Perhatian Suwantji kepada Ut sesungguhnya beralasan. Ketika Ut duduk di kelas 3 SD, ia dititipkan ke Suwantji selama satu tahun karena kedua orangtuanya bekerja di Singapura. "Bude memang pendidikannya keras," ujar Ut menggambarkan watak bibinya. Selama tinggal bersama Suwantji, Ut mengaku pernah dipukul dengan penggaris kayu karena malas belajar atau mendapat nilai jelek di sekolah.
Disiplin ketat Suwantji ini berbekas di hati Ut. Ia yang lantas mengambil pendidikan Diploma 2, juga mengaku pernah tinggal di Australia selama delapan tahun. Dua tahun pertama di Negeri Kangguru untuk menuntut ilmu, sedangkan enam tahun berikutnya masuk ke sana secara ilegal dengan tujuan mendapatkan izin tinggal sementara. "Selama di Australia, saya enggak punya pekerjaan tetap."
Kembali ke Indonesia, kehidupan Ut memburuk. Usianya sudah kelewat tua untuk mencari kerja. Bikin usaha pun, "Tak punya koneksi. Makanya saya suka berutang sana-sini untuk memenuhi kebutuhan hidup." Kehidupannya yang sulit, katanya, tak membuat saudara-saudaranya simpati. "Kalau saya berusaha menjual barang-barang dagangan, misalnya, mereka melirik pun tidak. Adik-adik saya sudah enggak mau bantu saya. Semua keluarga yang saya datangi untuk minta bantuan, sudah enggak mau menolong," ucap Ut.
Kini Ut yang meringkuk di sel tahanan Polsek Cileduk, Tengerang, hanya bisa menyesal. "Mau dibilang menyesal, ya, menyesal tapi nasi sudah menjadi bubur. Mau ngomong apa lagi? Saya tinggal pasrah karena perbuatan saya," ujar Ut yang terancam hukuman penjara 20 tahun, seumur hidup, atau hukuman mati.
Masih di Jakarta, perempuan lain yang menjadi korban pembunuhan adalah Izzun Nahdliyah (24). Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini ditemukan tewas setelah beberapa hari hilang. "Saya minta pelaku dihukum seberat-beratnya," kata HM. Suwanan (65), ayah Izzun.
Ditemui di rumahnya di Paciran, Lamongan (Jatim), Jumat (20/4) itu Suwanan yang didamping istri, anak-anak, serta menantunya, berulangkali berujar, tak pernah menduga putrinya bakal menjadi korban pembunuhan. Apalagi, anak bungsunya itu sifatnya sangat baik. "Dia memang agak pendiam tapi memilik jiwa sosial yang tinggi. Selalu berpikiran baik terhadap siapa saja," kata pensiunan Departemen Agama itu.
Jumat (6/4) adalah terakhir kalinya keluarga mendengar kabar dari Izzun. Kala itu, Izzun yang kos di bolangan Tangerang dekat kampusnya, menelepon kakak perempuannya yang tinggal di Bekasi. "Katanya Izzun mau main ke sana. Setelah ditunggu sampai hari Minggu, tak kunjung datang. Saat ditelepon, ponselnya mati."
Tak berhasil menemukan Izzun, belakangan sang kakak malah membaca berita tentang penemuan mayat wanita berjilbab. "Karena curiga, kakaknya langsung menuju RS Tangerang. Setelah dicek ke sana, ternyata benar jasad tersebut adalah Izzun," papar Suwanan kelu.
Sesungguhnya saat kepergian Izzun untuk selamanya itu, istrinya mendapat firasat yang kurang baik. Ketika sedang melakukan salat malam, "Saya dengar suara Izzun meronta-ronta, seperti ingin melepaskan diri dari seseorang. Sejak itu pikiran saya tidak tenang," kata ibunda Izzun yang keberatan disebutkan namanya.
Kejadian ini, sebut Suwanan, membuat sang istri sangat terpukul. Betapa tidak, kurang dari dua bulan lagi Izzun sedianya akan diwisuda. "Setelah wisuda, dia sudah izin mau melamar kerja di Deplu," imbuh bapak 9 anak dan 12 cucu.
Hingga kini pun, keluarga tak tahu apa yang melatarbelakangi pembunuhan Izzun. Saat ini, polisi memang sedang mendalami kasus tersebut. Perkiraan polisi, mantan pacar Izzun yang telah tega menggorok dan membuang jasad Izzun di pinggir jalan. Tapi, "Terakhir pulang beberapa waktu lalu, dia bilang tak punya pacar dan sedang tak mau pacaran," sebut sang ibu. Meski belum ada tersangka yang ditetapkan polisi, "Pokoknya saya mau pelakunya dihukum berat!"
Renty Hutahaean, Gandhi Wasono M
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR