Sehari-hari, Retno Rusdjijati adalah dosen tetap di Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Magelang. Selain itu, ia aktif di LP3M (Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian pada Masyarakat) di kampusnya. Sejak 2009 hingga 2011 Retno juga menjadi tenaga ahli Kementerian Perindustrian untuk mendampingi IKM (Industri Kecil-Menengah), khususnya olahan makanan di Kota Magelang.
Aktivitas inilah yang membuat Retno kerap bertemu para pelaku IKM. Bahkan, ia sering mendengar curhat soal kesulitan yang dihadapi pelaku bisnis IKM, dari soal modal, alat, hingga kemasan produk. Salah satunya, ia mendengar keluhan perajin tahu di Kampung Trunan. Kampung ini menjadi sentra bisnis tahu. "Mereka minta dibuatkan mesin pembelah tahu pong karena ingin membuat kerupuk tahu,"jelas Retno.
Retno menindaklanjuti keluhan ini. Ia pun menggandeng rekan-rekan sesama dosen teknik. "Ada Pak Oesman dari Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri. Ia juga berkonsentrasi menangani industri kecil. Juga ada Pak Bagya Condro dan Pak Muji Setya dari Teknik Otomotif," terang Retno memerinci nama-nama timnya.
Kepada rekan sejawatnya, Retno menyampaikan permintaan para perajin tahu. "Kami berdiskusi untuk merancang alat pembelah tahu. Akhirnya bisa terwujud satu prototipe mesin yang mampu membelah tahu pong. Per menitnya bisa memproduksi sekitar 200 - 400 butir tahu, dioperasionalkan oleh satu orang saja. Bandingkan dengan gunting yang hanya mampu membelah 75 butir tahu per menit."
Terciptanya alat pembelah tahu pong, menurut Retno akan banyak membantu sekitar 10 -15 perajin tahu di Trunan. Satu prototipe alat yang sudah jadi itu kemudian dipinjamkan kepada pelaku IKM secara bergiliran dalam tempo beberapa bulan. Setelah paham manfaatnya, pembuat tahu diharapkan akan memesan atau membuat sendiri mesin itu.
"Memang, setelah diujicobakan ke produsen dari Yuka Snack, alatnya ada masalah. Sekarang sedang diperbaiki. Satu pengusaha yang sudah memesan secara pribadi dan menggunakannya adalah Pak Hasanuddin dari Cahaya Tidar. Mesin buatan kami terbukti mampu membantu produksinya yang mencapai satu ton per hari," jelas Retno yang berlatar belakang S1 dari jurusan Biologi Industri UKSW, Salatiga dan S2 dari Fakultas Kedokteran Kesehatan Kerja, UGM, Yogyakarta.
Beberapa waktu lalu, mesin pemotong tahu karya Retno dan teman-temannya sudah mendapatkan paten Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kementerian Riset dan Teknologi. Meski begitu, Retno tak keberatan bila pelaku IKM akan meniru mesin pembelah tahu pong yang digagasnya. "Niat awalnya memang membantu para pelaku usaha IKM," papar Retno.
Bila demikian, kenapa harus dipatenkan? "Kami sebenarnya tidak ingin mematenkan karena ini untuk kepentingan masyarakat. Tapi apa pun hak intelektual itu harus diakui. Pihak Litbang lah yang mengupayakan agar bisa dipatenkan," papar Dekan Fakultas Teknik UMM, Oesman, yang juga salah satu tim pembuat mesin pembelah tahu pong.
Mesin pembelah tahu pong, menurut Oesman telah memperhitungkan berbagai risiko yang akan ditimbulkan. Misalnya, soal risiko keselamatan kerja. Karena itu mesin dibuat lebih mekanis. Juga risiko efisiensi tenaga kerja. Bila awalnya memotong tahu melibatkan banyak tenaga kerja, maka dengan mesin hanya butuh satu tenaga kerja. Akibatnya akan menggusur tenaga kerja lainnya. "Tenaga itu bisa dialihkan ke bidang produksi lainnya untuk menutup produksi yang lebih banyak lagi," jelas Oesman.
Mesin pembelah tahu pong ini memiliki lebar 50 cm X 1 meter serta tinggi 80 cm. "Sangat proporsional. Kami memang sengaja mendesain mesin ini sesuai dengan kemampuan IKM. Tapi kami tidak memproduksi massal. Hanya membuat berdasarkan pesanan. Kami tidak mungkin memproduksi dalam skala besar karena tidak ada modalnya. Tujuan kami bukan industri, melainkan hanya membantu IKM. Harganya murah, kok. Terjangkau pelaku IKM."
KOMENTAR