Perempuan cantik ini juga termasuk salah satu keeper andalan yang dimiliki TSI Prigen. Bahkan, ibu satu anak ini tidak hanya menjadi keeper satu jenis satwa saja, namun dua jenis sekaligus yaitu gajah dan harimau. Bedanya untuk mengasuh harimau, Susi hanya keeper khusus untuk harimau anakan. "Keeper di sini memang dituntut untuk serba bisa saat menghadapi semua satwa," ujar Susi Handayani (23).
Kata Susi, meski menjadi keeper untuk harimau anakan, namun sikap waspada tetap harus dijaga. Karena pada dasarnya, meski baru anakan namun harimau tetaplah satwa yang mempunyai naluri alami dalam membela ciri, misalnya mencakar. Oleh sebab itu, keeper dituntut untuk bekerja secara profesional. Kendati saat di rumah sedang ada masalah, maka keeper sebisa mungkin meninggalkan masalah tersebut di rumah. "Jika kita membawa masalah sampai ke tempat kerja, pasti kita tidak akan fokus dan lengah. Padahal justru itu yang harus dihindari," ujar Susi.
Susi yang sudah bekerja selama lima tahun ini mengaku bangga bisa bergabung menjadi keeper di TSI karena tidak semua perempuan bisa memiliki kesempatan yang sama seperti dirinya. Selain itu, ia juga mengaku bangga bisa menjadi bagian dari rakyat Indonesia yang mempunyai kepedulian lebih terhadap kelestarian satwa.
Menjadi keeper perempuan di Taman Safari Indonesia ternyata tidak mudah. Syaratnya, selain berpenampilan menarik, cinta terhadap satwa, juga harus mempunyai rasa dan tanggung jawab yang tinggi. Karena peran keeper di dalam sebuah kebun binatang, adalah ujung tombak dalam pemeliharaan satwa, termasuk soal kesejahteraannya.
Jika ada satwa yang mengalami gangguan kesehatan, maka keeper lah yang seharusnya paling tahu. Karena keeper yang berinteraksi dengan satwa asuhannya setiap hari. "Dokter hewan biasanya baru mengetahui ada satwa yang sakit dari informasi keeper," ujar Ivan Chandra, Kurator Taman Safari Indonesia Prigen.
Kata Ivan, meski tanggung jawab keeper terbilang berat, di Taman Safari Indonesia Prigen, perempuan pun diberi kesempatan untuk menjadi keeper. Namun bedanya, keeper perempuan di TSI lebih banyak untuk kepentingan pertunjukkan satwa.
"Keeper perempuan sengaja dipilih yang berpenampilan menarik, karena dia memang berhadapan langsung dengan penonton," ujar kurator satwa terbaik se-Asia ini.
Sedangkan untuk keeper laki-laki, perannya lebih banyak di belakang layar karena dia biasanya yang bertugas untuk melatih satwa hingga siap tampil di hadapan penonton. Bila seekor satwa dianggap sudah siap tampil di hadapan penonton, baru lah keeper perempuan terlibat pada saat pementasan.
Meski tidak terlibat secara langsung dalam melatih satwa, keeper perempuan juga tetap wajib berinteraksi dengan satwa yang akan menjadi pemainnya. Interaksi ini tujuannya agar satwa juga mengenal keeper perempuan yang akan memandunya. "Satwa dilatih sejak kecil. Oleh karena itu satwa juga harus mengenal keeper perempuan yang nantinya akan tampil bersama dia," ujar dokter hewan lulusan Universitas Airlangga ini.
Selain itu, tanggung jawab yang tinggi juga dibutuhkan dalam hal mengatasi rasa kebosanan. Sebab, bisa jadi seorang keeper seumur hidupnya akan mengurusi satwa yang sama akibat persoalan kedekatan dengan satwa. Tak mudah menggantikan seorang keeper dengan keeper lainnya. Namun jika ada keeper yang merasa bosan dengan pekerjaannya, maka komitmennya patut dipertanyakan.
"Sejak awal rekrutmen selalu kami tekankan komitmen itu. Karena memang tidak mudah menggantikan keeper ke posisi lain. Sebab ini ada hubungannya dengan soal kedekatan dengan satwa. Jika sejak awal mereka sudah tidak sanggup, apa boleh buat lebih baik tidak usah bergabung saja dengan TSI," tegas Ivan.
Amir Tejo
KOMENTAR