Kepergian Budi Susanto, salah satu tukang yang biasa mengurusi bak penampungan limbah pupuk cair di Jombang, yang begitu mendadak membuat sang istri, Siti Aisyah (31), masih sulit menerima kenyataan. Siti pun berujar pelan, "Ibarat bunga, hubungan saya dengan Mas Budi sedang mekar-mekarnya, sedang bahagia-bahagianya. Kami baru menikah lima bulan lalu." Di tengah kebahagiaannya itu, apa mau dikata musibah datang menjemput nyawa sang suami.
Karenanya, di saat hatinya sedang pilu Siti memilih untuk menyendiri di dalam kamar. "Pas saya sedang sendirian di kamar, yang ada dalam benak saya Mas Budi seolah-olah masih ada dan sedang kerja, sehingga bikin hati saya kembali tenang," imbuh Siti.
Yang membat perasaannya semakin berat setiap teringat suaminya adalah pada beberapa minggu terakhir ini ia maupun suaminya tengah berbahagia karena akan menyambut hadirnya sang buah hati. "Mas Budi makin sayang sama saya begitu tahu saya hamil muda," terang Siti.
Sejak mengetahui dirinya hamil, suaminya jadi semakin sering pulang ke Nganjuk untuk menemui dirinya, yang sudah sekitar dua bulan ini terpaksa kembali ke rumah orangtuanya untuk menunggui ibunya yang sudah sepuh. "Setelah menikah saya memang tinggal di Jombang, tapi karena Ibu sakit-sakitan dan tinggal sendiri, saya p tuskan untuk menemani. Akhirnya Mas Budi ngalah, dua minggu sekali jenguk saya di Nganjuk."
Siti sebenarnya tak punya firasat khusus bila sang suami akan pergi meninggalkannya untuk selamanya. Namun, ada satu hal yang terasa janggal di hari nahas itu. Minggu (25/12) pagi itu sekitar pukul 07.00, Siti mendapat SMS dari Budi yang isinya, "Jangan SMS aku, nanti pasti tidak akan aku balas."
Bagi Siti, SMS itu tentu terasa janggal. Tak biasanya Budi melarangnya berkirim SMS. Justru sebaliknya, Budi kerap bertanya apa kegiatan Siti sehari-hari selama jauh dari Budi. "Pagi itu kok tiba-tiba dia SMS seperti itu. Memang, akhirnya saya tidak balas SMS-nya, tapi buat saya SMS dia pagi itu terasa janggal sekali," kata Siti.
Belum lagi rasa janggal itu sirna dari benak Siti, sekitar satu dua jam berikutnya ia dihubungi adik ipranya dan diminta segera datang ke Jombang. Ia mendapat kabar, sang suami mengalami kecelakaan kecil. Semula, ia tak menduga kecelakaan kecil itu bisa sampai merenggut nyawa Budi. Namun, tetap saja muncul perasaan tak enak di hatinya. "Namanya juga istri, kalau ada sesuatu pada suami tentu akan merasa," urai Siti.
Siti baru tersadar suaminya sudah tak bernyawa setelah ia sampai di depan rumah mertuanya. Kedatangannya disambut tangis keluarga suaminya. Kendati demikian, ia berusah tegar bahkan mencoba untuk tak menangis berlebihan. Meski begitu, batinnya yang menolak percaya bila Budi telah tiada akhirnya membuat tangisnya pecah. Apalagi setelah melihat jenazah pria yang dicintainya dimandikan dan disalatkan sebelum dimakamkan. "Waktu melihat jenazah Mas Budi dimandikan, saya pingsan," cerita Siti.
Menurut Siti, Budi adalah sosok pria yang sangat menyenangkan. Meski termasuk pendiam, namun sangat perhatian dan halus sikapnya. "Kalau bicara sama saya selalu santun," pujinya. Pertemuannya terakhir dengan Budi tepat sehari sebelum peristiwa nahas itu terjadi. Ketika itu, menurut Siti, Budi terlihat begitu manja padanya.
KOMENTAR