Pernah suatu hari Andi mengalami demam dan tak bisa bekerja dengan baik. Apesnya, ketika minta tolong kepada kawannya, sang mandor tahu. Meski sudah mengaku sakit, Andi tetap dimarahi. Bahkan, ia dibawa ke ruangan tertutup. "Saya ditampar, wajah dipukuli, kepala saya juga dibenturkan ke tembok. Sakit sekali."
Hari-hari Andi pun berlalu bak neraka. Ia juga dihukum ketika kerjanya dianggap lamban. "Kaki saya disiram cairan kimia. Pedih sekali kulitnya sampai mengelupas. Sudah begitu, masih disundut rokok. Pas mau teriak karena kesakitan, mulut langsung dibungkam," kenang Andi. Kata Andi, siksaan serupa juga dialami kawannya yang lain. Lamban sedikit, langsung dihajar. "Saya makin tak betah. Meski waswas, saya coba cari cara untuk kabur."
Berhasil Kabur
Sebenarnya Andi paham risikonya bila ketahuan kabur. "Saya dengar cerita, Dira kawan dari Cianjur, pernah kabur lalu ketahuan. Ia disiksa sampai stres. Saya lihat dia suka ngomong sendiri." Meski begitu, Andi tetap nekat karena tak betah hidup dalam tekanan.
Hari kebebasan yang ditunggu pun tiba. Usai makan siang, Andi melihat keadaan aman. Mandor pengawas masih makan. Lewat comberan di dekat rumah, Andi berhasil menyelinap. "Saya lari lewat sawah. Sekitar dua kilometer, saya lihat ada rumah kosong. Saya sembunyi di sana sampai hari gelap. Saya enggak berani melanjutkan perjalanan karena takut dicari."
Malamnya, Andi melanjutkan perjalanan. Tanpa uang sepeser pun, ia jalan kaki tiga hari sampai ke Merak. "Kalau capek dan lapar, saya makan dari sisa-sisa makanan. Minum pun air mentah. Pokoknya, sudah kayak orang gila."
Begitu tiba di Merak, ia langsung menumpang truk. Andi pun menceritakan kondisinya kepada sopir truk. Kebetulan, truk itu menuju ke Balaraja. Akhirnya, Andi sampai di rumah. "Tapi saya takut cerita sama keluarga. Apalagi, salah satu keluarga di kampung ditelepon orang pabrik, katanya saya kabur karena ketahuan mencuri," paparnya.
Henry Ismono
KOMENTAR