Mei Suling (NOVA No. 1224)
Selai nanas buatan nenek Mei Suling begitu lezat, hingga ia beranjak dewasa rasa legitnya tak bisa dilupakan. "Saya tak puas makan selai pabrik. Terlalu manis. Buahnya juga kurang terasa," keluh Mei Suling kepada NOVA.
Mei kemudian mencoba membuat sendiri selai seperti neneknya. Berbekal resep dari ibu dan tantenya, Mei akhirnya berhasil membuat racikan yang lezat. "Ternyata salah satu rahasianya adalah paduan nanas dengan cengkih," ujarnya buka rahasia.
Selain itu, Mei juga menggunakan bahan pengental terbuat dari apel segar. Hasil yang enak membuatnya terdorong memasarkan produk selai buatannya itu. Dengan nama Selai Oma Anna, Mei menjual produknya secara online. "Ternyata banyak yang suka. Rata-rata puas. Padahal harganya lebih mahal dari selai pabrik. Per botol kecil harganya Rp 37 ribu."
Lewat promosi dari mulut ke mulut, selai Mei pun makin dicari pelanggan. Mei juga menerima pesanan hingga ke Makassar, Pontianak, dan Jayapura. Kini, Mei sudah menambah variasi rasa selai. Selain nanas, ada juga stroberi, jeruk, dan apel.
Biasanya, Mei yang memasak selai seminggu sekali ini membuat 150-an botol sekali produksi. "Lumayan, pelan-pelan dulu menjalani usahanya. Ingin, sih, suatu saat nanti bisa lebih besar," kata Mei yang mendapat omzet sebulan Rp 10 - 15 juta.
Kisah sukses Ida Widyastuti berawal dari kegigihannya menjual emping melinjo dari pasar ke pasar, 11 tahun yang lalu. "Saya naik becak sambil gendong anak pertama saya yang waktu itu umurnya baru 6 bulan, keliling pasar. Sampai saya dijuluki Ida Bakul Emping oleh para pedagang toko, ha ha ha...," kisah Ida kepada NOVA.
Melihat usaha empingnya berkembang, Ida dan suaminya lantas memutuskan berhenti dari pekerjaan dan semakin serius menekuni usaha jual camilan. Tahun 2003, menggunakan merek dagang Kawanku, Ida sudah menguasai pasar emping di Malang, Probolinggo, hingga Kalimantan. Untuk makin mengembangkan usaha, Ida menyusuri berbagai kota di Jawa Barat untuk mencari camilan khas daerah-daerah tersebut.
"Kami lantas menyesuaikan rasa camilan dengan selera masyarakat," tutur Ida. Dengan usahanya, sekitar 50 UKM penghasil camilan pun bergabung. "Agar mereka semangat, saya memodali mereka untuk memproduksi dalam jumlah besar." Aneka camilan ini kemudian dipasok ke berbagai daerah.
Nama Kawanku yang dirasa kurang menjual diubah menjadi Mekarsari. Setelah berganti nama, usaha Ida kian merajalela. Selain merambah Jakarta, camilan Ida juga merajai pasar Bali dan Indonesia Timur. "Produk kami yang paling dikenal adalah keripik Pisang Agung yang enak dan renyah," ujarnya. Tak tanggung-tanggung, Ida pun menyewa lahan untuk perkebunan pisang di Jawa Timur. Lahan seluas 10 hektar yang ditanami 30 ribu bibit pohon pisang ini dikerjakan oleh 30 orang masyarakat sekitar yang direkrut Ida. Tahun 2009, Ida mendirikan Roemah Snack Mekarsari di Pondok Jati, Sidoarjo. "Bentuknya adalah showroom camilan."
Kini, Ida yang sudah berhasil menaungi lebih dari 100 UKM melirik usaha baru di bidang travel. "Berawal dari hobi traveling, kami dirikan Mekarsari Tour and Travel. Usaha ini berdiri pada April 2011," ujarnya.
Sama-sama hobi traveling, Nyanyu dan Atiek sepakat mendirikan jasa pengelola wisata atau trip organizer bernama Picnicholic. "Kami menggelar trip 2 sampai 3 kali sebulan, seringkali dengan lokasi yang bukan tempat tujuan wisata biasa," ujar Nyanyu kepada NOVA bulan Juni lampau.
Menurut mereka, masih banyak tempat cantik di berbagai pelosok Indonesia yang belum terjamah industri turisme. "Sengaja datang ke tempat yang tidak ramai, jadi peserta bisa menikmati keindahan alam secara maksimal dengan budget terjangkau."
Salah satu kegiatan yang paling disukai adalah cave tubing di Sungai Kalisuci, Gunung Kidul, Yogyakarta. Kegiatan menyusuri sungai dalam gua menggunakan ban ini menjadi primadona karena unsur petualangannya yang kental. Dengan kegiatan dan tempat wisata tak terkenal, Picnicholic ingin menunjukkan bahwa liburan yang menyenangkan tak harus mahal dan penuh kenyamanan. Semakin medan perjalanan yang sulit ke lokasi tujuan, "Justru makin menantang. Semua terbayar dengan sensasi keindahan alam, pengalaman dan teman-teman baru," ujar Nyanyu lagi.
Uniknya lagi, dengan Picnicholic, Nyanyu dan Atiek menjalankan konsep green travel. Para peserta selalu diminta untuk menjaga lingkungan sambil berlibur. Langkah mudahnya, "Kami minta peserta bawa botol air minum yang bisa diisi ulang. Kami juga membagikan sapu tangan multifungsi untuk mengurangi sampah tissu."
Keuntungan yang diperoleh dari usaha trip organizer ini pun bukan hanya masuk kantong pribadi Nyanyu dan Atiek. Sebagan dibelikan bibit pohon bakau dan terumbu karang yang dibudidayakan di Kepulauan Seribu. "Kami juga ingin memberi manfaat bagi lingkungan sekitar. Bukan tak mungkin tempat yang saat ini terlihat indah masih tetap sama kondisinya ketika nanti dilihat generasi mendatang."
Astudestra Ajengrastri
KOMENTAR