Tak tampak rona penyesalan di wajah Sop saat ditemui di Polresta Bekasi, Jumat (30/3) sore lalu. "Semuanya, toh, sudah terjadi," sebutnya perlahan. Daleh, pria yang menikahinya 15 tahun silam itu kini sudah meninggal. Sop membunuhnya dengan bantuan Yad (24), anak Sop dari perkawinan sebelumnya. Selama dua bulan setelah pembunuhan itu, jasad Daleh dikubur seadanya di dapur rumah mereka di Kampung Jagawana, Desa Sukarukun, Kec. Sukatani, Kab. Bekasi.
Enam bulan sebelum kejadian keji itu, Daleh baru saja menjual tanah seluas 100 m2 di samping rumah mereka. Dari penjualan tanah itu, Daleh mendapat uang Rp 12 juta. "Tapi pembelinya baru membayar Rp 9 juta. Sementara Rp 6 juta yang sudah di tangan dipakai untuk menggadai sawah orang lain," tutur Sop. Sayang, sawah gadaian yang digarap sendiri oleh Daleh itu tak menghasilkan uang lantaran puso. Praktis, hingga kini Sop tak menikmati sepeser pun uang hasil penjualan tanah. Padahal, "Saya butuh uang buat bayar utang."
Utang itu, menurut Sop, menumpuk di warung-warung di sekitar rumahnya. "Yang saya beli itu rokok dan kopinya dia (Daleh). Termasuk untuk kebutuhan hidup sehari-hari," tegas Sop. Emosi Sop kian memuncak ketika mendengar jawaban Daleh setiap kali ia mengeluh soal penagih utang. "Kata dia, itu urusan saya. Kan, bukan dia yang berutang," cerita Sop.
Daleh sendiri, sebut Sop, sangat jarang memberi uang. Jika ada pemasukan dari hasil panen di kebun, "Selalu dibagi dua dengan anak-anaknya," kisah Sop. Enam anak Daleh dari hasil perkawinan sebelumnya memang tinggal di kampung yang sama dengan Sop dan Daleh.
Kekesalan akan sikap cuek Daleh ini lantas ditumpahkan Sop kepada Yad, ketika anaknya yang sehari-hari mencari rongsokan ini menjenguknya. Bukannya meredakan amarah sang ibu, Yad justru menambah panas suasana. "Yad merasa tidak disayang Daleh. Daleh memang hanya sayang anak-anaknya saja," tukas Sop keras.
Setelah percakapan ibu-anak tersebut, Sop lantas punya ide untuk membuat suaminya pingsan. Rencananya, setelah suaminya pingsan, ia akan mendatangi pemilik sawah untuk minta uang gadai. "Nanti kalau anak-anaknya menanyakan ke mana Daleh, akan saya bilang dia sedang ke Karawang, mengerjakan sawah orangtua saya. Toh, anak-anaknya enggak pernah mau masuk ke rumah," dalih ibu empat anak ini.
Keesokan harinya, Sop dan Yad bersiap menjalankan aksinya. Yad bertugas memukul kepala Daleh, sementara Sop yang memberi kode. Mereka lalu mengendap-endap mengamati Daleh yang selesai buang hajat di jamban belakang rumah. Belum lagi kakinya menyentuh pintu, Yad langsung mengayunkan gagang cangkul ke arah kepala Daleh dari belakang.
Di tengah keremangan subuh, Daleh ambruk terkena dua pukulan Yad. "Yang pertama kena kepala bagian belakang, yang kedua kena wajahnya," tutur Sop yang cepat-cepat membekap mulut Daleh dengan kain lap agar tidak berteriak. "Waktu itu, dia membuka mulutnya mau minta tolong. Karena panik, langsung saya bekap mulutnya," ujar Sopiyah datar.
Saat membekap itulah Sop menyadari nyawa Daleh sudah melayang. Panik karena takut keributan itu membangunkan Danah (12), anak Sop dari pernikahannya dengan Daleh, ibu dan anak ini lantas membuat 'kuburan darurat' bagi Daleh di dapur rumah mereka yang memang masih beralaskan tanah.
Guna menghilangkan jejak, Sop kemudian membakar lap kain dan membersihkan gagang cangkul yang berlumuran darah Daleh. Seakan tak terjadi apa-apa, Yad pergi meninggalkan rumah.
Siangnya, sesuai rencana semula, Sop mendatangi pemilik sawah untuk minta sisa uang Daleh. Apesnya, "Dia menolak memberi saya uang. Katanya, ini urusan sama suami saya, bukan sama saya," ujar Sop yang kecewa harus pulang dengan tangan hampa.
Putus asa, dua hari kemudian Sop membawa Danah pergi ke Karawang. Sejak itu pula mereka hidup berpindah-pindah, sesekali saja Sop pulang menjenguk rumah. Selain menghindari cecaran pertanyaan tetangga dan anak-anak Daleh soal suaminya yang tak pernah tampak, "Saya juga takut tinggal serumah dengan makam Daleh, meskipun rumah tidak bau bangkai."
Danah yang beberapa kali menanyakan keberadaan ayahnya selalu dihardik Sop. "Sudah, tidak usah tanya di mana Bapakmu. Bapakmu sudah meninggal dibunuh Yad," begitu selalu ucap Sop. Terang saja Danah kaget mendengar pengakuan Sop ini. Namun, ia tak berani buka mulut karena diancam bakal dibunuh oleh Sop dan Yad.
Kecurigaan juga muncul di benak anak-anak Daleh yang lain. Mulyanah dan Karya, dua dari enam anak Daleh dari pernikahan sebelumnya, setiap hari menanyakan sang Ayah pada Sop. "Setiap ditanya, selalu dibilang Bapak mengerjakan sawah di Karawang," ujar Mulyanah. "Tapi saat kami datangi ke Karawang Sabtu (24/3), keluarga Sop di sana bilang Bapak tak pernah datang."
Besoknya, Sop disidang di salah satu rumah anak Daleh di hadapan ketua RT setempat. Ketika itulah keberanian Danah muncul dan memberitahukan pengakuan Sop kepada warga yang berkerumun. "Seketika saya dipukul anak Daleh. Hari itu juga saya ditangkap polisi," ujar Sop yang hingga kini tak pernah dijenguk siapa pun.
Akan halnya Mulyanah dan kelima saudaranya, setelah mendengar pengakuan mengejutkan Sop, segera menghambur ke rumah Daleh. Ketika polisi membongkar kuburan sang ayah, anak-anak perempuan Daleh, termasuk Mulyanah jatuh pingsan. Sementara anak-anak lelaki mengamuk dan menghancurkan rumah Sop. "Siapa, sih yang senang Bapaknya dikubur seperti itu? Kami ingin Sop dan Yad dihukum seumur hidup. Kalau sampai mereka bebas, jangan harap bisa keluar dengan aman!" kata Mulyanah marah.
Hasuna, Noverita / bersambung
KOMENTAR