Tahap Pertama: Modal Jadi Penulis
Bagi Naning, menulis bukan persoalan bakat. Lewat pembelajaran yang selama ini ia lakoni, bakat bukan pemegang kunci utama. Inilah modal menjadi penulis seperti yang juga ia tuangkan dalam buku berjudul 24 Jam Creative Writing.
- Modal Pertama: Tekad mantap dan mau melakukan praktik menulis secara berkesinambungan.
- Modal Kedua: Banyak membaca berbagai buku bacaan untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan.
- Modal Ketiga: banyak bergaul atau bersosialisasi untuk menyelami kehidupan yang lebih baik.
- Modal Keempat: mempelajari bahasa dengan memahami berbagai kosakata sebagai media menulis.
- Modal Kelima: mempunyai sarana untuk menulis. Misalnya, komputer atau laptop. Jika tidak, "Pakai buku tulis atau kertas belanja pun jadi," ujar Naning.
- Modal Keenam: bertekad kuat menulis karya bermutu.
Modal sudah ada, lantas materi apa yang ditulis? Bagi Naning, apa pun di sekitar kita dan yang dekat dengan kita bisa menjadi bahan tulisan. Naning terlebih dahulu memberi gambaran, ibarat pohon, ada dua cabang utama penulisan kreatif. Yakni fiksi dan nonfiksi. Fiksi merupakan sebuah karya berbentuk karangan. "Bisa memadukan antara fakta dan imajinasi. Kita bisa lihat karya laris Laskar Pelangi. Karya ini berangkat dari pengalaman sang penulisnya, Andrea Hirata," papar Naning.
Karya Andrea itu merupakan karya fiksi berbentuk novel. Fiksi lainnya antara lain cerpen, naskah drama, skenario film, lirik lagu, puisi, dan seterusnya.
Cabang kedua nonfiksi, papar Naning, bahan tulisan murni dari data dan fakta yang akurat. Termasuk dalam bagian ini antara lain biografi, esai, memoar, laporan perjalanan, jurnalistik sastrawi. Nah, Anda tinggal memilih pohon apa yang ingin dijadikan materi tulisan.
Lantas dari mana memulai tulisan? Gampang saja. "Dari mana saja. Bahkan, bila Anda ingin memulai dengan mengumpat, menjerit, menangis, atau bersyukur. Letupkan saja kemarahan Anda. Misalnya, dimulai dengan kata "Gilaaa!!" Enggak apa-apa. Tuliskan saja dulu, apa yang menjadi kemarahan Anda. Ini nanti malah bisa menerapi Anda. Anda bisa curhat lewat tulisan. Nah, setelah itu baru Anda perbaiki kata-kata yang sekiranya kasar tadi."
Bagi seorang karyawan, papar Naning, tiap pekan ia bisa saja menuliskan kepenatannya pada suasana kantor. Antara lain ketidaksukaannya pada pimpinan. "Itu bisa mengurangi 70 persen dari beban mental. Ini, kan, terapi mental," kata Naning. Jika persoalan kantor ini bisa ditulis dengan baik, tidak mustahil menjadi tulisan yang menarik. Bahkan bisa jadi buku tentang bagaimana mengatasi persoalan di kantor. Tulisan ini pun menjadi tulisan nonfiksi. Bila Anda ingin berimajinasi tentang situasi hati Anda, bisa dikembangkan menjadi fiksi.
Bagi Naning, aktivitas keseharian ibu-ibu juga menarik menjadi bahan tulisan. "Misalnya Anda punya anak yang berhasil jadi sarjana, Anda bisa menuliskan bagaimana cara mendidik anak sampai sukses. Bayangkan, bila ada 10 ibu menulis pengalamannya, pasti bisa jadi buku. Toh, pengalaman masing-masing ibu pasti berbeda satu dengan yang lain."
Naning juga memberi contoh, betapa aktivitas belanja yang ibu-ibu biasa lakukan juga bisa menjadi materi tulisan yang menarik. "Lihat saja buku Miss Jinjing, Belanja Sampai Mati. Buku itu, kan, berasal dari catatan harian penulisnya tentang pengalamannya berbelanja," ujar Naning yang sebelumnya kenyang pengalaman menjadi wartawan.
Ternyata, buku yang diangkat dari catatan belanja penulisnya, Amelia Masniari, bisa menjadi buku laris. Padahal, buku itu berawal dari catatan sang penulis yang semula ditulis di blog pribadi.
Kembali Naning memberi ide. "Tak ada salahnya juga ibu-ibu menulis tentang kegiatan arisan. Tentu saja bukan sembarang arisan. Misalnya dalam arisan itu ada kegiatan lain yang bermanfaat. Arisan tak hanya ngerumpi tapi ada kegiatan yang bermakna," ujar Naning seraya mengatakan, kumpulan resep pun bisa menjadi bahan tulisan. "Banyak, kan, buku resep yang ada di toko buku. Anda bisa menuliskan, misalnya, resep tradisi keluarga."
KOMENTAR