Pokok permasalahan yang disengketakan, tanah yang tadinya dianggap sebagai aset pemerintah kini diminta kembali oleh ahli waris Haji Kasim yang konon, dahulu pemilik tanah tersebut. Mereka pun menuntut ganti rugi atau lahan dikembalikan oleh pemerintah kota Depok.
Akibat terlantarnya para murid, komisi B bidang Pendidikan DPRD Kota Depok sempat menyarankan Pemkot Depok membayar ganti rugi. Saran ini belum ditanggapi, ahli waris sudah mengajukan sengketa ke Pengadilan Negeri Depok. Sekolahpun menjadi korban dan disegel.
Memandang hal tersebut, aktivis dari Change.Org Indonesia COI tak tinggal diam. Macetnya proses negosiasi ini dianggap telah mengorbankan masa depan anak-anak.
Bersama para walimurid dan warga sekitar, terkumpul 1000 lebih tanda tangan di website yang mendukung para walimurid mendapat jawaban dari pemerintah. Menurut Verra Triana salah satu walimurid, langkah ini penting untuk mendapat jaminan keamanan juga bagi anak-anak dalam menuntut ilmu. "Kami harap Pemkot Depok memberi kepastian atau jaminan keamanan anak-anak kami," ungkapnya dalam siaran pers COI.
Bersama aktivis COIUsman Hamid, mereka mendatangi KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Jumat (27/7) siang kemarin. Setelah berjalan rapat, akhirnya diambil kesimpulan, "KPAI menyesalkan penyerangan dan penyegelan sekolah dan polisi yang ada di lokasi hanya diam melihat kejadian tanpa berusaha mencegah dan meralang," ungkap M Ihsan. Msi, sekretaris KPAI dalam pesan elektroniknya.
KPAI juga akan meminta kepastian pada Walikota Depok mengenai status sekolah dan apakah akan dibayar ganti rugi pada pemilik tanah.
"Opsi yang lain, apakah bisa merelokasi sekolah ke tempat di sekitar sekolah saat ini dan bukan tempat yang jauh. Kami minta Pemda Depok, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kemendiknas segera merespon dan memberikan kepastian berikutnya agar tak mengorbankan anak-anak," ujar Ihsan sembari membeberkan langkah berikut KPAI yang akan mengirim surat kepada Walikota Depok, Gubernur Jabar dan Kemendiknas.
Laili
KOMENTAR