Sejak 2006, ketika pertama kali mempromosikan usaha kuenya lewat blog http://dapurkecilku.blogspot.com, Peni Respati (40) sudah tahu adanya cake tiga dimensi (3D) dari situs-situs toko kue terkenal di luar negeri, termasuk Inggris. "Di kalangan home baker (istilah untuk industri kue skala rumahan, Red.) kue 3D baru mulai ramai dibikin pada tahun 2007," kenang Peni. Pada 2007 pula Peni mulai belajar membuat cake 3D. "Ada pelanggan yang minta dibuatkan. Awalnya pesanannya berupa kue yang dipahat berbentuk angka," tutur Peni.
Sejak itu, Peni mulai membuat kue berbentuk kamera, telepon, dan tas. Tentu saja awalnya sulit bagi Peni membuat kue yang dibentuk mirip benda aslinya ini. Sebab, belum ada patokan pasti untuk ukuran kue hingga jumlah bahan yang dibutuhkan. Patokan dari buku-buku luar negeri sulit diikuti karena berbeda dari permintaan pelanggan di Indonesia, yang punya karakteristik sendiri.
Namun Peni tak jera melakukan uji coba sampai menemukan formula yang pas. Setiap uji coba selalu ia catat. Setelah berhasil, ia unggah fotonya ke blog. Sejak 2008 hasil uji coba ini ia jadikan patokan untuk mengajar kursus cake 3D alias sculpted cake.
Membuat cake 3D, menurut Peni, tergolong sulit lantaran prosesnya melibatkan banyak hal, yaitu seni memahat, teknik mewarnai, dan citarasa. Salah satu yang paling susah adalah membuat bayangan pada cake dengan teknik airbrush. "Jadi ketika membuat cake ini, bukan lagi membahas bagaimana agar kuenya tidak bantat, tapi dibutuhkan jiwa seni untuk membuat cake yang betul-betul mirip aslinya," ujar perempuan berjilbab ini.
Peni sendiri pernah membuat cake berbentuk tanaman aglonema yang potnya terbelah dalam perjalanan saat diantar ke pelanggan. "Potnya terbuat dari fondant. Untung kurirnya tahu, lalu dibawa pulang lagi. Jadi masih bisa saya buat ulang," kenang Peni.
Sering bermain warna dan membuat kue sendiri sejak kecil ternyata sangat bermanfaat bagi Peni. Lantas, bagaimana perkembanagn cake 3D di luar negeri? "Di sana kuenya keras, sehingga gampang dipahat. Sementara masyarakat kita sukanya cake yang lembut, empuk, dan melting. Padahal yang begini sangat sulit dipahat."
Itu sebabnya, lanjutnya, jika ada home baker yang bisa mengatasi masalah citarasa, penampilan, dan cuaca, berarti hebat. Kok, cuaca? "Kelembapan adalah musuh utama fondant karena bisa bikin melorot saat didekorasi. Padahal, di Indonesia ini tingkat kelembapannya tinggi. Untuk mengatasinya, cake harus diletakkan dalam ruangan ber-AC," ujar Peni yang sampai memasang lima AC di rumahnya demi menjaga kualitas kuenya.
Cake 3D, bagi Peni, punya nilai personalitas dan keistimewaan yang luar biasa. "Kalau ada kolektor tas mahal diberi hadiah kue berbentuk tas favoritnya, tentu senang. Dia tahu bikin lama, sulit, dan mahal. Kalau baru pertama bikin, membuat dekorasinya saja bisa 5 jam, mulai dari memahat. Sekarang saya hanya butuh 2 jam. Cake 3D dari hotel berbintang harganya bisa mencapai Rp 7 juta, lho," ujar Peni yang kini punya situs http://cakemiracle.com.
Peni mengaku tak hafal berapa cake 3D yang sudah dibuatnya. Ada masa di mana ia membuat 9 pesanan dalam sehari. "Sekarang saya batasi hanya 2-3 pesanan saja, agar kualitasnya lebih premium. Pelanggan puas dan saya juga lebih maksimal mengerjakannya," ujar Peni.
Hasuna
KOMENTAR