Menjaga warisan budaya ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Ketika zaman terus berganti dan pengaruh budaya luar terus menerus masuk ke negeri ini, telah membuat sebagian tradisi asli bangsa ini terpinggirkan. Untuk itulah perlunya upaya dalam melestarikan warisan tradisi yang memiliki nilai seni dan ekonomi tinggi. Salah satunya, tenun Bali.
Memang tak dapat dikatakan sedikit pihak yang memiliki niat baik untuk membantu para penenun Bali, yang kian hari dirasa kian menurun jumlahnya. Namun dari sejumlah pihak yang telah membantu tadi rasanya memang tak banyak yang melakukannya secara intensif dan berkesinambungan hingga benar-benar mengangkat citra para perajin tenun Bali.
Di antara sedikit pihak itu adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang bekerjasama dengan Cita Tenun Indonesia (CTI) -komunitas perempuan pencinta, pemerhati, dan pakar tenun Indonesia- yang sejak 2009 telah berusaha mengangkat kembali citra para perajin tenun Bali ke tempat yang seharusnya. Yakni ke puncak kejayaan mereka. Lantas, langkah apa yang telah dilakukan Garuda dan CTI selama tiga tahun terakhir ini?
Ridwan Edi, Senior Manager CSR (Corporate Social Responsibility) dan PKBL (Program Kemitraan dan Binaan Lingkungan) PT Garuda Indonesia mengatakan, "Menurut pengamatan kami, tradisi tenun hampir mengalami kepunahan. Untuk itu, Garuda yang punya visi dan misi melestarikan kekayaan budaya Indonesia ingin sekali menggugah masyarakat setempat untuk kembali mencintai budayanya, terutama tenun. Garuda lalu bekerja sama dengan CTI mengangkat kembali tenun Bali, Lombok, dan Sambas, untuk program 5 tahun ke depan."
Mengapa tenun Bali, Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan Sambas (Kalimantan Barat), Ridwan memaparkan, "Bali kami anggap sebagai jendela pariwisata Indonesia. Garuda juga sangat diuntungkan karena banyak wisatawan menggunakan maskapai kami menuju Bali. Untuk itulah kami memilih Bali, di mana sentra perajin tenunnya banyak berada di Desa Sidemen, Kabupaten Karangasem. Sementara Lombok, selain alamnya yang tak kalah indah dengan Bali, kain tenunnya memiliki motif khas, perpaduan antara Bali dan Indonesia Timur."
Sedangkan Sambas (Kalbar), lanjut Ridwan, "Jelas kami ingin mengangkat kain tenunnya karena wilayah ini berada di perbatasan antara Indoensia dengan negara tetangga Malaysia dan Brunai Darussalam. Sehingga kami ingin masyarakat Indonesia tahu lebih jauh mengenai budaya Sambas agar para perajinnya makin berkembang dan produk tenunnya juga lebih dikenal di negeri sendiri."
Untuk membantu para perajin tenun di tiga wilayah di Indonesia ini, lanjut Ridwan, Garuda telah mengeluarkan dana berupa pinjaman modal bagi para perajin dengan jangka waktu pengembalian selama 3 tahun.
Selanjutnya, mengajak para perajin tenun untuk semakin mengembangkan produk tenunnya dengan menggunakan bahan baku berkualitas baik, struktur tenun yang baik, serta kontrol kualitas produk yang baik, ternyata tak mudah. Inilah yang semula dirasakan tim Program Pelatihan dan Pengembangan Perajin CTI, yang koordinasinya diketuai Sjamsidar Isa atau akrab disapa Bu Tjammy.
Sebelum sampai ke pemberian pelatihan kepada perajin, papar Tjammy, timnya melakukan sejumlah persiapan yang diawali dengan FGD (focus group discussion) persiapan tim kerja, lalu studi kelayakan (survei), dilanjutkan dengan FGD hasil studi dan perencanaan pengembangan desain. Kemudian pelatihan (pengembangan struktur tenun, ragam hias, dan teknik pewarnaan), lalu evaluasi, dan terakhir presentasi uji coba pasar dan promosi.
Untuk Program Pelatihan dan Pengembangan Perajin Tenun Bali, Tjammy didampingi oleh Koestriastuti (koordinator pelatihan), Ratna Panggabean (desainer tekstil), Marsono (ahli struktur dan pewarnaan), Koes Surono (desainer interior/produk), dan Priyo Oktaviano (desainer fashion).
KOMENTAR