"Jangan coret-coret tembok, nanti kotor!" Begitu, kan, yang sering terjadi bila kita punya anak usia batita. Bikin repot dan susah karena kita harus sering membersihkan tembok atau lantai bekas coretan-coretannya.
Biasanya keinginan untuk corat-coret muncul di usia 2 tahunan. Namanya corat-coret, tentulah hanya berupa garis-garis yang belum berarti (tahap sribbling).
Nanti di usia 3 tahunan barulah si kecil bisa menggambar betul seperti bentuk rumah, orang, dan lainnya.
(Baca juga - Tips Mudik Bersama Keluarga, Buat Permainan Interaktif)
KREATIVITAS ALAMIAH
Kegiatan corat-coret, menurut Prof. Dr. S.C. Utami Munandar,Dipl-Psych., ada kaitannya dengan perkembangan motorik halus si anak.
"Bisa membantu dan melatih perkembangan motorik halusnya yang dibutuhkan nanti untuk menggambar, menulis dan sebagainya."
Pada awalnya cara memegang alatnya masih kasar, belum halus seperti anak yang sudah besar. Namun semakin lama akan semakin bagus dengan seringnya anak melakukan aktivitas corat-coret ini.
(Baca juga - Ajak Anak Main 6 Kegiatan Ini untuk Mengasah Motorik Kasarnya
Selain itu, aktivitas corat-coret juga merupakan kreativitas alamiah yang ada pada setiap anak dan menjadi "media" untuk anak mengekspresikan dirinya, baik pikiran maupun perasaan.
"Jika si anak sedang marah tentu coretan-coretannya akan berbeda dengan ketika ia sedang senang." Itulah mengapa melukis atau menggambar sering dikatakan sebagai katarsis.
Pada anak, lanjut guru besar tetap dan dosen psikologi di Universitas Indonesia ini, yang penting adalah bersibuk diri secara kreatif dan menyenangkan.
KOMENTAR