Aku menjawab spontan, "Ya, diproses saja." Maksudku, soal ini dilaporkan saja ke pihak berwajib agar semuanya clear. Begitulah, Selasa itu (27/11), ditemani pihak RS, aku nekat melaporkan kejadian ini ke Polres Jakarta Selatan. Aku memang ingin semua terungkap jelas.
Aku senang sebab polisi segera menanggapi laporanku. Hari itu juga dari RS, LN dibawa ke tempat kejadian perkara (TKP) di rumah kontrakannya, Pondok Aren, Tangerang, lalu dimintai keterangan. Mantan suamiku sempat protes, "Siapa yang lapor polisi? Kamu atau pihak rumah sakit?" Dengan cuek aku jawab, "Mana kutahu?!"
Sambil menunggu hasil pemeriksaan polisi, aku menjaga Junis dengan perasaan cemas. Sepanjang menunggu, tak ada perubahan berarti dari Junis. Ia tetap diam tak sadarkan diri. Aku terus berdoa demi kesembuhannya, membaca salawat dan surat Yassin. Tetap tak ada respons.
Hingga akhirnya Kamis (29/11) sekitar jam 05.30, Junis mengembuskan napas terakhirnya. Ya Tuhan, aku amat sangat terpukul. Dalam hati aku jelas tak rela. Menjelang pemakaman, aku bertemu Nahnu dan kembali kuungkapkan keherananku kenapa ia seolah tak peduli kondisi Junis.
"Kenapa kamu enggak curiga?" teriakku pada Nahnu. Ia membela diri karena sebelumnya Junis pernah jatuh dari meja saat ikut ayahnya ke tempat kerjanya di sebuah usaha komputer. Namun aku tak ingin berdebat lebih panjang dengannya.
Sorenya sekitar jam 16.00, Junis dimakamkan di pemakaman keluarga di Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Cekik & Banting
Penyebab kematian Junis akhirnya terungkap lewat pernyataan anak sulungku, Tiara. Belakangan ia mau bercerita, adiknya kerap dianiaya oleh ibu tirinya. Bahkan, Tiara bertutur, ia sempat disuruh LN membantu mengikat tangan Junis. "Kakak, kok, mau?" tanyaku. Ia mengaku sangat takut kepada LN. Takut diusir jika tak menuruti kehendak LN.
Semula LN tak mau mengakui perbuatannya. Namun setelah diperiksa secara intensif oleh polisi, barulah ia mengungkapkan segalanya. Batinku sungguh teriris mendengar ia menghajar Junis dengan talenan dan mencolok matanya. Pernah pula Junisku ditampar, dibanting, dan dicekik. Astagfirullah...
Siapa yang terima dan rela anak kandungnya diperlakukan sebegitu rupa? Aku pun tidak! LN harus mempertanggungjawabkan perbuatannya! Ia mesti dihukum berat. Aku ingin ia dihukum seumur hidup. Tindakannya begitu sadis. Apalagi terhadap Junis yang masih balita. Andai Junis nakal dan membuatnya jengkel, tak semestinya ia menurunkan tangan jahat.
Alasan yang LN ungkapkan pun, menurutku, tak masuk akal. Junis dikatakan nakal dan sering berantem dengan kakaknya. Misalnya, rebutan makanan. Anak berantem, kan, wajar? Kenapa sampai tega menganiayanya? Apalagi, ia menganiaya Junis di depan mata kakaknya. Sungguh kejam!
Hingga kini aku masih sulit memahami perbuatan LN. Dulu aku justru mengkhawatirkan nasib Tiara yang lebih aktif dibanding Junis. Ternyata justru si pendiam Junis lah yang jadi korban.
Henry Ismono / bersambung
KOMENTAR