SMK Telkom Sandhy Putra Jakarta Sekolah Berbasis Digital
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Telkom Sandhy Putra (TSP) Jakarta didirikan tahun 1992 oleh Menparpostel Soesilo Sudarman. Tujuannya, menyiapkan lulusan yang siap bekerja sebagai teknisi di berbagai perusahaan. Awalnya siswa yang masuk laki-laki semua, tapi setelah ada Jurusan Teknik Komputer Jaringan pada 2002, TSP mulai menerima siswa wanita. "Tapi tetap jumlah siswa laki-laki masih lebih banyak" ujar Kepala Sekolah SMK Telkom TSP, Jauharun Ni'am (37).
Ada empat jurusan di SMK ini. "Jurusan Teknik Switching untuk belajar dasar penggunaan komputer, Jurusan Teknik Transmisi yang mempelajari transmisi sinyal telekomunikasi melalui satelit, kabel, atau wireless," jelas Ni'am saat ditemui di SMK TSP, Jl. Daan Mogot KM 11, Jakarta Barat.
Dua jurusan lain adalah Teknik Jaringan Akses dan Teknik Komputer dan Jaringan. "SMK TSP dilengkapi berbagai laboratorium switching, transmisi, jaringan akses, teknologi informatika, software, jaringan komputer, multimedia, bahasa, elektronika, dan fiskim."
Meski ada jaminan diterima bekerja, tapi semua tetap tergantung pada siswa. "Pihak sekolah memfasilitasi siswa ke berbagai anak perusahaan lain. Saat ini saja ada perusahaan yang membutuhkan 1.000 karyawan, namun kami hanya memiliki 320 lulusan. Itu juga belum tentu semuanya mau bekerja karena ada yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi."
Yang membedakan SMK Telkom TSP dengan SMK lain adalah waktu belajarnya. "Kami masuk jam 07.00 sampai jam 16.00 karena banyak mata pelajaran tambahan," tutur Ni'am. SMK ini tak hanya ada di Jakarta tapi juga di Purwokerto, Malang, Banjarbaru, Makassar, dan Medan.
Soal biaya, tahun ini TSP mematok Rp 10.700.000 dengan biaya SPP Rp 525 ribu per bulan. "Kami juga sering mendapat prestasi seperti tahun 2011 lalu, juara 3 nasional di bidang Telkom Distribution Technology. Bahkan sudah menerima penghargaan ISO dan terakreditasi A," papar Ni'am yang juga pegawai Telkom.
Selama ini ada anggapan lulusan SMK Telkom kerjanya hanya memperbaiki kabel saja, tapi Ni'am ingin lulusan SMK Telkom sanggup membuat aplikasi multimedia. "Ada dua sekolah yang dicoba rintisan sekolah internasional, yaitu SMK Telkom di Medan dan Purwokerto." Ni'am juga akan terus meningkatkan pelayanan. "Saya pengin membawa SMK Telkom menjadi sekolah berbasis digital. Dimulai dari pemberian tugas memanfaatkan teknologi informasi. Semoga pada 2014 sudah bisa diwujudkan."
Di Jember (Jatim) terdapat Sekolah Kejuruan Perikanan dan Kelautan yang lulusannya sudah siap pakai di dunia industri bertaraf internasional. SMK Perikanan dan Kelautan Puger Jember ini sejak berdiri sudah melakukan kerja sama dengan Peekay Corporation, lembaga penyalur tenaga kerja untuk industri perikanan yang ada di Jepang. "Setiap tahunnya belasan bahkan puluhan lulusan kami diambil oleh lembaga tersebut, kemudian disalurkan ke perusahaan-perusahaan perikanan yang ada di Jepang. Itu belum termasuk perusahaan pengolahan ikan yang ada di Indonesia," kata Kuntjoro Dhiya'uddin, Kepala Sekolah SMK.
Sekolah yang dipimpinnya itu, lanjut Kuntjoro, memang sejak awal difokuskan untuk mencetak tenaga terampil yang bisa bersaing di dunia industri perikanan dan kelautan bertaraf internasional. "Bahkan sebelum lulus siswa sudah dibekali sertifikat penyelamatan diri di laut yang berstandar internasional. Makanya lulusan dari sini, sepanjang siswanya berniat kerja, hampir pasti tidak ada yang jadi pengangguran," imbuhnya.
Bahkan, jika memang tidak ingin segera bekerja tapi ingin tetap memperdalam ilmu kelautan dan perikanan, di sekolah tersebut juga sudah didirikan sub kampus D1 Poltek Universitas Negeri Jember secara gratis.
SMK yang berada di bawahan naungan Yayasan Ponpes Darul Bihar Puger ini memiliki tiga jurusan. Masing-masing, nautica kapal penangkap ikan, teknik kapal penangkap ikan, serta teknologi hasil perikanan. Untuk jurusan pertama dan kedua semua siswanya laki-laki, sebab mereka kelak dikhususkan sebagai tenaga terampil di kapal dan pengolah ikan di tengah laut. "Tapi untuk jurusan yang ketiga, sebagian besar perempuan sebab lulusannya kami salurkan ke perusahaan pengolahan ikan," papar Kuntjoro.
Siswa SMK ini juga diberi bekal praktik lapangan yang cukup. Misalnya, untuk nautica dan teknik mesin kapal, di tahun awal kelas dua siswa diwajibkan praktik di berbagai galangan kapal selama dua bulan. Ketika memasuki kelas tiga, siswa juga diwajibkan untuk kerja praktik ikut kapal penangkap ikan yang ada Benoa, Bali. "Jadi siswa di sini, sejak sekolah sudah tahu bagaimana bekerja di kapal penangkap ikan asing," imbuh Kuntjoro. Sejak kelas satu, siswa juga diajari Bahasa Jepang.
Namun, lanjut Kuntjoro, sekolahnya menganut sistem pendidikan setengah militer. Artinya, ia juga menerapkan ketahanan fisik serta menggembleng mental dengan disiplin yang tinggi. "Bekerja di bidang seperti ini tentu fisik harus prima serta mental harus kuat. Jika tidak bisa, bayangkan bagaimana dia bisa kuat berlama-lama bekerja di tengah lautan," dalih Kuntjoro. Makanya, "Biasanya, di tengah masa pendidikan jumlah siswanya mengalami penyusutan sampai 10 persen.
Kendati sekolahnya menghasilkan tenaga-tenaga terampil, biaya pendidikannya terbilang relatif rendah. Untuk masuk sekolah ini setiap siswa hanya dikenai biaya gedung sebesar Rp 2 juta, sedangkan SPP bulanannya hanya sebesar Rp 100 ribu. "Kami menarik biaya pendidikan rendah sekali, dan itu sangat meringankan siswa yang sebagian besar berasal dari daerah," jelas Kuntjoro yang setiap tahunnya menerima sekitar 100 siswa.
Noverita, Gandhi / bersambung
KOMENTAR