Walau kerjaannya menguji, Esther tetap mengikuti dari awal tahap pembuatan pesawat. "Saya terbang tidak nitip nyawa saya ke orang lain. Sesama profesional harus kerjasama tim," lanjut Esther yang juga telah merasakan jatuh bangunnya PT DI sebagai perusahaan. Pernah di saat masa krisis, PT DI tak bisa menggaji karyawan selama dua bulan. "Begitu ada pesawat baru siap saya uji coba, saat take off mereka semua teriak gembira. Artinya, akan gajian. Begitulah perjuangan kami. Ha ha ha...," seloroh Esther
Untungnya, kini PT DI telah menggeliat lagi. Maret lalu, Esther mengirim pesawat CN-235 MPA pesanan Korea Selatan. Selain Korea Selatan, permintaan pesawat berasal dari Thailand, Brunai Darussalam, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Pakistan. "Saat paling membanggakan adalah ketika masuk teritori udara negara pemesan, lewat radio komunikasi kami ditanya apakah pesawat ini yang dipesan dari Indonesia? Wah, bangga rasanya saat menjawabnya," tukas Esther yang selain menjadi pilot juga memiliki perusahaan di bidang pelatihan dan animasi sistem penerbangan.
Ade Ryani / bersambung
KOMENTAR