Kabar terbunuhnya Titi menggegerkan kampung halamannya di Desa Jetis, Nganjuk (Jatim). Musrikah (59), ibu Titi, hanya bisa menangisi putrinya yang sedianya akan naik pelaminan. "Adam sudah menikahi Titi secara siri enam bulan lalu. Kalau ingat semua ini, sedih hati saya," ujar wanita yang sehari-hari berjualan bumbu dapur.
Sejak remaja, lanjut Musrikah, Titi selalu bekerja keras. "Saat masih sekolah, Titi mengumpulkan uang sakunya untuk dibelikan barang keperluan sehari-hari lalu dijual lagi di pasar. Keuntungannya ditabung lagi," kenang Musrikah.
Perjalanan Titi merantau ke Jakarta, sebut Ernawati (38), kakak sulung Titi, terbilang sukses. Setelah keluar dari pabrik garmen, Titi mengembangkan usaha kredit. "Dia juga cerita baru membuka bengkel motor di sebuah ruko. Katanya omset usaha kreditnya Rp 70 juta per bulan sedangkan dari bengkel dapat Rp 2,5 juta per dua hari."
Namun, di balik suksesnya, "Titi sangat tertutup. Apalagi tentang masalah pribadinya," sebut Musrikah. Begitu tertutupnya, Musrikah baru tahu putrinya menjalin cinta dengan Adam setelah keduanya melangsungkan pernikahan siri di Jakarta. "Kalau saya tanya kenapa tidak diperkenalkan jauh-jauh hari, dia hanya menjawab nanti juga kenal saat acara resmi di desa. Ah, saya tak menyangka jadinya begini," tutur Musrikah.
Kini kebahagiaan Titi yang hendak memulai keluarga kecilnya dengan Adam dan bayi dalam kandungannya, tinggal kenangan...
Drama gagalnya pernikahan karena sang calon mempelai terbunuh, juga terjadi di Desa Pardumoan Nauli, Simalungun (Sumut). Yayuk Nurhayati alias Ayuk (20) seharusnya naik pelaminan tanggal 23 Juni lalu. "Undangan sudah disebar. Baju pengantin, perias pengantin, sewa keyboard untuk hiburan, bahkan perlengkapan tempat tidur, sudah dipesan," jelas Nunung (50), ibu Ayuk.
Rencana tinggal rencana. Minggu (3/6), mayat Yayuk ditemukan di area perkebunan Hutapadang, tak jauh dari kediaman Nunung. Memang, malam sebelumnya Ayuk pergi keluar rumah dan tak pernah kembali. "Saya dengar Ayuk menelepon calon suaminya, Ad (22). Setelah menutup telepon itulah dia keluar rumah."
Meski begitu, tak terbersit di benak Nunung, Ad lah yang menghabisi nyawa putrinya. Terlebih, "Ayuk sudah hamil lima bulan. Selama ini, Ad juga menunjukkan sikap yang baik. Pembawaannya tenang," kata Nunung sambil menggelengkan kepala tak percaya.
Dikisahkan Nunung, Ayuk sudah pacaran dengan Ad sejak tiga tahun lalu. Mereka kenalan saat Ayuk bekerja sebagai penjaga counter pulsa di kawasan Mandoge, dekat rumah Ad. Saat itu Ad hendak beli pulsa. "Kabarnya, setelah pertemuan itu Ad sering menyambangi Ayuk di tokonya. Suatu saat, Ayuk mengajak Ad main ke rumah. Saya lihat anak itu baik, sopan, dan tak banyak omong. Pekerjaan Ad memang serabutan tapi Ayuk suka padanya," ujar Nunung. Itulah sebabnya, saat Ad melamar Ayuk Januari silam, Nunung menyambut dengan gembira. "Kalau akhirnya seperti ini, saya tidak bisa terima. Saya ingin dia dihukum berat!"
Sementara itu, Ad yang kini mendekam di ruang tahanan Polsek Perdagangan, mengaku menyesal. "Tapi saya mau bilang apa lagi? Semua sudah terjadi," ujarnya datar. Alasannya membunuh sang calon istri pun diungkapnya tanpa menampakkan emosi. "Saya bimbang. Saya sempat punya dua pacar lagi setelah jalan bersama Ayuk. Hanya saja, saya bingung karena Ayuk hamil. Apalagi, rencana hari pesta pernikahan sudah dekat dan saya tidak punya cukup uang untuk biaya pesta," ujar karyawan pabrik karet gelang di Mandoge ini.
KOMENTAR