Sebenarnya wajar saja karena anak usia ini sedang mengembangkan imajinasinya. Tapi orang tetap harus waspada. Mengapa ?
"Eh, kemarin aku ulang tahunnya di Dufan, lo. Ada badut, ada sulap. Badutnya lucu, deh, gendut. Aku diajak salaman. Pokoknya seru, deh," cerita Bimo (4 tahun) kepada teman-teman "sekolah"nya kala jam istirahat. Ia tampak benar-benar menikmati ocehannya. Bahkan, sambil memperagakan bagaimana lucunya si badut. Padahal, ulang tahunnya cuma dirayakan di rumah.
Bila kita amati, anak kecil sering bercerita yang dilebih-lebihkan. Entah kepada teman-teman sebayanya, orang tua maupun orang dewasa lain semisal kakek-nenek, paman-bibi. Apa yang diceritakan tak sesuai dengan kenyataannya. Hal ini, menurut Dra. Rahmitha P. Soendjojo, disebabkan anak tengah mengembangkan daya imajinasinya. Ia pun belum mampu membedakan/memisahkan antara kenyataan dan khayalan karena cara berpikirnya belum berkembang. "Bagi anak usia ini, cacing bisa berubah menjadi dinosaurus, lo. Jadi, mungkin saja anak terobsesi oleh hal-hal yang sifatnya fantasi dan menginternalisasikannya ke dalam tingkah laku. Antara lain dengan melebih-lebihkan cerita itu tadi. Semata-mata untuk wishfull thinking atau berkhayal."
DIJAUHI TEMAN
Jadi, tutur Rahmitha, anak yang berceritera dengan dilebih-lebihkan adalah sebuah proses alami dan akan hilang sendiri sejalan dengan perkembangan anak. "Anak akan melewati proses kematangan berpikir, usia, dan sebagainya. Begitupun perkembangan moralnya. Pada usia tertentu anak akan tahu apakah ia berbohong, berbohong itu benar atau salah, dan sebagainya."
Kendati demikian, hal ini tetap harus menjadi perhatian khusus bagi orang tua. Kalau tidak, bisa terjadi si anak akan kebablasan dalam berfantasi. "Nanti anak jadi tak tahu seperti apa, sih, realita itu," ujar psikolog anak dari Data Informasi Anak YKAI ini. Misalnya, anak berfantasi, "Aku akan menjadi ulat, ah. Ulat itu, kan, diam." Akhirnya si anak akan diam saja, padahal banyak kegiatan yang harus ia lakukan. "Hal ini tentunya akan menghambat perkembangan si anak."
Selain itu, melebih-lebihkan cerita juga bisa membuat si anak malah dijauhi teman-temannya. Misalnya, anak melebih-lebihkan cerita untuk memposisikan dirinya. Entah agar dirinya merasa lebih dibanding temannya atau agar ia diterima oleh orang yang diajaknya berbicara. "Biasanya hal ini dilakukan lantaran anak tak punya keterampilan bergaul dan bersosialisasi. Jadi ia bercerita dilebih-lebihkan untuk menarik perhatian teman-temannya, tapi ternyata upaya itu tak berhasil."
Dalam hal ini, lanjut Rahmitha, orang tua harus memberi tahu anak bagaimana caranya yang benar agar bisa mendapatkan teman. Misalnya, mau mengikuti aturan, harus antre menunggu giliran, mau berbagi, mau membantu, bekerjasama dan sebagainya.
Yang tak kalah penting, seperti ditulis Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa dalam bukunya Psikologi Anak Bermasalah, "kegemaran" anak bercerita dilebih-lebihkan bisa menjadi suatu kebiasaan yang menetap dan terwujud dalam sifat kepribadiannya kelak di masa dewasanya. Apabila "kegemaran" tersebut lolos dari penangangan yang tepat oleh orang tua. Dengan kata lain, si anak nantinya bisa berkembang menjadi orang yang suka membual, berbohong.
TAK SENGAJA
Sayangnya, "kegemaran" anak yang demikian, kerap diinterpretasikan oleh orang tua sebagai kebohongan. Sehingga tak jarang orang tua langsung mencap si anak suka berbohong, pembual. Padahal, seperti dikatakan Rahmitha, anak usia ini masih belum tahu mana yang bohong dan tidak. Karena, "Nilai-nilai moral yang tertanam pada dirinya belum banyak."
Lagipula, "Beberapa bentuk dusta dan latar belakang serta sebab yang menyebabkan anak berbicara tak sesuai dengan keadaan sebenarnya diperoleh secara tak sengaja," tulis Yulia Singgih. Antara lain dari cerita-cerita khayal. Karena itu anak sama sekali tak bermaksud berbohong apalagi menipu orang lain. Tujuannya sebenarnya lebih kepada mewujudkan keinginan-keinginannya. Ingat, anak usia ini masih sangat terpengaruhi oleh keinginan-keinginannya sendiri. Nah, lewat cerita khayalan, segala hal bisa diwujudkan. Termasuk yang mustahil sekalipun.
KOMENTAR