Ternyata cinta itu hanya bertahan di awal. Belakangan, Sus sering mengeluhkan pekerjaan Alen yang serabutan. Sus juga menyambung hidup sebagai buruh cuci di rumah tetangga. Kepada Muhaenih, Sus berani berkeluh kesah karena hanya ibu mertuanya itu yang mau dekat dengan Sus. "Dia mengaku sering migrain. Kalau sudah begitu, dia paling kesal jika Widi nakal. Ngakunya pada saya, dia sering mencubit Widi," kisah Muhaenih.
Nyatanya, hasil visum sementara menunjukkan Widi tak hanya dicubiti. RS Polri menginformasikan ada beberapa luka lama di tubuh Widi. Di kepala, misalnya, ada tujuh titik luka yang diperkirakan akibat terbentur tembok. Dua luka baru, sementara sisanya adalah luka lama. Muhaenih juga membenarkan adanya luka sundutan rokok di ketiak Widi. "Menantu saya memang perokok," ujarnya.
Berbagai luka ini begitu pandai disimpan rapat-rapat oleh Sus. Si mungil Widi pun tak pernah mengeluh atau mengadu. Kalau Alen bertanya apakah sang mama memperlakukannya dengan galak, "Widi jawab, enggak pernah. Saya percaya saja padanya."
Apalagi, di depan Alen, Sus selalu menunjukkan rasa sayangnya kepada Widi. "Anak saya dipeluk dan diciumi sama dia."
Mulanya, Untung juga tak menaruh curiga kepada Sus. Namun seminggu sebelum kejadian, saat menjemput Widi untuk bermain di rumahnya, "Baru sepuluh menit sampai rumah, Widi langsung dibawa Sus pulang lagi."
Di kontrakan, Sus juga melarang Widi bermain dengan anak-anak tetangga. Jajan di warung juga tak boleh. Sebab itu, "Biasanya Widi main boneka sendirian," kenang Alen yang mengaku amat kehilangan putri tercintanya. "Sampai sekarang saya seperti masih mendengar suara dia..."
Kasus penyiksaan anak tiri yang berujung pada kematian Widi juga menyita perhatian Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak. Ia mendatangi Polresta Depok, Rabu (8/5) lalu guna menghimpun keterangan dari tersangka dan keluarga korban.
Kepada Arist, Sus menceritakan kronologi di hari kejadian. "Awalnya jam 08.00 Widi minta mandi sendiri di kamar mandi. Sudah dilarang oleh Sus tapi Widi tetap mandi, akhirnya dia terjatuh di kamar mandi," ungkap Arist.
Sus sempat memarahi Widi karena tak menurut. Tak lama kemudian Widi tidur dan Sus pergi ke warung. Pulang dari warung, Sus mendapati Widi sedang main korek api di atas tempat tidur. Kalap, "Sus mengaku mendorong kepala Widi ke tembok."
Widi yang menangis kesakitan kemudian kembali tertidur. Ia bangun jam 12.00 karena merasa lapar. Lantaran Sus belum memasak apa pun kecuali nasi, Widi lalu makan nasi putih berlauk garam. Usai makan, lagi-lagi Widi jatuh tertidur. "Saat itulah ayahnya pulang sebentar dari tempat kerja," lanjut Arist.
Widi terus tidur hingga sore menjelang dan Alen pulang dari kerja. Saat melihat darah mengalir dari telinga Widi, barulah pasangan ini geger.
Kepada Arist, Sus juga mengaku kerap melampiaskan kekesalan kepada Widi. Walau tak pernah bertengkar, Sus mengaku sering menerima kekerasan verbal dari sang suami. "Kalau tidak berani melawan suaminya, dia mencubit anaknya," kata Arist yang berjanji akan mengawal kasus ini seadil-adilnya. "Si ibu sudah menyatakan menyesal dan mau dihukum sesuai perbuatannya."
Sementara itu, hingga Jumat (10/5), pemeriksaan terhadap Sus masih berlangsung di Polresta Depok. Sus juga akan dipertemukan dengan psikolog yang akan mengkaji kondisi jiwanya.
Polisi menjerat Sus dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 10 hingga 15 tahun penjara. "Kami juga masih menunggu hasil otopsi korban dari RS Polri," ujar Kompol Ronald Purba, Kasat Reskrim Polres Kota Depok.
Astudestra Ajengrastri
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR