Batinku rasanya teriris setiap mengingat peristiwa itu. Apa salah dan dosa Fahri, kok, sampai diperlakukan sekejam itu? Fahri anak yang baik. Tidak nakal, tak pernah menganggu siapa pun. Kematian Fahri tak hanya menguncang batin kami, tapi juga warga kampung. Fahri bagiku adalah anak yang tak pernah menyusahkan orangtua. Meski masih balita, dia supel dan pandai bergaul karenanya punya banyak teman.
Ada satu hal yang mungkin tak banyak dimiliki bocah seusianya, yakni ketaatannya beribadah. Salah satu contoh, ketika dia sedang makan lalu mendengar suara azan, seketika itu juga piring yang masih penuh nasi akan dia tinggalkan untuk bergegas mengambil sarung, berwudu, dan ikut salat berjamaah. Usai salat, ia lanjutkan makannya.
Demikian pula di setiap sore, saat asyik bermain, begitu menjelang maghrib ia langsung pulang untuk mandi dan salat di masjid. Usai salat, ia belajar mengaji. Oh ya, satu hal lagi yang tak bisa aku lupakan. Jika anak-anak lain seusianya lebih memilih menyanyikan lagu-lagu masa kini, sambil bermain dari mulut kecilnya akan terdengar nyanyian salawat nabi. Kini, senandung puji-pujian itu tak bisa lagi aku dengar...
Belakangan, Fahri ingin masuk PAUD. "Pokoknya aku sebentar lagi harus sekolah seperti teman-teman," kata Fahri. Duh, sakit sekali hatiku tiap mengingatnya. Keluarga SO sempat datang minta maaf. Tapi kami tolak. Kami tak sudi menerimanya. Jika keluarganya berdalih SO terganggu jiwanya, aku rasa itu tak benar! SO manusia yang sehat jiwa dan raganya. Dia harus dihukum berat!
Mudah Tersinggung
Oleh karena dianggap sudah melakukan perbuatan di luar kewajaran, polisi melakukan pemeriksaan kejiwaan kepada SO. Dari hasil pemeriksaan dokter RS Bhayangkara Surabaya, pria yang sudah bercerai itu dinyatakan normal, namun terdeteksi memiliki sifat inklusif. "Artinya, ia tergolong orang yang mudah tersinggung. Dan jika sudah tersinggung, bisa melakukan perbuatan di luar batas kewajaran. Itu hasil kesimpulan sementara yang disampaikan dr. Agnes SpKJ dari RS Bhayangkara Surabaya," kata Kasubag Humas Polresta Tanjung Perak AKP Lily Djafar, Kamis (21/2).
Dari pengakuan SO, kata Lily, pembunuhan dilatarbelakangi rasa sakit hati atas sikap ayah korban kepada dirinya. Suatu ketika ayah korban berpapasan dengannya sambil berkata, "Kenapa kamu liatin aku terus? Mau bunuh, ya?" Ucapan Misnawi itu sangat membekas di hari SO. Kepada petugas tersangka mengaku, di malam kejadian, Fahri tengah bermain di rumahnya yang kebetulan sepi. Saat itulah dendam SO kepada ayah Fahri muncul. Tubuh Fahri ditariknya lalu dibanting ke lantai beberapa kali.
Akibat kuatnya bantingan itu, Fahri diduga tewas seketika. Setelah tak bernyawa, mayatnya diletakkan di lorong kecil di sebelah rumahnya. Selang dua hari dan mayat bocah itu mulai menguarkan bau tak sedap, SO menutupnya dengan semen.
Hj. Surya, kakak SO yang tinggal serumah dengan adiknya itu mengatakan, SO pernah dirawat di RSJ Menur Surabaya setahun lalu. Namun baru dirawat beberapa saat, adiknya sudah dinyatakan sehat. "Tapi kadang-kadang dia masih suka temperamental," imbuh Surya yang mengaku kaget adiknya bisa berbuat sekeji itu.
Meski mengaku tinggal serumah, Surya tak tahu adiknya menyimpan jasad Fahri di dalam lorong samping rumahnya. "Setelah baunya makin menyengat, dia baru terus terang. Setelah itu, dia cepat-cepat pergi dari rumah," papar Surya yang terus mencoba melakukan pendekatan kepada keluarga korban untuk minta maaf.
Gandhi Wasono M.
KOMENTAR