"Abi, ini Mama datang. Abi baik-baik saja? Kan, Abi seorang ksatria. Makanya Abi harus kuat. Perjuangan Abi masih panjang," begitu kalimat yang berulang-ulang kubisikkan ke telinga anakku, Israq Abimanyu (11) alias Abi, saat aku menjenguknya. Sekarang, Abi masih tergolek lemah di Ruang ICU Rumah Sakit UKI, Jakarta. Sejak operasi pengangkatan tumor otak tanggal 30 Juli lalu, ia tak sadar lagi. Artinya, sudah sekitar dua bulan ini Abi koma.
Melihat kondisi anak sulungku seperti itu, tentu aku sedih. Bahkan, ketika mendengar dokter memvonis ada tumor di otaknya, aku sangat syok. Namun aku tak berlama-lama dalam kesedihan. Aku mesti bangkit dan harus selalu kuat untuk terus mendampingi Abi. Tak ada lagi waktu untuk termenung. Aku harus selalu optimis. Bahkan, aku tidak lagi menyebutnya sebagai musibah. Namun ini justru karena Allah menyayangi kami sekeluarga.
Terbukti, begitu banyak yang memperhatikan dan menyayangi Abi. Puluhan ribu orang mendoakannya, termasuk pendeta. Meski aku seorang muslim, aku tidak keberatan. Toh, semua adalah insan Allah. Aku tetap optimis, berusaha menemani Abi agar bangun lagi. Ya, Nak, ayo cepat bangun.
Minta Ditemani
Setahuku, kondisi Abi selama ini baik-baik saja. Ia jarang sakit. Kalaupun sakit, paling hanya batuk atau pilek. Hanya saja April lalu, ia operasi usus buntu. Setelah operasi itu, ia bisa beraktivitas kembali. Ikut les, ujian semester, dan berhasil naik kelas 6 SD di Tambun, Bekasi, tak jauh dari rumah.
Anehnya, ia masih saja batuk dan pilek. Kupikir, apakah ada hubungannya dengan operasi usus buntunya? Ternyata tidak. Saat Abi masih liburan, aku kembali mengantarnya ke dokter. Dokter pun memberinya obat pusing dan muntah. Aku juga memberinya vitamin. Tapi, Abi tidak kunjung fit. Ketika dicek, semuanya bagus. Tapi, kok, masih sering muntah?
Selanjutnya, dokter melakukan CT Scan. "Mudah-mudahan enggak apa-apa. Paling jauh, sarafnya kejepit." Begitu harapan dokter. Ternyata, hasilnya sama sekali tidak pernah kubayangkan. Ada tumor yang sudah membesar di bagian otak kecilnya, sekitar 3,2 cm panjangnya. Posisinya dekat batang otak.
Langsung aku diminta konsultasi ke dokter bedah saraf. Menurut dokter, tumor sebesar itu harus dioperasi. Begitu tahu hasil CT Scan di siang bulan Juni itu, malamnya Abi mesti menjalani operasi pemasangan selang dari otak.
Akibat tumor itu, terjadi penyumbatan yang mengakibatkan cairan di otak menumpuk. Cairan ini berbahaya. Pertolongan pertama adalah mengeluarkan cairan. Alhamdulillah, selama ini Abi tidak pernah mendapatkan serangan yang menyakitkan. Pemasangan selang pun berjalan lancar. Cairan berhasil keluar dengan baik. Abi pun tidak pusing dan muntah lagi.
Kami percaya sepenuhnya kepada tim dokter di RS Bekasi itu. Kata dokter, "Kita berkejaran dengan waktu karena ini jenis tumor ganas. Perkembangannya termasuk cepat." Sekitar dua minggu kemudian, Abi mesti menjalani operasi lanjutan. Hanya saja, di RS Bekasi peralatannya enggak lengkap. Kami lalu dirujuk ke RS UKI.
Saat dibawa ke RS UKI, kondisi Abi masih tampak sehat. Mumpung Abi fit, operasi segera dilaksanakan. Dokter juga menjelaskan risiko operasi yang fifty-fifty. Artinya, dari 10 orang yang menjalani operasi seperti ini lima bisa bertahan, tapi lima lainnya tidak. Mudah-mudahan Abi termasuk yang bertahan. Lagi-lagi kami menggantungkan kepercayaan sepenuhnya kepada dokter. Apa pun risikonya kami terima.
KOMENTAR