Pekerjaan Dimas di divisi kreatif sebuah biro iklan, membuatnya sering menghabiskan waktu lebih banyak dari jam kerja yang seharusnya. Akibatnya, Dimas jarang sekali bertemu Anka, anak semata wayangnya yang baru berusia 6 tahun.
Setiap pulang kerja di dini hari, Anka sudah terlelap. Sementara di pagi hari, Anka sudah berangkat sekolah. Untungnya, hubungan ayah dan anak ini masih bisa terselamatkan di akhir pekan.
Namun, tetap saja Dimas menginginkan waktu lebih banyak bersama Anka. Ya, orang bijak berkata, menjadi ayah yang hebat adalah pekerjaan berat seperti mendaki pegunungan tinggi dengan lembah curam.
Bayangkan saja, Anda harus pintar-pintar menggabungkan antara kesabaran, keterbukaan, kreativitas, kepintaran, sekaligus kebijaksanaan. Namun, kenyataan berkata lain, karena tak semua ayah bisa menghabiskan waktunya bersama anak-anaknya.
Ayah tak selalu bisa hadir setiap kali Si Kecil unjuk gigi di konser musik sekolahnya, atau menyempatkan diri membuat roti bakar untuk sarapannya. Meski begitu, bukan berarti sulit dijalani. Ingat, selalu ada cara jika ada kemauan.
Kualitas, Bukan Kuantitas
Tahukah apa yang lebih penting bagi anak, daripada membeli mainan terbaru dan termahal? Jawabannya, kesediaan meluangkan waktu bersama anak. Kuncinya, habiskan waktu yang berkualitas dengan anak. Setiap anak membutuhkan kehadiran ayahnya. Mulai dari mengisi harinya dengan nilai-nilai hidup, memperhatikannya, tertarik dengan kesehariannya, sampai menghabiskan waktu bersama.
Jadi, meski hanya memiliki 1-2 jam saja setiap harinya, manfaatkanlah waktu yang singkat ini untuk melakukan aktivitas yang paling digemari anak. Mendengarkan hobi terbarunya sekalipun bisa menambah kualitas kedekatan antara ayah dan si buah hati.
Hal ini menunjukkan, Anda seorang ayah yang peduli dan amat sayang kepada anaknya. Percaya atau tidak, anak perempuan yang menghabiskan waktu berkualitas bersama ayahnya, akan tumbuh dengan keyakinan, dirinya memang layak dihormati oleh laki-laki di sekitarnya.
Contoh lainnya, jika memang hanya bisa bertemu di saat makan malam, usahakan Anda duduk semeja dengan anak dan jangan lupa matikan teve. Ajak ia bicara dari hal terkecil tanpa membuatnya merasa digurui atau dicurigai.
Atau, bicara dari hati ke hati hingga tercipta keakraban. Yang paling mudah, ajak ia berkunjung ke tempat favoritnya. Dijamin, anak pasti senang dan ketagihan menghabiskan waktu bersama ayahnya.
Anda pasti tak mau, dong, di saat usia Anda sudah beranjak tua, tapi tak tahu perkembangan anak. Nah, mulai kini aturlah waktu untuk bisa bertemu anak, sesingkat apapun itu.
Pentingnya Percaya Diri
Rasa percaya diri amat penting untuk membangun karakter anak. Cara termudah melakukannya harus dimulai untuk diri sendiri. Tunjukkan bila Anda seorang ayah yang pede dengan pekerjaannya.
Anak pun akan pede melihat ayahnya yang setiap pagi bekerja dengan penuh semangat dan langkah mantap, lalu pulang dengan senyum bangga sambil bercerita serunya pekerjaan yang dijalani.
Kepercayaan diri juga tumbuh lewat pujian dan dukungan orangtua. Agar pujian tak mengubah anak jadi besar kepala, lakukan secara berimbang. Misalnya, ketika anak mendapatkan nilai bagus, pujilah hingga ia termotivasi untuk mendapat nilai bagus kembali.
Jika anak gagal, jangan memarahinya. Beritahu ia, kegagalan adalah proses menuju kesuksesan, dan bukan berarti tak mampu. Nilai terpenting dari kesalahan adalah untuk belajar agar tak terjatuh di lubang yang sama.
Dan ajak anak berdiskusi untuk menumbuhkan rasa pede-nya agar ia berani mengungkapkan pendapatnya sejak dini. Lalu kemukakan pro dan kontra atas pilihannya, agar ia tahu risikonya. Efek lainnya, anak jadi terbuka, karena ia tahu ayahnya selalu memandangnya sejajar dan menghormati pandangannya.
Astrid Isnawati
KOMENTAR