Woofer Homemade Dog Treat
Sepasang sahabat memang bisa melakukan apa pun, termasuk membuat usaha. Tak terkecuali Yosephine Mellisa (32) dan Grace Tarmizi (36). Memiliki kesamaan passion terhadap anjing, mereka berkeinginan memberikan yang terbaik kepada anjing peliharaan mereka. Termasuk soal makanan selingan yang biasa disebut snack atau treat.
"Mbak Grace yang semula punya ide membuat treat sendiri, kebetulan dia lulusan food technology dari sebuah universitas di Australia. Saya tertarik karena melihat banyak anjing kampung yang dipelihara orang tapi hanya diberi pakan nasi saja. Juga melihat nasib anjing-anjing di penampungan hewan yang jarang sekali diberi treat," ujar Yosephine Mellisa atau biasa disapa Mel.
Tahun 2008 menjadi awal mereka membuat treat, namun bukan untuk dijual melainkan hanya dikhususkan untuk anjing peliharaan sendiri, anjing terlantar, dan anjing di penampungan. "Waktu itu belum terpikir untuk dijadikan usaha," tukas Mel.
Sebagai lulusan food technology dan pemilik anjing, membuat Grace lebih mudah menyiapkan beragam resep treat yang disukai anjing. Tak heran ketika kemasan treat buatannya dibuka, anjing-anjing yang mencium aromanya menjadi "gila". Sibuk berebut perhatian untuk menerima treat aneka rasa buatan kedua sahabat ini. "Resep-resepnya saya dapat dari pengetahuan yang ada dan berburu bahkan sampai ke Jerman," imbuh Grace.
Kendati terlihat mudah, bukan berarti membuat treat untuk anjing perkara gampang. Ada banyak hal yang harus diketahui. Grace dan Mel lalu rajin melakukan beragam riset. Menurutnya, "Riset sangat diperlukan karena tak semua bahan makanan cocok untuk anjing. Ada beberapa bahan yang jika digunakan justru bisa mendatangkan bahaya."
Tahun 2010, keahlian dua sahabat ini makin diketahui banyak orang, hingga pesanan dari berbagai kota di Indonesia pun semakin banyak diterima. "Hingga saat ini produksi kami sudah mencapai 100 kilogram per bulan untuk pet shop. Belum termasuk yang dikirim ke langsung ke perorangan di beberapa kota seperti Bandung dan Bali."
Seluruh treat bermerek Woofer, kata Mel dan Grace, menggunakan bahan-bahan terbaik, tak pakai pengawet, pewarna, perasa, gula, dan garam. "Jadi memang tidak tahan lama, paling sampai dua bulan. Ini yang terkadang jadi hambatan kami untuk melakukan pengiriman luar kota yang jauh."
Ke depannya, Grace dan Mel akan melakukan banyak pengembangan. Mulai dari pengemasan agar isinya tak hancur atau patah dan menambah jumlah varian rasa treat buatannya. "Sementara ini baru ada empat jenis termasuk untuk anjing yang mudah alergi alias hypoalergenic. Khusus untuk varian hypoalergenic, kami dapatkan resepnya dari hasil menganalisis anjing kami yang memang punya alergi," kata Grace.
Treat buatan mereka dijual harga Rp 55 ribu untuk kemasan 500 gram, Rp 40 ribu untuk kemasan 250 gram, dan Rp 20 ribu untuk kemasan 100 gram. "Meski sudah dijadikan usaha dan menjadi main job, kami masih terus menyumbang treat untuk anjing-anjing di penampungan," aku Grace yang mencoba sendiri semua treat buatannya terlebih dulu sebelum diberikan ke hewan peliharaannya.
Selain membuat treat untuk anjing, "Sejak tahun 2012 kami buat treat untuk kuda namanya Sadle Snack. Banyak pemilik anjing yang juga memiliki kuda, mereka minta dibuatkan treat untuk kuda-kudanya. Memang belum banyak produksinya, tapi sudah bisa memproduksi 50 kilogram per bulan. Sekarang kami sedang bikin resep treat untuk kucing," bebernya.
Hambatan yang biasa dihadapi mereka tak hanya soal pengiriman yang kadang membuat treat patah atau hancur, "Harga daging, sayur, dan bahan produksi juga jadi hambatan. Terutama menjelang hari raya ketika harga bahan-bahan melonjak. Sementara kami tak bisa menaikan harga jual atau mengurangi takaran bahan," tutup Grace seraya tersenyum.
Kecintaanya terhadap anjing membuat Jessica Yova Ananda Hendriana (22) jadi kreatif. "Sekitar empat tahun lalu Papa pulang membawa seekor anak anjing yang sakit, kurus, dan tak terawat. Menurut Papa, pemilik anjing itu mau menyuntik mati anjing ini karena sakit yang enggak sembuh-sembuh. Karena kasihan, Papa membawanya pulang dan kami menamakan anjing ini Lee," buka Jessica.
Keadaan keluarga Jessica yang juga tak memiliki banyak uang untuk menyembuhkan Lee membuat Jessica harus berpikir keras untuk merawat Lee. "Saya coba merawatnya, tiga bulan kemudian Lee sembuh dan tubuhnya mulai gemuk. Lee mulai aktif layaknya anjing biasa. Saya makin sayang sama Lee, tapi mau kasih makanan dan treat yang bagus enggak mampu."
Sampai kemudian Lee berusia 1 tahun pada 2009 dan Jessica ingin memberikan hadiah spesial di hari istimewa anjingnya itu. "Sempat berpikir lama juga saat mau masuk pet shop dan beli treat untuk Lee. Tapi karena sayang dan ingin membahagiakan Lee, saya beli sebungkus snack seharga Rp 25 ribu. Ketika saya berikan ke Lee, saya lihat dia sangat bahagia. Saya terpacu ingin terus membuat dia bahagia," ujar sulung dari tiga bersaudara ini.
Agar tidak selalu mengeluarkan uang untuk membuat Lee bahagia. Jessica beringinan membuat sendiri treat untuk Lee. "Kebetulan Mama biasa bikin kue, lalu saya cari-cari resep di internet. Enggak sanggup beli daging atau keju, saya bikin treat rasa bayam. Setelah jadi, ternyata Lee sangat suka. Saudara dan teman yang tahu saya bikin treat ikut pesan dan anjing-anjing mereka juga suka."
Sejak itu Jessica berencana menjual treat buatannya melalui toko online di tahun yang sama. "Saya namakan Mr Lee Bakery sesuai nama anjing saya. Awalnya banyak yang bertanya, apakah treat buatan saya aman atau tidak. Setelah saya jelaskan, mulai ada pesanan. Semakin lama semakin banyak pesanan yang datang. Malah nama saya juga makin dikenal," ungkap Jessica yang mengawali usahanya dengan modal Rp 300 ribu.
"Modal awalnya memang terbatas. Kemasannya saja masih sangat sederhana, hanya ditulisi spidol dan ditempel pada kemasan plastik. Setahun tahun kemudian baru saya bikin desain yang menarik dan tulisannya sudah di-print komputer," terang Jessica yang kini memiliki beragam bentuk dan rasa treat seperti susu, wortel, pisang, keju, daging ayam, dan lainnya.
Kini Jessica sudah memiliki booth kecil di sebuah mal di kawasan Jakarta Utara dan toko online. Pernah ia menawarkan treat buatannya ke pet shop, "Tapi ditolak dengan beragam alasan yang tak jarang bikin saya sakit hati. Tapi setelah Mr Lee makin dikenal, banyak pet shop yang minta tapi tak semua saya beri karena saya pilih-pilih juga. Gantian dong," katanya tertawa.
Membuat treat untuk anjing, menurut Jessica, memang harus berani mencoba dan mencari tahu detail apa saja yang boleh dan tidak boleh. "Bahan makanan yang bisa untuk manusia belum tentu cocok untuk anjing. Misalnya anggur dan cokelat, bagi anjing sangat berbahaya untuk kesehatannya. Gula, sebisa mungkin dihindari karena bisa mendatangkan penyakit glaukoma. Garam, bisa membuat bulu anjing rontok. Masih ada beberapa bahan lain untuk beberapa anjing tertentu, misalnya, ada yang tak bisa makan tepung terigu dan ayam."
Produk yang dijual Jessica seharga Rp 15 ribu sampai Rp 25 ribu ini ternyata mampu menghasilkan omzet sebesar Rp 30 juta per bulan, dibantu tiga karyawan. "Dua orang untuk produksi dan satu orang menjaga booth di mal."
Hebatnya, selain memenuhi pasar ke luar kota, treat buatan Jessica bahkan sudah sampai dikirim ke Jepang. "Ada pelanggan saya yang tinggal di sana dan selalu beli treat-nya dari saya."
Demi menjaring semakin banyak pelanggan, Jessica rajin berpromosi. "Tiap bulan pasti ada produk baru dari Mr Lee. Saya bikin promosinya di sosial media dan rajin ikut acara kumpul-kumpul para penyayang anjing dan pameran."
Edwin Yusman F.
KOMENTAR