Kepergian Lily menjadi pukulan berat bagi Mustari. "Dia itu bukan hanya seorang istri, tapi juga teman diskusi, saudara, dan adik," jelas Mustari yang menikahi istrinya tahun 1992. "Baru tiga minggu menikah, saya dapat beasiswa ke Filipina. Karena masih pengantin baru, tiap semester saya pulang ke Indonesia."
Tapi kepulangan Mustari itu belum membawa 'hasil'. Lily tak kunjung hamil. Untuk itu, di akhir studi Mustari minta istrinya menyusul ke Filipina. "Saya minta bantuan mengerjakan tugas-tugas kampus yang memang banyak sekali. Begitu saya lulus, saya ajak dia ke Baguio, semacam Puncak gitu."
Di tempat dingin itulah, tiba-tiba istrinya muntah-muntah. "Ternyata saat diperiksa, alhamdulillah dia positif hamil. Padahal kalau belum hamil, rencana kami akan periksa di Yogyakarta. Kebetulan adik istri saya, kan, dokter di sana," tambah Mustari yang sebenarnya sudah merasakan firasat sebelum istrinya meninggal.
Beberapa waktu lalu, kata Mustari, istrinya mengeluh sudah capek. "Ia ingin cuti besar dan segera pensiun. Saya malah menyarankan, kenapa tidak pensiun dini saja. Tapi dia bilang, kalau pensiun dini, uang pensiun tidak besar. Saya sih, menyerahkan sepenuhnya ke dia."
Baru sekarang Mustari bisa mengartikan. "Mungkin dia sudah capek dan ingin pensiun dari kehidupan di dunia ini," jelas Mustari yang merasa lega karena seminggu sebelum kejadian ia sudah memenuhi permintaan istrinya. "Dia minta laptop. Katanya laptop dari kantornya sudah lemot. Baru Sabtu lalu saya belikan di Ratu Plaza. Dia kelihatan senang."
Belakangan ini, kata Mustari lagi, istrinya mendadak pendiam. Padahal, wanita asal Sumbar ini terkenal 'ramai' jika sudah ngumpul bersama teman-teman kantor atau arisan di rumahnya. "Bahkan saat rapat terakhir pun, kata teman-temannya, istri saya banyak diam. Itu yang saya rasakan," jelas Mustari dengan suara lirih.
Keluarga Mustari kini masih berduka. Apalagi Fachri, anak satu-satunya, kini masih duduk di SMA. "Dia pernah cerita ke saya. Kok, Fachri belum punya teman wanita, ya? Rupanya dia pengin punya teman mengobrol perempuan. Maklum di rumah ini, kan, dia wanita satu-satunya," tambah Mustari.
Taman mungil di depan rumah juga kehilangan perawatnya. "Istri saya itu hobinya bertanam. Lihat saja, meski lahannya kecil, tapi rumah kami kelihatan hijau. Tiap minggu dia mindahin pot, jadi tamannya tidak membosankan."
Sukrisna, Edwin / bersambung
KOMENTAR