Sebuah rumah di Desa Pakong, Pamekasan, Madura, tampak begitu muram. Wajah sang pemilik rumah, Mistia (45) tampak begitu berduka. Betapa tidak, ia kehilangan tiga anggota keluarga sekaligus, akibat musibah tabrakan di Jember. Yaitu anaknya Sulastri (25), cucu Ayu Linda Lestari (5), dan menantunya Syamsul Arifin (35). "Habis sudah keturunanan saya. Sulastri adalah anak tunggal, sedangkan Linda cucu semata wayang saya," ratap Mistia, saat ditemui Rabu (11/4).
Janda yang suaminya meninggal sekian tahun silam ini tak menduga bakal tertimpa musibah berat. "Sebenarnya sejak awal saya sudah melarang Lastri dan Linda ikut pergi. Biar Syamsul saja yang berangkat. Tapi, Syamsul tetap ngotot mengajak dengan alasan ongkos travel sudah dibayari saudaranya," katanya dengan mata berkaca-kaca.
Mistia mengungkapkan, mereka berangkat ke Jember dalam rangka silaturahmi menghadiri kedatangan seorang kerabatnya dari ibadah umrah. Selain itu, ikut berangkat juga kakak Syamsul Arifin, Halimah (40) dan suaminya Slamet Riyadi (45), serta kedua anaknya Fahmi (6) dan Unsi Kamilatun (15). Dari keempat ini, Slamet Riyadi dan Unsi mengalami luka berat, sedangkan Halimah dan Fahmi turut tewas. "Jadi, semua korban masih terhitung kerabat saya," imbuhnya.
Dikisahkan Mistia, sore menjelang keberangkatan keluarganya, ada firasat kuat jika ketiga orang dekatnya itu tak akan kembali lagi. Sang cucu Linda pamitan akan pergi tanpa kembali.
"Saya tak akan pulang lagi. Tolong saya titip nenek supaya dirawat yang baik," celoteh Linda seperti ditirukan Mistia.
Tak itu saja, menjelang pergi, Linda di depan rumah sempat mengumandangkan azan sampai tiga kali. Kala itu, seluruh kerabat termasuk Mistia tidak curiga. "Cucu saya memang suka berceloteh. Anaknya lincah dan periang,"kenangnya.
Rupanya, ucapan bocah TK itu memang terbukti. Minggu pagi sekitar pukul 08.00, Mistia mendapat kabar duka dari kerabatnya yang mendapat telpon dari Jember. Linda dan kedua orangtuanya mengalami kecelakaan dan tewas di tempat. "Seketika itu juga saya tidak ingat apa-apa lagi," papar Mistia.
Bagaimana Mistia tidak syok, sehari-hari ia tak pernah lepas sejengkal pun dari cucunya. Sepulang sekolah, Linda langsung ganti baju dan menyusul Mistia di warung tempat kerjanya sehari-hari. "Dia selalu menunggui saya berjualan sambil bermain-main. Orangtuanya, kan, bekerja. Lastri seharian di sawah, sedangkan Syamsul bekerja di bengkel," papar Mistia yang rumahnya masih dipenuhi kerabatnya.
Bagi Mistia, membicarakan Linda seolah tak ada habisnya. "Dia mudah akrab dengan siapa pun. Rata-rata kerabat dekat dengannya. Makanya kami semua sangat sedih," keluh Mistia dengan mata menerawang.
Salah satu kesukaan Linda, papar Mistia, adalah mendengarkan lagu-lagu di radio. Kalau sudah begitu, Linda ikut menirukan sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Kalau ayahnya ada di dekatnya, langsung saja Linda mengajak berjoget," imbuh Mistia yang Rabu lalu mendapat santunan dari jasa raharja.
Mistia tak bisa membayangkan hari-hari depan yang bakal dilalui. Rumah akan terasa begitu sepi. Tak ada lagi orang-orang tercinta di dekatnya. "Saya ini orang tidak punya. Hidup pun penuh kesederhanaan. Tapi, saya bahagia karena selama ini ada Linda dan orangtuanya. Entah, bagaimana esok nanti. Saya bakal kesepian," ujar Mistia dengan suara parau.
"Saya berusaha ikhlas, meski tak akan semudah itu melupakan mereka . Ini semua memang sudah takdir."
Suasana duka juga sangat terasa di keluarga Slamet Riyadi. Di halaman rumahnya di Desa Tebul Timur, Kec. Pegantenan, Pamekasan dipenuhi oleh tamu. Halimah dan anaknya bungsunya Fahmi memang sudah dimakamkan. Namun, Slamet Riyadi bersama anaknya Unsi Kamilatun, sampai saat ini masih dirawat di rumah sakit di Jember karena luka berat. "Unsi mengalami luka serius. Selain limpanya pecah, lengannya dan kakinya patah. Kondisi Slamet Riyadi sudah mulai membaik," kata Choirul Anwari (27) keponakan Halimah.
Choirul merasa berat menyampaikan kabar duka itu kepada Slamet. "Sampai kemarin, Slamet dan Unsi belum tahu Halimah dan si bungsu sudah meninggal. Setelah kejadian, mereka berdua kan tidak sadarkan diri," papar Choirul.
Meski Slamet Riyadi berulang kali menanyakan keadaan anak dan istrinya, keluarga yang menunggu di rumah sakit Jember berusaha menutupi keadaan sebenarnya. Semua ini dilakukan agar Slamet tidak semakin tergoncang. "Makanya saya tidak tahu bagaimana kelak kalau dia sampai tahu kejadian sesungguhnya," ujar Choirul.
Yang tak kalah memilukan, lanjut Choirul, adalah kondisi Misda (70) ibu dari Halimah juga Syamsul Arifin. Karena sudah tua dan mempunyai gangguan pendengaran, pihak keluarga tidak berani memberitahukan secara gamblang musibah itu. "Nenek baru tahu saat ambulans yang mengantarkan jenasah datang ke rumah. Karena terkejut, nenek nangis habis-habisan," cerita Choirul.
Choirul pun berharap, keluarganya yang meninggal mendapat tempat teduh di sisi Allah.
Gandhi Wasono M.
KOMENTAR