Kala itu, Rasya ada di kamar. Rupanya, pria itu mengobrak-abrik kamar Yanti. Isi lemari termasuk pakaian diacak-acak, mencari benda berharga. "Saya belum tahu apa saja barang yang hilang. Yang pasti, saya enggak punya barang berharga. Saya dan suami tak terbiasa beli perhiasan. Saya juga tidak simpan uang kontan di rumah," papar Yanti.
Tak lama, si pria bergegas meninggalkan rumah. "Sepertinya dia tak berhasil membawa barang berharga. Di rumah memang ada teve, kulkas, dan barang elektronik lain. Tapi rasanya enggak mungkin dia bawa barang-barang berat. Kayaknya cuma cari uang dan perhiasan," lanjut Yanti.
Asep menambahkan, "Kalau tujuannya ingin merampok, jelas dia salah sasaran. Kami ini keluarga sederhana. Masih banyak orang-orang kaya yang rumahnya bagus."
Namun pasangan ini justru kehilangan Rasya, si bungsu yang tak ternilai harganya. "Yang pertama kali mengetahui kondisi El dan Rasya adalah tante saya yang tinggal dekat rumah. Tante bilang, tumben rumah sepi. Dia masuk rumah dan mendapati IA dalam kondisi tangan dan kaki terikat, sementara mulutnya disumpal kain."
Mungkinkah wajah Rasya dibekap orang jahat itu agar tak menangis? "Saya tak tahu persis. Yang pasti menurut cerita tetangga, tak ada suara tangis di rumah saya. Saya juga belum dengar cerita detail dari Irma. Irma sekarang masih dalam pengamanan dan dilindungi polisi karena jadi saksi kunci.
Asep dan Yanti memang sangat kehilangan. Apalagi, Rasya merupakan anak yang sangat ditunggu kehadirannya. "Dua kakak El, kan, perempuan. Jadi ketika El lahir 5 September 2012 lalu, saya sangat bahagia. Rumah tangga kami rasanya makin lengkap," kata Asep.
Dengan mata menerawang, Asep lalu mengungkapkan kegalauannya. Sejenak matanya berbinar ketika mengenang jagoan kecilnya. "El sudah bisa diajak mengobrol. Saat saya gendong dan ajak ngobrol, dia mengeluarkan suara seolah tahu omongan saya. Kalau dibaringkan, dia suka membolak-balik tubuhnya. Dia juga lucu dan gemuk," ujar Asep seraya menunjukkan foto Rasya di HP-nya.
Asep berujar, yang membuatnya heran, "Ketika saya berangkat kerja, El tak seriang biasanya. Ia tampak bengong saja. Saya enggak tahu apakah itu firasat atau bukan. Yang pasti, di tempat kerja pikiran saya memang enggak enak. Rasanya tidak bisa konsentrasi kerja. Tapi saya sama sekali tidak tahu kalau semua ini jadi pertanda El akan pergi."
Henry Ismono
KOMENTAR