Hanta Yuda Strategi Bahasa Ilustrasi
Belakangan wajah pengamat politik Hanta Yuda (32) kerap tampil di layar kaca. Pengamatannya yang tajam terhadap situasi politik Indonesia membuatnya kerap diundang menjadi narasumber berbagai acara. Bahkan, dalam satu hari ia bisa menerima dua undangan sekaligus dari stasiun teve. "Sepanjang waktunya cukup, saya bersedia memenuhi undangan. Misalnya saja pagi hari untuk stasiun teve A, kemudian sore hari untuk stasiun teve lainnya," papar Hanta. Pria yang mengaku tak membeda-bedakan media ini juga kerap jadi narasumber bagi media cetak dan online.
Menjadi pengamat politik untuk media hanya salah satu kegiatan Hanta. Kegiatan lainnya adalah melakukan penelitian mandiri dan menulis artikel di media. Sudah banyak media yang memuat artikelnya, misalnya saja Majalah Tempo, Harian Kompas, Jakarta Post dan lainnya. "Saya memang ingin berkontribusi dalam perkembangan wacana politik di Indonesia."
Hanta sudah menulis buku berjudul Presidensialisme Setengah Hati, buku yang diangkat dari skripsinya. Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama ini termasuk buku politik yang banyak dicari. "Saya juga terlibat menulis chapter di berbagai buku," papar Hanta yang terkenal tajam analisisnya.
Sejak remaja, Hanta mengaku sudah suka berorganisasi. Semasa SMA tinggal di Bangka, "Saya aktif ikut kegiatan dan organisasi di sekolah, mulai dari OSIS sampai Paskibraka. Lulus SMA, saya melanjutkan ke Fisipol UGM, jurusan pemerintahan," ujar Hanta yang IPK-nya mencapai 3,8. Selama kuliah, "Saya sempat terpilih jadi ketua BEM (Badang Eksekutif Mahasiswa) selama dua tahun. Saat itulah saya mulai menulis di media," ujar Hanta yang belajar leadership lewat organisasi yang diikutinya.
Atmosfer Jogja yang kental dengan suasana akademisnya, membuat intelektualitas Hanta kian terasah. "Saya kerap mengikuti berbagai acara diskusi dan seminar. Dari sana, saya banyak menimba ilmu," papar pria yang pernah menggagas sekolah pendidikan anti korupsi ini.
Lulus kuliah tahun 2006, Hanta ke Jakarta dan bergabung dengan The Indonesian Institute, lembaga penelitian kebijakan publik. Ia menjadi salah satu staf peneliti bidang politik. Kegiatan yang dilakukannya antara lain, "Tahun 2008 kami melakukan meta analisis tentang kekuatan dan kelemahan partai politik di Indonesia. Selain itu ikut survei Pilkada DKI dan program penguatan Dewan Perwakilan Daerah RI."
Sejak itu hingga sekarang, Hanta juga makin aktif menulis. "Bagi saya, pekerjaan menulis sungguh mengasyikkan. Dalam menulis, tentu saya harus melakukan analisis tanpa keberpihakan. Sebagai akademisi, saya memang mesti netral, independen, dan obyektif."
Hanta menduga, tulisannya di berbagai media itulah yang membuat media teve mengundangnya jadi pembicara. "Banyak, lho, pengalaman menarik saat berdiskusi dengan dua pihak berseberangan. Nah, dalam posisi itu, saya mesti menjadi penengah dan tetap netral," tutur Hanta yang dalam kesempatan itu sekaligus memberi pendidikan politik kepada masyarakat.
Dalam melakukan analisisnya, papar Hanta, "Saya lebih senang memakai bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Misalnya dengan menggunakan ilustrasi. Ini juga strategi agar pihak yang dikritik tidak tersinggung. Analisis saya, kan, tidak semata-mata menyerang. Tapi lebih memberi masukan. Saya menyampaikan pemikiran sekaligus memberi masukan. Andai saja poin pemikiran yang saya sampaikan tidak diterima, saya kira wajar saja," kata pria yang sempat ingin jadi tentara ini.
Yang pasti, Hanta tetap akan menyumbangkan pemikirannya demi kedewasaan berpolitik di Indonesia.
Henry Ismono / bersambung
KOMENTAR