Salon Putra Sensasi Tradisional
Salon Putra berlokasi di jantung kota Yogyakarta. Jika Anda sedang berjalan-jalan menyusuri Jalan Malioboro, salon ini bisa ditemukan di seberang gedung DPRD. Meski berada di tempat yang sangat strategis, sayangnya kini sedikit orang mau datang dan mencukur rambutnya di sini. "Keadaan sekarang beda dengan dulu. Mungkin karena tempatnya enggak kelihatan, ya. Dulu kan bagian depan salon berdinding kaca besar sehingga langsung terlihat dari luar," ujar Inu Handoyo, pengelola Salon Putra generasi ketiga.
Padahal menilik tempatnya yang berada di bangunan tua yang masih asli, mampu membasuh mata dari kepenatan gaya modern. Ruangannya yang mungil berisi barang-barang bikinan masa lampau. Kursi dan meja rias kuno masih berdiri kokoh yang barangkali tidak bisa ditemukan di salon lain. Peralatan cukurnya pun masih pakai yang lawas. Suasana lampau ini makin mengental dengan adanya gambar yang berisi model-model rambut bergaya jadul.
Di salon ini terdapat tiga perangkat kursi cukur kuno namun hanya dua saja yang bisa digunakan. Banyak orang bule hingga lokal melirik dan ingin mengoleksi kursi ini. "Pernah ditawar Rp 150 juta untuk seperangkat meja dan kursi ini. Tapi enggak saya beri," kata Inu. Lelaki berusia 49 tahun berambut plontos ini berusaha menjaga barang peninggalan keluarganya. Menurut pesan Handoyo ayahandanya dan para pelanggan setianya, barang bersejarah itu janagn sampai berpindah ke lain negara.
Sekarang ini tukang cukurnya tinggal seorang saja. Awalnya terdapat delapan tukang cukur, sampai akhirnya hanya tinggal satu. Mereka semua bekerja hingga akhir hayatnya. Darminto adalah pencukur yang sudah bekerja di tempat ini sejak 1978. Bakatnya diperoleh dari sang ayah, Broto Wiharjo, yang dulu juga bekerja di Salon Putra.
"Saya kerja di sini sejak Pak Inu masih SMP. Sudah 33 tahun lamanya," katanya. Lelaki berusia 69 tahun ini mempelajari teknik memotong rambut sejak 1962. "Kalau dulu modelnya Praman atau pendek rapi. Juga Wispoin, potongan seperti tentara. Kalau sekarang tergantung yang potong minta apa. Kami harus bisa melayani," jelas Darminto yang dalam sehari memotong 5 hingga 10 orang.
Salon Putra yang banyak didatangi pelanggan berusia senja memang terlihat nyaman dalam pelayanannya. Seperti yang diakui Sudirmanto yang sudah menjadi pelanggan selama 30 tahun lebih. "Dulu saya sering potong. Tapi sekarang sudah jarang karena rambutnya rontok lantaran usia. Saya jadi pelanggan sejak belum bekerja sampai sudah pensiun," jelasnya sambil menatap cermin di depannya.
Mantan pegawai administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta ini datang ke Putra untuk merapikan rambut sekitar sebulan sekali. Lelaki 61 tahun yang masih lincah itu merasa lebih nyaman bercukur di Putra daripada ke salon-salon modern. "Saya risih kalau dipotong sama perempuan," begitu sahutnya sambil tersenyum.
Melihat kesetiaan semua pelanggannya membuat Inu selalu optimis, meski banyak bertumbuhan tempat cukur rambut modern di Jogja. Hal ini karena ia berupaya mempertahankan sisi tradisional salon miliknya. Peralatan yang digunakan tak pakai listrik. "Yang istimewa di sini, begitu pelanggan dipangkas tik.. tik... tik... Lama-lama dia akan tertidur. Memang lebih banyak pelanggan sepuh yang kemari. Yang dicari itu nikmat dan santainya," jelasnya.
Jika ingin merasakan sensansi tradisional yang langka ini cukup membayar Rp 8 ribu saja. Salon Putra yang berada di Jl Malioboro 129 A, buka setiap hari dari pukul 09.00 hingga 14.00 WIB dan pukul 17.00 hingga 20.30 WIB.
KOMENTAR