Kondisi Sudah Membaik
Hidup sebagai ODHA (Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS) diakui Fajar bukan hal mudah. Ia pertama kali tahu mengidap HIV di tahun 2008, ketika ketiga anak mereka sudah lahir. Ketika itu, Fajar mengalami sakit pencernaan parah. Atas rekomendasi dokter, Fajar melakukan tes HIV yang hasilnya ternyata positif. Sejak itu pula, kehidupan Fajar berubah drastis. "Saya kehilangan pekerjaan dan teman-teman," kisah Fajar. Sementara itu, Leonnie sendiri sampai sekarang masih dinyatakan negatif mengidap HIV. Jadi, kemungkinan besar ketiga anak mereka pun tidak tertular.
Kesadaran akan bahaya penularan HIV melalui kontak langsung cairan tubuh pun sudah ditanamkan Leonnie-Fajar ke tiga anaknya sejak dini. "Misalnya, kami minta anak-anak untuk tidak saling bertukar sikat gigi. Selain itu, kami biasakan mereka mengetahui kondisi kulit dan mulut. Kalau luka, mereka biasa langsung menutupnya supaya tidak terekspos. Kalau mulut mereka berdarah, sariawan, atau sakit, mereka harus ngomong pada kami," papar perempuan berkacamata ini.
Bila bibirnya sedang luka atau pecah-pecah, Fajar juga sadar diri tidak mau dicium anak-anak ke anggota tubuh yang basah, misalnya mata, mulut, atau wajah. "Fajar punya determinasi kesehatan yang tinggi, makanya dia selalu memastikan bahwa dia cukup istirahat dan makan dengan gizi baik. Itu kami turunkan juga ke anak-anak. Mereka memang belum tahu karena masih terlalu kecil," lanjutnya.
Yang diketahui anak-anak Leonnie adalah bahwa ayah mereka sakit dan harus minum obat secara teratur. Jadi, mereka tahu boleh membantu ayahnya minum ARV. "Kami sengaja menyalakan alarm di ponsel untuk mengingatkan Fajar minum obat. Kalau alarm bunyi, anak-anak berebut meminumkan obat untuk ayahnya."
Salah satu fakta yang tidak diceritakan pada pihak Don Bosco, menurut Leonnie, adalah bahwa virus HIV yang ada dalam tubuh Fajar sudah tak terdeteksi dokter tiga tahun belakangan. "Jumlahnya sudah sangat sedikit dan kemungkinan untuk menularkan juga sangat kecil," tuturnya.
Sudah Minta Maaf
Ditemui usai pertemuan dengan Fajar dan Leonnie, Ketua Yayasan Panca Darma, Paul Yosopandoyo, membenarkan memang ada beberapa orangtua yang keberatan bila seorang anak yang mengidap HIV bersekolah di sana. "Bukan keberatan karena ayah si anak adalah pengidap HIV. Jadi, ini hanya salah pengertian," ujar Paul yang ditemui di gerbang sekolah.
Saat pihak sekolah meminta surat kesehatan yang menyatakan bahwa Immi tidak mengidap HIV, sebut Paul, orangtua Immi tampaknya keberatan. "Mereka tanya, kenapa yang lain tidak diminta surat kesehatan. Saya bilang, kalau seorang anak menderita sakit kuning pun, tetap akan saya minta. Ayah Immi memang mengatakan dirinya mengidap HIV, saya katakan padanya kami tidak ada masalah, asalkan anaknya tidak mengidap penyakit itu. Apa itu salah?" ia balik bertanya.
"Saya minta surat kesehatan itu justru untuk mempertahankan Immi. Jadi, kalau ada orangtua murid yang keberatan dia sekolah di sini, saya bisa memberi buktinya," tandas Paul.
Ia menambahkan, beberapa orangtua murid mengetahui penyakit yang diidap Fajar lantaran pria ini marah ketika dimintai surat kesehatan Immi saat pendaftaran. Dengan tegas pula, Paul mengakui pihaknya melakukan kesalahan lantaran pemberitahuan soal pembatalan calon murid ke orangtuanya dilakukan lewat pesan singkat (SMS). "Itu sebabnya, begitu bertemu, saya minta maaf pada Pak Fajar. Jadi, saya sudah minta maaf. Tapi permintaan Pak Fajar yang lain adalah perkara lain, perlu kami pikirkan lagi apakah bisa kami kabulkan atau tidak." Menurut Paul, ada sekitar 4-5 permintaan Fajar pada pihak sekolah. Salah satunya, pihaknya harus minta maaf secara terbuka di lima media massa.
Paul juga menandaskan, Immi sebenarnya masih calon murid, belum resmi diterima menjadi murid. "Dalam surat yang kami kirimkan sebelumnya, isinya adalah ucapan selamat karena Immi menjadi calon murid." Namun pembatalan status Immi sebagai calon murid melalui SMS oleh Kepala SD Don Bosco, Petrus Hartanto, memang tidak dibenarkan Paul. Untuk kesalahan itu, katanya, "Yayasan akan memberikan sanksi."
Sukrisna, Hasuna Daylailatu
KOMENTAR