Pemerasa itu mengaku dari Warta Jabar dan Lensa Banten serta membawa-bawa kertas berkop surat media tempat mereka bekerja. Masih menurut Shinto, kedua orang tersebut kemudian mengatakan akan melaporkan AR atau menyebarkan konsep berita tersebut ke rekan wartawan yang lain. "Dia bilang kalau ini sampai terjadi maka masa depan PNS ini akan habis karena kasusnya terekspos layaknya kasus Aceng Fikri. Tentunya ini menakuti korban dan yang bersangkutan memang belum menikah," terang Shinto menambahkan.
Selanjutnya tersangka mengajukan kompensasi berupa uang senilai 5 juta rupiah untuk tidak meneruskan rencana pemberitaan tersebut. Tak disangka, sang pegawai dinas kesehatan melapor pada polisi. Polisi lantas membuat rencana jebakan. Korban diminta tetap meneruskan menyanggupi membayar uang kompensasi. Namun AR menawar uang tebusan sejumlah 1,5 juta rupiah karena dirinya masih pegawai golongan rendah.
Realisasi disepakati untuk bertemu di halaman kantor kecamatan Sepatan dan korban membawa 2 orang rekan untuk berjaga-jaga, sementara polisi tetap mengintai sebelum penyergapan. Saat uang telah beralih dan barang bukti telah dipegang korban, polisi langsung menyergap pelaku. "Atas perbuatannya, tersangka akan dikenakan pasal ancaman dan pemerasan yakni pasal 368, 369 dan 335 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun," ungkap Shinto
Laili
KOMENTAR