Hari-hari belakangan ini terasa berat bagi Heston Hutagalung (50). Kamis pagi itu (28/2), ia baru saja menemani istrinya, Norma Sihombing (51) yang dirawat di Ruang Mahoni, RS Polri, Jakarta Timur. Norma baru saja menjalani operasi pengangkatan proyektil peluru yang bersarang di bagian perutnya.
Anak sulung Heston, Yogi Hutagalung (18), juga masih dirawat di ruang ICU RS yang sama. Yogi mengalami luka di dada kiri akibat tusukan benda tajam. "Kondisi istri sudah berangsur-angsur baik sedangkan Yogi masih di ICU. Yogi sudah bisa diajak mengobrol meski masih lemah," tutur Heston.
Namun, yang paling berat bagi ayah tiga anak ini, anak keduanya, Christon Hutagalung (17), tewas akibat luka tembak di beberapa bagian tubuhnya. "Semua ini akibat tindakan perampok," kata Heston dengan nada getir.
Diselamatkan HP
Peristiwa yang menimpa Heston begitu dramatis. Senin (25/2) sekitar pukul 03.30, ia baru saja tiba di rumah. "Saya baru menemani adik, Hardo Hutagalung, yang dirawat di RS Pasar Rebo, dan pulang ke rumah kontrakan sebentar untuk ambil dompet yang ketinggalan," tutur Heston.
Jarak rumah Heston dari jalan raya, sekitar 50 meter. Sampai di rumah kontrakan, ia memarkir sepeda motor di halaman rumah. "Pintu pagar tak tertutup karena ibu haji pemilik kontrakan sedang memperbaiki rumah. Pintu kecil pagarnya dicopot."
Sengaja Heston tak memasukkan sepeda motornya ke dalam rumah. Dalam bayangannya, toh ia hanya sebentar. Ia sempat berbincang dengan istrinya. Sementara, anak-anak sudah tidur. Ketika tengah menyiapkan kebutuhan untuk adik kandungnya, mendadak ia mendengar istrinya berteriak, "Maling!"
Heston pun segera ke luar rumah. Dilihatnya sang istri menghambur ke arah seorang pria yang menuntun sepeda motornya. Dalam keremangan subuh, Norma berusaha mempertahankan motor yang akan diambil pria tak dikenal. Tiba-tiba saja, Heston mendengar suara letusan senjata api. Sang istri tersungkur terkena tembakan.
Belum sempat berpikir panjang, senjata api rakitan yang dibawa perampok itu diarahkan ke tubuh Heston. Doorrr! Heston merasakan desingan peluru, yang kemudian mengenai HP yang masih menempel di ikat pinggangnya. HP itu telah menyelamatkan Heston. "Yang menembak saya dan istri adalah pria lain yang bukan mendorong sepeda motor. Jadi, setahu saya, ada dua orang perampok."
Duel Maut
Meski baru saja lepas dari bahaya, Heston tak kehilangan nyali. Ia memburu kedua perampok itu sampai jalan raya. Sasarannya tertuju ke pria yang membawa sepeda motornya, sementara pria berpistol tak dilihatnya lagi. Terjadilah duel maut subuh. Heston berhasil memberi pukulan telak yang membuat pria itu tersungkur.
Namun dengan gerakan cepat, pria itu berhasil mencabut pisau pendek. Pisau dihujamkan ke arah leher, tapi Heston berhasil menghindar. Beberapa kali pisau menyasar ke tubuh Heston, termasuk lengan kirinya. Rasa nyeri tak ia rasakan.
Kegaduhan membuat warga terjaga dan berusaha meringkus salah satu perampok. Salah satu warga yang belakangan diketahui bernama Jamhari menggenggam celurit. "Selain Jamhari, ada beberapa warga lagi yang coba meringkus pria itu. Sempat saya lihat mereka adu senjata tajam. Saat itu, saya berusaha cari anggota rampok lainnya. Saat berbalik arah, saya lihat kedua anak saya, Christon dan Yogi sudah terkapar bersimbah darah. Mereka luka parah. Saat itu juga saya langsung runtuh."
Rupanya, ketika ribut-ribut terjadi, Christon dan Yogi terbangun. Mereka berusaha menolong ayah dan ibunya namun kemudian ikut jadi korban amukan perampok. Sementara di jalanan yang masih basah dan gelap itu, Jamhari tergeletak luka parah di bagian perut akibat tusukan. Salah satu perampok sudah berhasil diringkus warga. Heston kemudian berusaha menolong anak dan istrinya.
Beruntung, ada mobil melintas dan bersedia menolong mengantarkan mereka ke RS. Pria pengemudi mobil ikut membantu mengevakuasi korban. Selain Heston, mobil itu membawa Norma, Christon, Yogi, dan Jamhari. "Saya tak sempat mengobrol dengan pengendara mobil. Tampaknya mereka suami-istri. Mereka bawa kami ke RS Polri."
Di dalam mobil, Heston duduk diapit para korban. "Celana dan baju saya sudah penuh darah. Dunia rasanya berhenti saat itu. Christon sudah tak ada suaranya, sedangkan Jamhari dan Yogi masih mengerang. Sebenarnya, saya sangat terpukul namun saya tetap kuatkan hati untuk menolong mereka."
Sampai di RS, para korban luka segera mendapat pertolongan. "Ternyata, kata petugas medis, saya juga harus dirawat. Lengan kiri bagian atas terkena pisau. Lukanya cukup dalam karena sudah sampai ke daging," kisah Heston yang tak sempat berkomunikasi lagi dengan si pemilik mobil. "Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan mereka."
Duka Heston ternyata tak hanya sampai di situ. Sekitar jam 09.00 ia mendapat kabar Christon meninggal. Sang putra tertembak di bagian alat vital dan dada. Selain Christon, Jamhari juga tewas karena lukanya parah. Tak hanya itu, Yogi dan Norma juga perlu perawatan lebih lanjut.
Belum Tega Cerita
Dunia terasa gelap bagi Heston. Apalagi dalam waktu nyaris bersamaan, "Saya mendengar kabar duka lain, adik saya Hardo yang dirawat di RS Pasar Rebo, juga meninggal. Bayangkan betapa pedihnya perasaan saya."
Jenazah Christon dan Hardo disemayamkan di aula HKBP Kramat Jati dan dimakamkan keesokan harinya "Sebenarnya menurut tim medis saya mesti istirahat tapi saya memaksakan diri ikut upacara pemakaman. Sungguh sangat berat bagi keluarga kami. Saat itu, saya sempat limbung."
Heston merasa kejadian yang menimpa keluarganya begitu mencekam. "Bayangkan, kami sekeluarga mau dihabisi perampok. Rupanya kejadian ini menyedot perhatian. Seluruh keluarga Hutagalung di Jakarta dan sekitarnya menyempatkan diri mengantarkan Christon. Teman-teman sekolah Christon juga ikut kehilangan."
Yang paling berat bagi Heston adalah menyampaikan kabar duka ini kepada Yogi yang sempat kritis. "Istri saya sudah merelakan kepergian Christon. Kondisi istri sudah mulai pulih. Tapi saya belum cerita ke Yogi. Tadi dia kembali menanyakan keadaan Christon. Saya bilang saja, Christon masih dirawat. Saya perlu waktu yang pas untuk menjelaskannya. Nanti bila kondisinya sudah lebih baik. Sekarang dia masih di ruang ICU."
Menurut Heston, kakak-beradik Yogi dan Christon begitu akrab. "Usia mereka hanya selisih setahun. Yogi kelas 3 SMA, sedangkan Christon kelas 2 SMA. Mereka bersaudara sekaligus teman. Sering jalan bersama. Itu sebabnya, Yogi pasti akan sangat kehilangan," papar Heston.
Sesaat kemudian, Heston mencari foto Christon di HP-nya. Matanya langsung berkaca-kaca memandangi foto remaja tampan itu. "Christon anak yang baik. Di sekolahnya dia termasuk menonjol. Tubuhnya tinggi kekar. Dengan postur setinggi 180 cm, dia hobi main basket."
Selain itu, Christon juga hobi main musik. Ia bersama teman-temannya mendirikan kelompok band. "Christon jadi drummer-nya. Tak heran, Christon termasuk digandrungi cewek-cewek. Dia sempat ingin menerjuni dunia musik tapi rupanya jalan hidupnya begitu pendek."
Henry Ismono
KOMENTAR