Para pegawai sebuah perusahann konveksi di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, langsung berkerumun untuk melihat foto terbaru L, gadis kecil yang pernah tinggal bersama mereka 11 hari lamanya. Senyum bahagia mengembang di bibir mereka. "Cantik euy, sekarang berjilbab," tutur mereka mengomentari penampilan L terbaru. "Waktu dibawa pertama kali ke sini, kondisi L sungguh mengenaskan," kenang Entin (35), salah satu pegawai di sana saat ditemui, Jumat (20/1).
Hanya mengenakan celana selutut berwarna cokelat pramuka dan kemeja warna senada serta sandal jepit, tanggal 3 Januari lalu itu tubuh L tampak ringkih, lebam, dan penuh luka. "Waktu itu dia dihentikan satpam di pos belakang karena berjalan sambil menangis, lalu oleh satpam diantar ke penjual gado-gado. L lalu duduk di penjual gado-gado dekat tempat konveksi kami," ujar Entin yang kala itu sedang mampir ke penjual gado-gado. Setelah menanyakan asal muasal L, Entin pulang ke tempat konveksi.
Dia lalu bercerita pada rekan-rekannya. Merasa kasihan, Epa (21), rekan Entin, mendatangi L lalu mengajaknya ke tempatnya bekerja. Awalnya, L merasa kesakitan di beberapa bagian tubuhnya, termasuk kepala, punggung, tulang rusuk serta tangannya karena baru dianiaya S. "Tidur telentang sakit, tengkurap juga sakit. Mulutnya juga luka. Telapak tangannya tidak bisa dibuka sempurna, kaku. Pegang sendok saja tidak bisa," papar Entin yang asli Sukabumi.
Para pegawai ini lalu merawat luka-luka L, meski seadanya. Tangannya juga diurut, sehingga pelan-pelan bisa makan dan minum dengan normal. Pelan-pelan, L juga mulai bercerita tentang apa yang dialaminya. "Mendengar dia bercerita, tak ada dari kami yang tak berurai air mata. Katanya, majikannya kalau memukul tak pernah pakai tangan, selalu pakai apa saja yang ada di sekitarnya. Sapu, kemoceng, dan sebagainya," imbuhnya.
Tiga hari pertama tinggal di sana, L terlihat masih ketakutan. "Setiap mendengar klakson mobil, dia pasti bangun. Dia takut kalau dijemput majikannya," timpal Ndang (30), suami Epa yang juga bekerja di sana. L, menurut Entin, juga pernah melarang para pegawai untuk melaporkannya ke polisi agar tidak dijemput majikannya. Alasannya, majikannya sudah punya foto L.
"Dia juga kasihan sama ibunya kalau dia dilaporkan ke polisi. Saya pernah menyuruhnya pulang ke rumah ibunya, tapi dia bilang daripada pulang ke rumah ibunya mendingan mati atau jadi anak jalanan. Nanti kalau sudah kerja dan punya uang, pasti akan ingat ibunya. Mendengar anak sekecil itu omong seperti itu, rasanya enggak tega. Makanya kami biarkan dia tinggal bersama kami," papar Entin.
Mengapa tidak lapor polisi? Entin mengaku tak ada yang terpikir untuk melakukan hal itu lantaran sibuk merawat dan iba melihat kondisi L. "Lagipula, kami takut dikira menculik. Makanya kami tunggu sampai ada yang melapor kehilangan anak. Enggak tahunya enggak ada laporan. Memotret lukanya pun enggak kepikiran," imbuhnya.
Suatu hari, sopir di perusahaan itu menyarankan untuk melaporkan L ke stasiun radio berita. Ndang lalu menelepon stasiun radio itu, yang lalu menelepon KPAI. Saat dijemput KPAI, "Dia menangis, enggak mau dibawa. Katanya, kenapa harus dilaporkan, dia jadi jauh dari saya dan Epa. Dia pingin ikut kami pulang ke kampung di Tasik," ujar Ndang yang seperti halnya Epa, menganggap L seperti anaknya sendiri.
Keduanya memang sangat dekat dengan L. Bila sedang kangen pada L, mereka sampai menangis. "Kalau dibolehkan, kami ingin membawanya ke kampung, biar dia punya teman main dan belajar mengaji di pesantren seperti keinginannya. Tapi kalau memang dia senang di tempatnya yang sekarang atau ada yang menyekolahkannya di tempat yang bagus, alhamdulillah," ujar Epa yang sampai kini belum dikaruniai anak.
Menurutnya, tak ada yang bisa dilakukan para pegawai di sana selain menolong L meski seadanya. Di tempat konveksi, L sendiri jadi menyukai sambal terasi. "Kalau menelepon kami, dia bilang, kalau memang sayang sama dia, kami diminta mengirim sambal terasi ke rumah aman," ujar Ndang. Epa, Entin, dan Ndang berharap S segera tertangkap dan proses hukum ini segera selesai. "Semoga pelakunya bisa diadili seadil-adilnya," harap Entin.
Ancaman Berlapis Buat Bu S
KOMENTAR