Apa yang dialami Budi Susanto pada Minggu (25/12) pagi itu terjadi di Desa Sugihwaras, Kec. Diwek, Kabupaten Jombang (Jatim). Pagi yang tenang dan sepi di kawasan itu hanya diramaikan oleh segelintir orang yang lalu lalang hendak pergi ke sawah. Namun, di tengah suasana sepi itu Imam Solihin yang sedang berada di rumah dan bersiap-siap mengatar istrinya, Ita Purwati (25), ke pasar tiba-tiba mendengar teriakan minta tolong dari arah penampungan limbah pupuk cair yang tak jauh dari rumahnya.
Sejurus kemudian, Imam yang berbadan subur itu langsung berberlari menuju arah teriakan. Alangkah terkejutnya Imam ketika melihat empat orang, Budi, Poyo, Slamet, Fatchur Rochman, menggelepar dalam kubangan bak limbah berbau sangat tak sedap itu. Padahal, menurut Imam, saat itu volume limbah cair tak sepenuh biasanya. Ketika itu, tinggi limbah cair hanya sekitar setinggi lutut orang dewasa.
Di antara para korban, yang terlihat masih bereaksi adalah Fatchur, yang tak lain adalah paman Imam. Tubuhnya tampak mengeliat-geliat dengan suara minta tolong yang makin melemah. Imam yang sehari-hari bekerja sebagai sopir truk langsung bergerak cepat. Tanpa mencari tahu apa penyebabnya, ia langsung menuruni tangga ke dasar penampungan sedalam 3 meter.
Semula, Imam ingin segera menolong sang paman, namun sesampainya di dasar penampungan ia baru tersadar apa yang terjadi. Begitu menginjak dasar lantai bak penampungan, wusshh... bau gas beraroma sangat menyengat keluar dari dasar bak. Sekali hirup, tubuh Imam langsung kliyengan. Dalam keadaan panik sambil menahan napas dari sergapan bau gas yang sangat menyengat, ia berusaha meraih tubuh Fatchur dan berniat membopopongnya ke atas.
Sayang, Imam tak kuat menahan bau gas itu. Seperti korban lainnya, tubuh Imam pun mulai lunglai dan hanya bisa berteriak-teriak sekenanya. "Tapi saya masih ingat, sebelum saya tak sadarkan diri sempat menyandarkan tubuh Fatchur di tangga bak penampungan," papar Imam saat ditemui NOVA di ruang ICU, RSUD Jombang, Rabu (28/12).
Imam mengaku tak ingat siapa yang membantu mengangkat tubuhnya "Saya baru tersadar setelah wajah saya diguyur air untuk membersihkan limbah yang menempel," katanya lagi. Imam pun tak pernah menyangka bila tempat penampungan limbah cari itu bisa berubah sifat jadi beracun. "Sudah bertahun-tahun baru kali ini ada kejadian seperti ini. Sebelumnya, air limbah itu dibuat berenang saja tidak apa-apa kok. Tapi enggak tahu kenapa limbah itu baunya berubah jadi menyengat," papar Imam. Yang membuat dirinya khawatir, setelah peristiwa itu matanya sempat tak bisa dibuka selama dua hari. "Saya menduga karena sempat terendam di kubangan, mata saya kemasukan limbah," imbuhnya.
Kisah pilu juga datang dari Sutarmi (25), istri Fatchur Rochman yang ikut tewas dalam musibah Minggu pagi di bak penapungan limbah pupuk cair itu. Sutarmi yang ditemui NOVA di rumah orangtuanya di Desa Sugihwaras, Rabu (28/12) bercerita, ia sama sekali tak menyangka suaminya akan pergi secepat itu. "Suami saya sebenarnya tidak kerja di sana, tapi saat kejadian dia sedianya cuma datang untuk menolong. Eh, malah jadi korban," kata Sutarmi seraya mengendong bayinya.
Di pagi yang nahas itu, menurut wanita bertubuh kurus tinggi itu, ia bersama suaminya tengah berada di teras rumah. Ia mengendong bayinya, sedangkan suaminya menata kayu bakar di depan rumah. "Sambil dia menata kayu, kami mengobrol dan guyonan. Bahkan Mas Fatchur kadang menggoda anaknya yang ada di gendongan saya," cerita Sutarmi.
Saat asyik-asyiknya menata kayu, lanjut Sutarmi, ia dan suaminya tiba-tiba mendengar teriakan minta tolong dari arah penampungan limbah pupuk cair yang tak jauh dari rumahnya. Tanpa buang waktu, Fatchur berlari menuju arah teriakan. Sementara Sutarmi tetap berada di rumah karena saat itu suasana di sekitar rumahnya sangat sepi.
Sutarmi baru tersadar suaminya ikut jadi korban setelah banyak warga berdatangan dan mengabarkan hal itu. Selanjutnya, Jais, ayah Fatchur, langsung berlari menuju lokasi dan menceburkan diri untuk mengangkat tubuh anaknya. Fatchur berhasil di angkat ke tepi penampungan limbah dalam kondisi hidup. Namun, tubuhnya menggelepar-gelepar tak sadarkan diri. Bahkan di rumah sakitpun tubuh Fatchur harus diikat agar diam.
Sayang, gas beracun dari dalam limbah pupuk cair rupanya telah menyebar ke seluruh tubuhnya. Esoknya, Fatchur mengembuskan napas terakhir. "Dia meninggal dunia di hadapan saya," ujar Sutarmi dengan tabah. Tanpa air mata, Sutarmi pun berkata, sudah ikhlas menerima kepergian suaminya yang begitu tiba-tiba. Ia meyakininya sebagai takdir yang tak bisa ditolak. "Yang bisa saya lakukan hanya berdoa, semoga Allah mengampuni segala dosanya dan menerima segala amalan yang pernah diperbuat," ujarnya pasrah.
Ia pun memuji perangai baik suaminya semasa hidup. "Dia sangat perhatian pada istrinya termasuk soal kecil sekalipun. Soal pakaian saja dia sering perhatian, cocok atau tidak kalau saya pakai," kenang Sutarmi. Satu hal lagi yang dibanggakannya dari sosok Fatchur, "Dia nyaris tidak pernah meninggalkan salat lima waktu. Itulah yang membuat saya bahagia hidup dengannya," imbuh Sutarmi.
Menambal Terpal Bocor
Dari sejumlah korban yang terkena gas beracun limbah pupuk cair, ternyata Kasemat, ayah Budi Santoso (korban yang ikut tewas dalam tragedi itu), menjadi korban selamat. Saat ditemui NOVA di rumahnya di Desa Pengkol, Kec. Diwek, Rabu (28/12), ia menceritakan bagaimana sang anak bisa sampai tewas terkena gas beracum dari dalam bak penampungan limbah pupuk cair itu.
Sama seperti yang dialami Imam dan Fatchur, Kasemat pun bergegas menuju lokasi penampungan limbah cair untuk menolong putranya itu. "Baunya memang sangat menyengat. Tapi anehnya, waktu saya turun ke dalam kubangan untuk menolong anak saya, saya tidak sampai kliyengan apalagi pingsan," kata bapak lima anak itu. Selain itu, semangat Kasemat untuk menyelamatkan nyawa anaknya membuat dirinya tak memikirkan hal lain. "Saya sama sekali tak memikirkan apa-apa, kecuai bagaimana caranya nyawa anak saya bisa tertolong," papar Kasemat.
Setelah berhasil meraih tubuh Budi, Kasemat yang sehari-hari bekerja sebagai petugas pamadam kebakaran Pemda Kab. Jombang itu melihat Budi masih hidup meski kondisinya sudah sangat lemah. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, nyawa Budi pun sudah tak bisa tertolong lagi.
Kapolres Jombang AKBP Marjuki saat dihubungi NOVA, Rabu (28/12), menjelaskan, sampai saat ini belum ditemukan adanya tindak pidana yang mengarah pada salah seorang tersangka. Kejadian itu murni kecelakan tanpa adanya unsur kelalaian atau kesengajaan. "Para korban pekerjaan sehari-harinya, ya, mengurusi bak penampungan limbah pupuk cair sebelum didistribusikan ke petani," kata Marjuki.
Menurut pemaparan Marjuki, pada hari kejadian itu ketiga pekerja, Budi, Poyo, Slamet, turun ke dasar bak penampungan untuk menambal terpal yang biasa dijadikan pelapis bak yang sobek. Saat itu volume limbah pupuk cair hanya sedikit, tidak memenuhi bak seperti biasannya. Entah terjadi proses kimkiawi atau hal lain, saat ketiga pekerja itu turun ke dasar bak tiba-tiba muncul gas dari balik terpal yang kemudian terhirup oleh ketiga korban. "Kami masih akan melakukan peneyelidikan, mengapa sampai bisa muncul gas yang mematikan itu," jelas Marjuki lagi.
Sementara Ny. Wiwiik, istri mendiang Haji Sulton, pemilik usaha pupuk cair, enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengakui, persoalan itu sudah selesai. "Maaf, sebaiknya tidak usah mengungkit kejadian itu. Saya benar-benar syok. Yang pasti, semua sudah beres, tidak ada persoalan lagi," katanya.
Ia lalu menjelaskan, selama usaha pupuk cair itu didirikan oleh suaminya sejak puluhan tahun silam, selama itu tidak pernah ada masalah. "Baru sekarang ini ada masalah," katanya menutup pembicaraan.
Gandhi Wasono M
KOMENTAR