Sejak usia 3 tahun, ia sudah bisa diperkenalkan dengan uang. Termasuk diberi penjelasan kapan harus menabung dan membelanjakan uangnya.
"Ma, aku mau sepatu itu," kata Adi (4 tahun) seraya menunjuk ke arah TV yang tengah menayangkan iklan sebuah produk sepatu. "Boleh, tapi tidak sekarang. Mama lagi nggak punya uang," jawab sang ibu.
Dari percakapan itu, sebetulnya secara tak langsung sang ibu telah mengajari anaknya bahwa untuk membeli sesuatu, diperlukan uang. Psikolog Sri Triatri mengungkapkan, anak usia 3 tahun pun sebetulnya sudah bisa diperkenalkan tentang apa arti uang dan fungsinya. Anak, katanya, akan cepat mengerti, bahwa lembaran kertas bergambar adalah uang dan bisa untuk membeli sesuatu. "Tapi ia memang belum mengerti, berapa nilai nominalnya."
PASAR-PASARAN
Kendati sudah bisa diperkenalkan pada uang, tambah Triatri, "Harus dilakukan secara bertahap. Anak usia 3 tahun biasanya baru mampu menghitung sampai 10. Jadi, mulainya dari 100 rupiah, 200 rupiah, 300 rupiah sampai 1.000 rupiah. Jangan langsung diajari sampai jumlah ribuan," tukas dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta ini.
Pendek kata, yang terpenting adalah memperkenalkan fungsi uang sebagai alat pembayaran. "Anak baru benar-benar mengenal nilai-nilai nominal uang sesudah mereka duduk di kelas III Sekolah Dasar, seiring dengan meningkatnya pengetahuan mereka tentang matematika dan hitung-hitungan."
Ada cara paling mudah untuk memperkenalkan uang kepada si kecil. Yaitu lewat permainan semisal pasar-pasaran. Ayah dan ibu, misalnya, pura-pura jadi pembeli sementara si anak jadi penjual. "Gunakan saja uang logam bernominal kecil seperti Rp 100 hingga Rp 1.000. Permainan macam ini tak hanya mengajari anak tentang fungsi uang, tapi juga melatih keterampilannya. Bahkan bisa mengajarkan jiwa wiraswasta pada anak. Siapa tahu nanti besarnya ingin jadi pedagang."
Seorang guru sekaligus ahli ekonomi AS, Catherine Crook de Camp, malah berpendapat, permainan jual-beli yang melibatkan seluruh keluarga patut dilakukan. "Dari permainan ini, anak juga mendapatkan kesempatan berpraktek sebagai konsumen," katanya.
MENABUNG
Cara lainnya ialah lewat menabung, dengan catatan cukup diberi uang kecil saja. Misalnya koin Rp 100 per hari atau per minggu, tergantung keuangan orang tua. Belikan anak celengan dari tanah liat atau plastik. "Kalau bisa, celengan plastik transparan sehingga dari hari ke hari, anak bisa melihat kemajuan tabungannya. Lama-lama, kan, ia melihat, uang yang tadinya sedikit menjadi banyak. Nah, ia akan terpacu terus menabung."
Sesudah celengan penuh, buat kesepakatan antara anak dan orang tua. Misalnya, hasil tabungan tak boleh seluruhnya dibelanjakan. Dan jika anak hendak membeli sesuatu yang harus membuka celengannya, maka ibu atau ayah harus tahu. "Karena anak-anak, kan, belum bisa menghitung nilai nominal dengan baik. Jadi ayah/ibu harus mendampingi."
Bila si kecil sudah usia 5 tahun, orang tua sebaiknya mengajak anak menabung di bank. "Bukalah suatu bentuk tabungan untuk anak di mana mereka dapat menabungkan uang recehnya yang sudah berbukit." Tentunya pada tahap awal si kecil akan merasa asing dengan gedung bank dan orang-orang di dalamnya. Ia pun sering merasa khawatir, "Lo, nanti uang yang aku taruh di bank enggak bisa diambil lagi. Itu, kan, uangku."
Penjelasan yang logis dan positif tentang pentingnya menabung di bank, dapat membuat si kecil memiliki kesan positif tentang uang dan bank. Orang tua juga perlu mengajak anak ke bank kala hendak menabung atau mengambil uang, sehingga anak tak akan khawatir lagi uangnya bakal lenyap. "Agar ia makin yakin uangnya bisa diambil suatu saat, lain kali ajak ia untuk mengambil sedikit uang tabungannya di bank."
Tapi, ingat Triatri, orang tua hendaknya jangan hanya mengajari anak menabung. "Ajarkan juga caranya membelanjakan uang tersebut. Bahwa uang yang ditabung itu nantinya bisa digunakan untuk membeli sesuatu yang diinginkannya." Soalnya, kalau uang cuma ditabung tanpa pernah diambil, "Bisa jadi kelak ia akan menjadi orang yang pelit dan frustrasi. Bahkan kepada dirinya sendiri," terang Triatri.
Santi Hartono/nakita
KOMENTAR