Kebijakan BUMN GA alias Garuda Indonesia yang melakukan PHK ketiga awak kabinnya karena tak berbadan proporsional , membuat IKAGI (Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia) juga menuntut keseimbangan.
Awak kabin yang selama ini hanya mendapat tunjangan kecantikan berupa voucher salon Rp 300.000,- per tahun, menganggap perusahaan tak serius menjaga keseimbangan hak kewajiban perusahaan dan karyawan.
"Kalau Garuda Airlines ingin kita (awak kabin) tampil bagus, kami perlu anggaran juga," tukas Dewi Anggraini dari IKAGI mewakili rekan-rekannya.
Menurut Dewi, banyak dari fasilitas kecantikan dari GA yang tak masuk akal. Mulai dari voucher pusat kebugaran yang hanya seminggu sekali dan dengan jam istirahat minim sehingga sulit diikuti, voucher salon yang hanya untuk penampilan rambut saja, dan sebagainya.
Jika perusahaan tetap menuntut berbagai kelayakan awak kabin ala peragawati, IKAGI menginginkan tambahan biaya lebih besar dari tunjangan yang ada saat ini.
"Logikanya, kalau ada pengeluaran berlebih harus ada keseimbangan juga dengan tunjangan diberikan. Bagaimana orang tersebut dapat merawat diri jika memiliki uang untuk membiayainya?" tukas Dewi kepada tabloidnova.com.
Atas kebijakan yang dikenakan, IKAGI mengajukan beberapa tuntutan diantaranya tunjangan kecantikan Rp 1.000.000,- per orang perbulan. Walaupu menurut hemat mereka hal ini masih jauh dari angka yang sebenarnya.
"Paling tidak perusahaan memenuhi setengah dari yang kami tuntut karena ini untuk biaya make up, salon dan perawatan rambut serta tubuh. Di maskapai internasional sekelas kami, mereka memberikan nilai yang lebih besar atau memasukkan biaya ini dalam upah yang besar," cetus Dewi.
Sayangnya, setelah tunjangan ini di sepakati sejak tahun 2011 belum ada realisasi dari perusahaan hingga detik ini.
"Putusannya sudah hitam di atas putih, tapi belum direalisasi. Katanya perjanjian kerja umum saja belum ditanda tangani dan kesepakatan ini masuk di dalamnya. Kalau belum ditanda tangani, bagaimana kami mendapatkan hak kami?" ujar Dewi menyangsikan kesungguhan GA.
Laili
KOMENTAR