Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya timbulnya campak pada anak?
Untuk diketahui, semua penyakit virus itu bersifat endemis. Artinya penyakit itu tidak mengenal musim, karena bisa muncul sepanjang tahun. Karena itu, pencegahan dilakukan hanya dengan imunisasi campak. "Imunisasi pertama dilakukan pada usia antara 6-9 bulan. Lalu diulang pada usia 5-6 tahun atau ketika sekolah TK atau SD kelas satu."
Vaksin campak ini tergolong ringan sekali, tak ada efeknya. Cuma biasanya setelah satu minggu, badan agak hangat dan adakalanya diare. "Tapi, vaksin ini lebih ringan daripada vaksin DPT."
Karena umumnya campak banyak menyerang anak usia balita, itulah mengapa imunisasi diberikan di bawah usia setahun. Karena itu bila dalam satu keluarga, misalnya kakaknya yang usia TK terkena campak, lalu ada adiknya yang masih bayi, orang tua harus ekstra hati-hati. "Jika adiknya belum diimunisasi akan berbahaya sekali. Sebaiknya kakak atau adiknya dipisahkan dari rumah, misalnya dititipkan atau tinggal sementara di rumah nenek atau saudara lainnya," saran Sri.
Kemudian, lakukan pemantauan terhadap si adik selama kurang lebih tiga minggu, apakah tertular atau tidak. Bila adiknya tak terkena dalam waktu itu, segera berikan imunisasi. "Tapi, bila yang terjadi dalam waktu 3 minggu itu adiknya terkena campak, tak perlu diimunisasi tapi harus diobati." Hal ini disebabkan, lanjut Sri, vaksin imunisasi merupakan virus yang hidup tapi dilemahkan. Jadi, kalau sudah tertular virus dalam badannya maka jangan diberikan lagi.
Anak yang sudah mendapatkan imunisasi diharapkan tak terkena campak. Karena sudah ada imunnya. Kalau toh terkena tak akan sampai berat. Perlu diingat, "Seorang anak akan terkena campak sekali seumur hidup. Kalau dikatakan sampai 2-3 kali terkena campak, itu salah, berarti diagnosisnya tak betul," kata Sri.
Dan bila masa kecilnya tak terkena campak bisa saja terkena di usia setelah besar. Kecuali bila daya tahan tubuhnya kuat, ada kemungkinan tidak terkena.
Nah, sudah lebih jelas kan, Bu, Pak. Jadi, tidak panik lagi, ya.
Dedeh Kurniasih/ nakita
KOMENTAR