Jika benar sangkaan terhadap Ing, perancang baju pengantin ini terancam hukuman seumur hidup. Karier dan kehidupannya pun akan hancur. Setelah ditangkap polisi dan ditahan di Polrestasbes Bandung (Sabtu, 2/6), ia tak henti-hentinya menangis. "Jelas dia depresi di dalam tahanan," ujar kuasa hukum Ing, Purnama Susanto SH dan Ismadi. S. Bekti SH.
Ing tertekan, kata Ismadi, karena ia bukan otak pembunuhan terhadap Husein seperti yang dituduhkan. "Kalau dia otaknya, berarti dia yang merencanakan semua proses kejahatan ini dari awal hingga akhir. Seperti bagaimana caranya korban dibunuh, kapan, atau oleh siapa. Ini, kan, tidak begitu ceritanya," tukas Ismadi yang ditemui usai mendampingi Ing menjalani pemeriksaan. "Klien saya memang bersalah tapi tak sebesar yang dituduhkan padanya."
Kesalahan terbesar yang dilakukan Ing, masih kata Ismadi, adalah berkonsultasi masalah Husein dengan orang yang salah. "Ing salah konsultasi. Bukannya ke pengacara atau polisi, dia malah konsultasi ke preman."
Dua Opsi
Adalah Agn, pria yang diajak konsultasi oleh Ing mengenai kisruh permasalahannya dengan sang mantan suami. "Ayah Ing, Chandra, yang memperkenalkan Ing dengan Agn. Dia pernah bekerja di sebuah perusahaan keamanan dan orang kepercayaan salah satu kakak Chandra."
Peristiwa penembakan bisa terjadi, sebut Ismadi, bermula dari rasa tak aman yang diderita Ing setelah perceraiannya dengan Husein. Maret 2012, Pengadilan Agama Bandung mengeluarkan putusan cerai antara Ing dan Husein dan melimpahkan hak asuh Sa, anak mereka, kepada Husein. Padahal, pada kenyataannya Sa lebih memilih tinggal bersama ibunya. Tak rela hak asuh jatuh ke tangan sang mantan suami, Ing mengajukan banding. "Nah, setelah itu, beberapa kali Husein mengancam Ing untuk menyerahkan Sa. Dia juga minta Ing menyerahkan mobil Alphard. Bahkan Ing yang tengah mengendarai mobil pernah dihentikan oleh preman suruhan Husein."
Padahal, masih kata Purnama, mobil Alphard itu milik Ing. "Tiga bulan setelah menikah, Chandra membelikan sebuah Honda Jazz atas nama Ing. Karena Ing perlu mobil lebih besar untuk menjalankan usahanya, mobil itu dijual dan ia beli Kijang Innova." Belakangan, tanpa sepengetahun dan persetujuan Ing, "Husein menjual Kijang Innova dan membeli Alphard yang diakuinya senilai Rp 400 juta," lanjut Ismadi. Rupanya, saat Ing hendak memperpanjang STNK, mobil tersebut bodong alias tanpa surat-surat resmi. "Paling harganya Rp 100 jutaan."
Ancaman soal mobil itulah yang membawa Ing pada Agn. "Dia kasih dua opsi untuk menyelesaikan masalah dengan Husein," lanjut Purnama. Pertama, menganiaya Husein tetapi risikonya Husein balas menyakiti Ing lebih kejam. "Atau kedua, menghabisi Husein. Saat pertama kali diberi opsi, Ing bimbang. Apalagi, tiga minggu terakhir Husein makin royal mengancam Ing melalui telepon."
Untuk biaya konsultasi awal itu, Ing harus membayar Rp 10 juta. Berikutnya, Agn minta dana Rp 200 juta. "Ing yang tak punya uang tunai sebanyak itu lalu menyerahkan beberapa perhiasannya yang kemudian dijual Agn seharga Rp 110 juta."
Kamis (3/5) lalu Husein kembali mengancam Ing. "Lewat telepon, dia minta Ing mencabut banding atas keputusan cerai PN Bandung. Dia juga bilang akan menjemput Ing dan Sa pada Jumat (4/5) pagi. Kalau Ing tak menuruti permintaannya, Husein mengancam akan menculik Sa dan membunuh orangtua Ing."
Takut dengan ancaman tersebut, Ing langsung menghubungi Agn untuk minta saran. "Agn meminta Ing untuk 'mengikhlaskan' Husein. Ing tak mengerti apa maksudnya. Yang jelas, tak ada perintah Ing kepada Agn untuk membunuh Husein."
Jumat (4/5) pagi Husein tiba di rumah orangtua Ing. Ketakutan karena Husein membawa senjata api, lagi-lagi Ing menghubungi Agn. "Sekali lagi, Agn minta Ing untuk mengikhlaskan Husein. Tak tahunya Agn kemudian datang dan menembak Husein, tepat di depan rumah orangtua Ing."
Ing yang saat itu berada di dalam rumah mendengar dua suara tembakan di halaman. "Tapi dia tidak tahu apa yang terjadi dan tak berani keluar rumah," lanjut Purnama. Setengah jam kemudian, "Agn menghubungi Ing dan mengaku telah menembak Husein. Jelas Ing kaget karena dia sama sekali tak tahu atau menyetujui rencana tersebut."
Senin (14/5), Agn menagih sisa pembayaran Rp 50 juta. "Karena tidak memiliki uang dan takut keselamatannya terancam oleh Agn, Ing kembali menyerahkan sejumlah perhiasan." Selanjutnya, aksi Agn tercium polisi yang kemudian menyiduknya. Dari balik jeruji besi, Agn menyeret nama Ing.
Edwin Yusman F / bersambung
KOMENTAR