Neni Erlina (31) hanya perempuan biasa. Wajar bila perempuan kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, ini begitu terpukul saat harus menghadapi masalah yang datang silih berganti dalam hidupnya. "Seumur-umur baru kali ini saya harus menjalani kehidupan seperti ini," kata Neni ketika ditemui (Kamis, 6/12).
Seharusnya, tanggal 9 Desember lalu ia sudah bisa menghirup udara bebas. Namun tampaknya Neni harus memperpanjang "kontrak" di LP Banyumas, Jawa Tengah, setahun lagi. Masa hukuman yang berakhir 9 Desember itu untuk kasus tuduhan penggelapan uang senilai Rp 184 juta di tempat ia bekerja, PT Sumber Buana Motor (SBM), cabang Purwokerto. Untuk perkara ini, Neni diganjar hukuman 1 tahun 2 bulan. Sementara hukuman setahun lainnnya, untuk kasus penggelapan 17 Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) milik pelanggan PT SBM.
Hukuman kedua itulah yang membuat anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Bambang Sapto Aji-Titi Harianti begitu kecewa terhadap aparat penegak hukum yang menangani perkara ini. "Saat pemeriksaan di Polres Banyumas untuk kasus penggelapan uang dan BPKB, hanya berselang beberapa hari. Semua pemeriksaan dilakukan sebelum saya ditetapkan sebagai tersangka paska kasus pertama. Lha, sekarang kenapa kasusnya harus dipisahkan?"
Neni pun merasa dipermainkan. "Bagi polisi mungkin ini hal biasa tapi bagi saya efeknya jelas luar biasa. Saya masih punya tanggungan anak kecil," jelas perempuan berkacamata ini. Apalagi, hukuman keduanya telah menggugurkan pembebasan bersyarat yang sebagian sudah dijalaninya. "Dengan dijatuhinya hukuman (kedua) ini, saya jadi harus menjalani hukuman penuh untuk perkara pertama," katanya dengan mimik sedih.
Masuk Lagi
Sejatinya, jika tak divonis dua kali, Neni sudah bebas tanggal 17 Juli lalu. Hari itu Neni pun sudah bisa menikmati pembebasan bersyarat atas hukuman 1 tahun 2 bulan. Namun begitu keluar dari LP Banyumas, Neni kembali digelandang jaksa ke Polres Banyumas.
Usai diperiksa, ia langsung ditahan untuk kasus penggelapan 17 BPKB. "Tapi Pak Djoko (Djoko Susanto, pengacara Neni, Red.) langsung mengajukan praperadilan." Dua hari kemudian Neni dibebaskan kembali dan gugatan praperadilan pun dicabut.
Di hari pembebasannya, kata Neni, dunia terasa begitu cerah. Kebahagiaannya pun membucah. Yang ada di benak Neni hanya lah wajah lucu Farel Elmino (2,5), putranya. "Saya ingin bayar utang ke El (panggilan Farel, Red.). Sebagai ibu saya merasa bersalah tak bisa mengasuh El selama dipenjara," harap Neni seraya mengaku sempat membuang pakaian di Sungai Klawing pasca dibebaskan."Untuk buang sial," jelasnya.
Selama bebas, ia tak bisa lepas dari El. Ketika El sudah lengket lagi bersamanya, mendadak Neni ditelepon penyidik Polres Banyumas untuk menyelesaikan kasus penggelapan 17 BPKB milik konsumen. "Katanya cuma untuk lapor saja. Ternyata saya langsung ditahan. Duh... rasanya tak karu-karuan. Saya sama sekali tak ada persiapan. Hanya ada pakaian yang melekat di badan. Mental saya pun jelas tak siap bila harus ditahan lagi. Saya kira semua urusan sudah beres."
Masih terbayang di ingatan Neni ketika harus meninggalkan El saat itu. "Dia pengin ikut. Tapi saya bohongin, akan beli mainan sebentar. Ternyata sampai sekarang mamanya belum bisa pulang," tutur Neni dengan mata menerawang. "Sedih kalau memikirkan soal ini. Sudah ah...," pintanya.
Terancam Cerai
Neni lalu bercerita soal El yang kini harus tinggal di rumah Prapti, mertuanya, di Desa Karangsentul, Purbalingga (Jateng). "Saat dibebaskan bersyarat, saya memang tinggal bergantian di rumah orangtua dan rumah mertua. Tapi sejak saya ditahan, suami (Fajar Heri, Red.) melarang El tinggal di rumah orangtua saya. El, kan, anak saya juga. Dia punya hak main sama kakek-neneknya, budenya. Tak ada hak dia melarang."
Padahal, lanjut Neni, hanya Titi (ibunya) yang dekat dengan El. "Sejak lahir, Ibu mengurus El. Bahkan di awal saya bebas bersyarat, tiap malam El maunya tidur sama neneknya. Minum susu juga maunya dibikinkan neneknya," tambah Neni. Itu sebabnya saat Fajar minta El tinggal di rumah ibunya, Titi terpaksa ikut tinggal di sana.
Kondisi ini, menurut ayah Neni, Bambang Sapto Aji, ibarat "tersandera" di rumah besan. Ucapan Bambang soal hubungan antara istrinya dan besannya, ada benarnya. Ketika NOVA menemui Prapti maupun Titi, Kamis (6/12) siang, terlihat hubungan mereka kurang harmonis. Ini ditunjukkan saat keduanya memilih tempat duduk. Prapti duduk di sofa panjang, sementara Titi di kursi yang jauh berseberangan.
Jawaban keduanya pun tak seragam. Saat ditanya apakah benar Neni akan diceraikan Fajar, Prapti mengaku tak tahu. "Itu urusan mereka, saya tak mau ikut campur," jelas mantan guru ini. Sementara Titi langsung berujar, kabar itu benar adanya. "Saya dengar sendiri Fajar mau menceraikan Neni. Suami saya juga dengar."
Titi mengaku rela tinggal di rumah besannya, meski merasa tak nyaman, hanya untuk satu tujuan. "Ini semua demi El dan Neni," katanya. Andai benar Neni dan Fajar nanti bercerai, ia pun berharap El akan ikut Neni, putrinya.
Kerja Demi Keluarga
Akan halny Neni, ia membenarkan suaminya sudah mengucapkan kata akan menceraikan dirinya. "Semula saya ingin mempertahankan rumah tangga demi El. Saya berjanji, bila memang ada yang salah, saya minta maaf dan tak akan mengulangi lagi. Tapi suami tetap ngotot."
Sejak dipenjara, hubungannya dengan Fajar jadi tak harmonis. Sepertinya Fajar dan keluarganya kecewa Neni tak menceritakan persoalan yang membelitnya ke keluarganya. Mereka tiba-tiba mendapat kabar Neni harus masuk penjara. "Saya memang tak pernah menceritakan masalah kantor ke suami. Apalagi dia sibuk kerja. Saya kerja, kan, demi keluarga. Saya, toh, tidak keluar malam untuk dugem dan sebagainya. Saya keluar rumah, ya, untuk kerja."
Andai boleh memilih, Neni mengaku ingin jadi ibu rumah tangga saja, mengurus anak dan keluarga. "Tapi apa mungkin dengan kondisi ekonomi keluarga kami yang begini? Saya terpaksa kerja demi menambah uang belanja," kata Neni yang sudah lima tahun bekerja sebagai kasir di PT SBM dengan gaji Rp 1,3 juta per bulan.
Namun demikian, Neni mengaku tetap bekerja sungguh-sungguh. Ia jarang cuti demi keluarga. "Bahkan sewaktu luka oparasi caecar saya belum kering benar, saya masuk ke kantor naik motor. Ini bentuk tanggung jawab saya sebagai karyawan. Tapi apa balasannya? Saya justru dikorbankan," keluhnya.
Sebagai kasir, Neni bertugas membuat laporan penjualan tunai menjadi cash dengan tempo. Penjualan tunai memang bisa mendongkrak penjualan motor di PT SBM Cabang Purwokerto. "Hanya saja biasanya pembeli minta diskon banyak. Nah, untuk menutupi diskon itu, uangnya ditutup atau diambil dari penjualan berikutnya."
Sukrisna / bersambung
KOMENTAR