Setelah dilakukan investigasi oleh Polda Jatim, selain meminta maaf kepada keluarga korban dan merehabilitasi nama baik Sholihin, Polda Jatim pun telah menetapkan 7 anggota reskrim Polres Sidoarjo sebagai tersangka dalam kasus ini. Sidang bagi tersangka Briptu ER pun sudah digelar empat kali, terakhir digelar Rabu (3/1) lalu.
Warga pantas mempertanyakan kebenaran penyerangan oleh Sholihin terhadap anggota polisi. Lantaran sosok Sholihin yang mereka kenal selama ini tidak seperti yang dituduhkan sebelumnya. Dalam kesehariannya, seperti dituturkan Kusnan, Sholihin selain disibukkan dengan pekerjaannya, pria ini juga sangat aktif dalam kegiatan keagamaan.
Selain ikut mengajar mengaji di Taman Pendidikan Al-Quran di Muushola Sabilul Huda, Sholihin juga diketahui sebagai pengurus arisan kurban warga. Bahkan Sholihin pun sering dimintai tolong warga untuk menjadi wakil pengantin dalam banyak resepsi pernikahan warga. "Warga jadi heran dengan keterangan polisi sebelumnya. Karena dalam kesehariannya Sholihin dikenal sebagai aktivis mushala," tegas Kusnan.
Meski sudah ada pengakuan dari terdakwa Briptu ER bahwa ia memang menembak Riyadhus Sholihin hingga tewas, namun penasihat hukum terdakwa yang diketuai Trimoelya D. Soerjadi menyatakan, apa yang dilakukan Briptu ER adalah peristiwa dengan ketidaksengajaan. Dalam pengakuannya, Briptu ER mengakui dirinya mengeluarkan empat tembakan. Dua tembakan pertama diarahkan ke udara sebagai tanda peringatan. Kendati demikian, Sholihin tetap melarikan mobilnya dengan kencang dan tak mau berhenti.
Tembakan ketiga pun kemudian dikeluarkan Briptu ER, namun sudah tidak diarahkan ke udara lagi melainkan ke mobil yang dikemudikan Sholihin. Tembakan ini mengenai ban dan bemper mobil Sholihin. Namun, sambungnya seperti yang diakui Briptu ER, tetap saja Sholihin ketika itu tak mau menghentikan laju mobilnya. Dan ketika akhirnya berhasil memepet mobil Sholihin dari sisi kanan, Briptu ER pun mengeluarkan tembakan keempat yang mengenai lengan kanan Sholihin.
"Tidak ada maksud untuk langsung mematikan korban. Karena naluri sebagai polisi saja maka ia melakukan itu karena si pengemudi mobil tak mau menghentikan mobilnya. Dugaannya ketika itu, si pengemudi mobil adalah penjahat," papar Trimoelya, yang dulu dikenal sebagai mantan pengacara Marsinah dan pernah memperoleh penghargaan Yap Thiam Hien Award.
Kata Trimoelya lagi, tujuan Briptu ER menembak pun dengan alasan melumpuhkan si pengemudi mobil, bukan untuk mematikan langsung. Karena jika niatnya ingin langsung mematikan, "Kenapa tidak langsung menembak kepalanya saja, kan? Bahwa kemudian tembakan di lengan itu sampai tembus ke organ vital sehingga menyebabkan kematian, itu kecelakaan atau musibah," papar Trimoelya lagi.
Oleh karena dianggap tindakan tak sengaja, Trimoelya tidak sepakat dengan dakwaan berlapis yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Darwati SH terhadap kliennya. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Briptu ER dengan pasal berlapis. Pasal 338 KUHP yaitu tentang dugaan menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja, ancaman hukumannya 15 tahun penjara. Kemudian pasal 354 ayat 2 tentang penganiayaan sengaja hingga menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. Dan terakhir, pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan tidak sengaja hingga menyebabkan nyawa orang lain melayang, dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara
Sementara itu, penasihat hukum keluarga Sholihin menyatakan, setelah sidang Briptu ER juga anggota polisi lainnya, termasuk (mantan) Kasatreskrim Polres Sidoarjo AKP Ernesto Saiser dan anggota polisi lainnya sudah mempunyai kekuatan hukum, pihak keluarga akan mengajukan gugatan perdata kepada Polri. Tujuannya, menuntut perbaikan kinerja Polri juga sekaligus minta ganti rugi materi.
"Meskipun ini soal nyawa yang tak dapat diganti dengan uang, tapi kami minta agar institusi Polri tergerak untuk memikirkan masa depan kedua anak Sholihin. Dan ini yang kami sesalkan karena hingga kini Polri belum tergerak," kata Baskoro Hadisusilo SH, penasihat hukum keluarga Sholihin.
Amir Tejo
KOMENTAR