Sebagai seorang psikolog dan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi sejak awal sudah mengawal kasus kekerasan seksual yang dialami AK (5). Bahkan, pria yang kerap disapa Kak Seto ini sudah melihat sendiri tempat kejadian perkara di toilet Jakarta International School (JIS). "Tempatnya aman, tetapi kenapa bisa terjadi?," tanyanya.
Dari perkembangan penyidikan kasus terungkap, "Ada sindikat kecil yang bekerjasama. Yang perempuan, kan, bisa berbahasa inggris. Ini harus dibongkar apakah guru bisa terlibat, guru harus bertanggungjawab. Kalau tahu tapi diam saja, bisa terjerat Pasal 78 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 5 tahun penjara maksimal," bebernya.
Dari 5 tersangka kasus kekerasan seksual itu, satu diantaranya berjenis kelamin perempuan. "Dari awalnya membantu, lama-lama dia terlibat itu harus dibongkar dan melibatkan psikolog dalam pemeriksaan itu," ujarnya.
Apa yang terjadi di sekolah elit ini menurut pria kelahiran Klaten, 28 Agustus 1951 ini harusnya menjadi moment pemerintah untuk menghentikan segala kejahatan seksual. "Fenomena ini seperti gunung es, masih ada ratusan ribu yang terjadi tapi tidak terungkap," ungkapnya.
Untuk itu Seto menghimbau agar pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia melakukan sebuah gerakan nasional. "Ini dapat dijadikan momentun gerakan nasional di Hari Anak. Yakni, Gerakan Nasional Stop Kekejaman Terhadap Anak," imbuhnya.
Selain itu Seto juga berharap demi memperkecil ruang gerak para pelaku kekejaman terhadap anak ini dibentuk satgas di setiap RT. "Dengan demikian masalah-masalah yang terjadi akan cepat terungkap."
Edwin
KOMENTAR