa lapar. Jika anak lapar, konsentrasi dan aktivitasnya pada hari itu akan terganggu," terang konsultan rubrik Tanya Jawab Gizi nakita ini. Jadi, sarapan sebetulnya bukan untuk menyiapkan energi pada hari itu. "Energi yang dibentuk sel tubuh dari sarapan baru akan terbentuk minimal 9 jam setelah ia selesai sarapan," terang Dadang lebih lanjut. Bahwa anak menjadi lemas lantaran tak sarapan, memang benar. Bukankah ia jadi lapar karena tak sarapan? Nah, rasa lapar itulah yang membuatnya jadi lemas.
POLA MAKAN 5
Jadi, Bu-Pak, agar si kecil bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan lancar, ia wajib sarapan. Apalagi bila ia mulai "sekolah". Celakanya, yang sering terjadi justru kita "lupa" membiasakan anak sarapan. Tak heran bila akhirnya hampir setiap pagi kita harus "berantem" dulu dengan anak agar ia mau sarapan. Tapi, jangan putus asa. Lama-lama si kecil pun akan terbiasa asalkan kita terus melatihnya dan konsisten. Sebab, seperti dikatakan Dadang, untuk menjadikan sarapan sebagai suatu kebiasaan, anak harus dilatih secara rutin dan berkesinambungan. Soal waktunya, tak ada patokan khusus.
Jadi, Ibu dan Bapak bisa membuat kesepakatan dengan anak yang disesuaikan kegiatan anak. Jika ia memang harus berangkat "sekolah", buatlah jadwal sarapan lebih pagi. Salah satu cara terbaik yang dianjurkan Dadang ialah membuat pola makan teratur. Misalnya, menerapkan pola makan 5; tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan. Tiga kali makan utama yaitu sarapan, makan siang, dan makan malam. Dua kali makan selingan yaitu selingan pagi antara sarapan pagi dan makan siang, serta selingan sore antara makan siang dan makan malam. "Pola makan lima kali ini sebaiknya ditambah dengan dua kali minum susu, pagi dan malam hari."
Dengan demikian, selain akan membuat anak jadi terbiasa sarapan, juga bermanfaat untuk memenuhi gizi seimbang. "Sebaiknya anak juga dibiasakan makan sesuai jadwal," anjur Dadang lagi. Misalnya, sarapan antara pukul 06.00-07.00, makan siang jam 12.00-13.00, dan makan malam 18:00-19:00. Sementara jam makan makanan selingan bisa diatur diantara jadwal-jadwal tersebut. Selain pola makan yang baik, lanjut Dadang, kita juga harus memikirkan distribusinya. Misalnya, sarapan sebanyak 20 persen dari total energi sehari, lalu makan siang dan malam, masing-masing 25 persen. Sisanya untuk makanan selingan pagi dan sore serta susu, masing-masing sebesar 10 persen dari total kebutuhan energi sehari.
VARIASI MENU
Tentunya, kita juga harus memperhatikan menu sarapan buat anak. Karena seringkali, anak enggan sarapan gara-gara ibu tak pandai mengatur menu. Yang disajikan itu-itu saja, misalnya, roti melulu atau lagi-lagi nasi goreng. Kalau sudah begitu, ya, tak heran bila ia menolak sarapan. Bukankah kita pun juga akan kehilangan selera makan bila menunya dari hari ke hari cuma yang itu-itu saja? Sebenarnya, enggak susah, kok, mengatur menu sarapan karena segala jenis makanan bisa dikonsumsi untuk sarapan. Yang penting, memenuhi gizi seimbang, beragam, dan bervariasi. (Lihat boks Gizi Seimbang,.)
Jadi, bisa diatur, misalnya, Senin sarapan nasi, daging, dan tahu; Selasa roti, telur, mentega; Rabu sereal, ayam, susu; Kamis bubur ayam; Jumat nasi uduk, telur dadar; Sabtu pancake, susu, dan seterusnya. Lalu di minggu berikutnya, bisa saja dari bahan sama namun dengan olahan berbeda. Misalnya, Senin lalu daging semur, nah, Senin berikutnya daging opor; Jumat lalu nasi uduk, maka Jumat berikutnya nasi goreng. Kuncinya, tergantung dari kepandaian ibu mengatur. Disamping variasi menu, suasana sarapan juga penting. Sering, kan, sarapan menjadi acara makan yang terburu-buru karena dikejar waktu. Hampir tak ada anak yang menyukai acara makan seperti itu. Anak lebih suka makan dalam waktu lebih panjang. Lagi pula, makan tergesa-gesa juga tak baik untuk sistem pencernaan. Anak pun jadi mudah tersedak yang bisa menyebabkannya muntah. Nah, untuk menyiasatinya, buatlah jadwal sarapan lebih awal. Atau, misalnya, ia boleh menghabiskan sarapannya di dalam mobil sambil menuju "sekolah", jika memang sudah tak ada waktu lagi. Nah, sekarang jadi semakin paham, kan, Bu-Pak. Hasto Prianggoro
GIZI SEIMBANG
Kita tahu, anak balita sedang dalam masa tumbuh-kembang. Itulah mengapa, ia membutuhkan makanan yang mengandung gizi seimbang, beragam, bervariasi. Bukan hanya saat makan siang dan malam, tapi juga sarapan dan makanan selingan. Namun tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan anak; tak boleh berlebihan maupun kekurangan.
"Bila anak mengkonsumsi makanan melebihi kebutuhan tubuhnya, akan terjadi keseimbangan positif berupa obesitas atau kegemukan," terang Dadang. Sebaliknya, anak yang mengkonsumsi makanan kurang dari kebutuhannya akan timbul keseimbangan negatif berupa undernutrition atau kekurangan gizi.
Perlu diketahui, gizi seimbang untuk anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain, jenis kelamin, umur, berat dan tinggi badan, aktivitas, serta keadaan lingkungan. Jadi, Bu-Pak, bila si kecil berusia 2 tahun, maka gizi seimbang yang dibutuhkannya akan berbeda dengan anak usia 5 tahun, misalnya.
Namun yang jelas, setiap anak harus mengkonsumsi makanan mengandung zat gizi penghasil energi seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat banyak terdapat pada nasi, roti, mi, umbi-umbian, atau jagung. Protein diperoleh dari ikan, ayam, daging, telur, susu, tahu, dan tempe. Sedangkan lemak didapatkan dari makanan sumber lemak hewani dan minyak.
"Energi yang dihasilkan dari zat gizi penghasil energi ini digunakan oleh sel tubuh untuk metabolisme, aktivitas fisik sehari-hari, dan pertumbuhan anak," terang Dadang. Jadi, bila anak tak mengkonsuminya, ia akan mengalami gangguan keseimbangan energi.
Tapi bila kebutuhan energi anak sudah terpenuhi, lanjut Dadang, yang harus diperhatikan ialah kandungan kualitas dan jumlah protein di dalam makanannya karena protein yang dikonsumsi akan digunakan untuk pertumbuhan. "Protein yang mengandung asam amino esensial lengkap, baik kualitas maupun jumlahnya, akan mendukung pertumbuhan anak. Sedangkan protein yang mengandung asam amino tak lengkap tak dapat mendukung pertumbuhan," terangnya.
Disamping makanan mengandung zat gizi penghasil energi, anak juga harus mengkonsumsi makanan mengandung mineral, vitamin, dan serat.
Nah, untuk mendapatkan gizi seimbang seperti diuraikan di atas, tentunya kita tak bisa memperolehnya hanya dari satu bahan makanan saja. Soalnya, tak ada bahan makanan yang sempurna atau komplit. "Bisa saja bahan makanan yang satu mengandung zat gizi tertentu dalam jumlah banyak, namun zat gizi lainnya sangat sedikit," tutur Dadang. Itulah mengapa, selain makanan anak harus memenuhi gizi seimbang, juga harus beragam dan bervariasi. Tinggal bagaimana kita mengaturnya agar si kecil bisa mendapatkan asupan gizi sesuai kebutuhannya. Bukan begitu, Bu-Pak?
PROSES PENYERAPAN MAKANAN
Dadang menganjurkan agar kita mengatur jadwal makan anak dengan jarak kira-kira setiap 4 jam. Pasalnya, makanan yang dikonsumsi anak masuk ke dalam lambung, kemudian meninggalkan lambung berlangsung 4 jam setelah selesai makan. "Saat itulah lambung akan kosong dan menyebabkan rasa lapar," terangnya.
Dari lambung, makanan lalu masuk ke dalam usus halus dan mengalami proses pencernaan serta penyerapan setelah 9 jam selesai makan. Selanjutnya, makanan yang diserap usus halus masuk ke dalam darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Makanan yang berada di dalam darah, terutama gula darah, akan terus dipertahankan agar suplai glukosa ke sel otak tetap terpenuhi karena metabolisme sel otak sangat tergantung pada glukosa. "Bila gula darah rendah, sel otak tentu akan kekurangan suplai makanan untuk metabolismenya. Ini sering menimbulkan rasa pusing dan lemas serta keluar keringat dingin."
Cepat-lambatnya makanan meninggalkan usus dan masuk ke dalam darah tergantung dari kandungan zat gizi dan cara pengolahan makanan tersebut. "Lemak dan protein merupakan makanan yang sulit dicerna sehingga akan tinggal lama di dalam usus dibanding karbohidrat. Sedangkan karbohidrat merupakan makanan yang mudah diserap dibanding lemak dan protein," terang Dadang.
Itulah mengapa, anak yang mengkonsumsi makanan dengan kandungan lemak dan protein cukup tak akan merasa cepat lapar. Sedangkan anak yang mengkonsumsi makanan dengan karbohidrat cukup gula darahnya akan tetap stabil. "Kombinasi makanan yang mengandung zat gizi penghasil energi dalam jumlah seimbang inilah, yang membuat usus anak tetap terisi dengan baik dan gula darahnya stabil," lanjut Dadang.
Hal lain yang mempengaruhi penyerapan makanan oleh usus adalah pengolahan makanan. Bubur, misalnya, lebih mudah diserap dibanding nasi. Contoh lain, nasi goreng lebih lama diserap dibanding nasi karena diolah dengan menggunakan minyak.
KOMENTAR