Legitnya Sate Yu Rebi
Siapa tak kenal Yu Rebi? Namanya singkat sehingga mudah diingat. Satenya pun nikmat dan selalu ingin menyantapnya lagi. Wajar saja jika Sate Jeroan Sapi Yu Rebi tak pernah sepi pembeli. Sebelum punya tiga warung seperti sekarang, awalnya keluarga Yu Rebi harus jualan keliling sejak 1965.
Ia memutuskan berjualan menetap di perempatan Jl Kebangkitan Nasional, Solo, sejak 1986. "Awal jualan cuma 1/2 kilo daging. Modalnya tak sampai Rp 10 ribu," ujar ibu satu anak ini. Lantaran satenya makin laris, pada 1992 Yu Rebi membeli kios tak jauh dari warung pertama. Untuk mengoperasikan tiga warungnya ia dibantu 15 karyawan.
Rahasia kelegitan sate Yu Rebi juga terletak pada bumbu bacem dalam mengolah daging dan jeroan sebelum dibakar. Karena dagingya sudah matang, proses pembakarannya cukup sebentar saja. Begitu sate berhidang ke piring, disiram bumbu pecel kental. Agar yang tak suka pedas tetap bisa menyantapnya, Yu Rebi memisahkan rajangan bawang merah dan cabai rawit di piring tersendiri.
Yu Rebi juga menjual sate ampas tahu atau tempe gembus. Orang Solo menyebutnya sate kere. Di masa lalu, jika ada yang ingin makan sate tapi terkendala harga daging yang mahal, tempe gembus lah penggantinya. Justru sate kere inilah yang dulu dijual Karso Sumito, kakek Yu Rebi.
Untuk bisa menikmati legitnya sate Yu Rebi, sepiring sate daging dihargai Rp 22 ribu, sate campur Rp 20 ribu, dan sate kere Rp 8 ribu. Seporsi berisi 10 tusuk sate. Jika ingin porsi komplit cukup membayar Rp 25 ribu, dan sepiring sate campur beserta lontong atau nasi dan segelas minuman akan terhidang.
Kudapan yang satu ini pasti tak asing bagi masyarakat luas. Namun ciri khas serabi solo berbeda karena tak menggunakan kuah santan. Santan kelapanya sudah dimasak langsung dalam adonan serabinya. Hasilnya memang lebih praktis disantap dan rasanya gurih. Salah satu sentra pedagang serabi terdapat di Jl Slamet Riyadi. Dari pagi hingga malam, mereka menjajakan kue bundar khas Solo ini.
Salah satunya Harti, yang sudah 28 tahun berjualan serabi solo. Ia tampak cekatan menuang adonan ke dalam wajan mungil dan memasaknya hingga matang. "Saya jualan sejak masih gadis sampai punya tiga cucu," sahutnya sambil memasak. Perempuan berambut panjang ini mewarisi berjualan serabi dari sang ibu. Saudara lainnya pun ikut berjualan serabi.
Harti membuka gerobak dagangannya sejak pukul 09.00 hingga Maghrib atau pukul 20.00 WIB hingga dagangannya habis. Di hari biasa ia membutuhkan 3,5 kg adonan. Di akhir pekan ia memperbanyak jumlah adonan. Dan di malam tahun baru, ia bisa menghabiskan 8 kg adonan untuk dijual semalam suntuk. Harga serabinya Rp 1.200 per buah. Ada yang ber-topping nangka, pisang, coklat, atau rasa gurih. Meski banyak pembeli minta topping keju, belum ia penuhi dengan alasan harga. Dan karena buah nangka bersifat musiman, ia kadang menggantinya dengan nanas.
Adonan serabi Harti berbahan dasar tepung beras, gandum, soda, santan, gula, dan garam. Cara memasaknya pun cukup singkat dengan peralatan sederhana. "Banyak juga pembeli yang suka wajan saya dan membelinya. Jadi saya sering gonta-ganti wajan," cerita perempuan yang tinggal di Keprabon ini sambil tertawa.
Kartika Santi / bersambung
KOMENTAR