Ada satu lagi, tempat makan di Blitar yang mungkin bisa dijadikan salah satu alternatif berwisata kuliner, yaitu warung makan Bu Martumi (71) yang ada di Desa Ngoran, Kec. Nglegok, Blitar (Jatim) atau berjarak sekitar 9 Km dari pusat kota Blitar. Warung Bu Martumi ini memilik kekhasan tersendiri dalam mengolah masakannya, yaitu serba super pedas. "Meski tempo hari harga cabai sempat melambung tinggi kami tidak akan mengurangi kepedasannya," kata Bu Martumi sambil tertawa.
Masakan yang dijual Bu Martumi memang khas tradisional. Mulai dari lodeh tewel, rebung, kentang, petai, dan sayur berkuah lainnya. Sedangkan lauk lainnya, mulai dari ayam kampung yang disayur, ikan gabus, lele, telur, serta lainnya. Ibu seorang anak yang masih tampak bugar itu membuka warung makannya sejak tahun 1962 di depan rumahnya. Saat itu, pembelinya sebagian besar adalah para pedagang yang hendak berangkat atau pergi ke pasar, serta pekerja yang akan berangkat ke sawah.
Selain berharga murah, masakannya dikenal sangat lezat, sehinga warungnya menjadi langganan warga yang ada di sana. "Warung saya mulai ramai tiga tahun kemudian setelah dibuka, tepatnya tahun 1965, sampai sekarang," imbuh nenek empat cucu dan lima cicit ini.
Bu Martumi berjualan masakan di rumahnya sejak pagi hingga menjelang sore. Sedangkan pada sore sampai dini hari, ia berjualan di Pasar Ngentak yang tak jauh dari rumahnya. "Tapi yang menunggui warung di pasar, anak dan cucu. Saya sudah tidak kuat bekerja sampai larut malam," paparnya.
Salah satu rahasia warungnya tetap ramai, salah satunya karena pembeli boleh mengambil makanan sepuasnya. Untuk nasi, Bu Martumi hanya menghitung sekali Rp 2.500, sedangkan untuk menambah nasi tak akan dihitung lagi alias gratis. Sementara, harga lauknya berbeda-beda. Satu potong ayam kampung harganya Rp 5000, bandeng goreng Rp 4000, dan yang agak mahal adalah ikan gabus yaitu mencapai Rp 5 - 15 ribu per ekor, tergantung besar dan kecilnya.
Yang menarik, para pembeli diperlakukan layaknya penghuni rumah, artinya pembeli bisa masuk ke dapur dan bisa mengambil segala yang disuka, mulai lauk sampai berbagai sayur lengkap dengan sambal dan lalapnya. Untuk menikmati makanannya, disediakan meja dan kursi di rumahnya yang sederhana. "Nanti setelah pembeli mau pulang baru dihitung apa saja yang di dhahar," ujar Bu Martumi yang dalam sehari menghabiskan 2 kuintal nangka muda dan 1/2 kuintal cabai.
Saat ini, lanjutnya, pembelinya sudah melebar. Bukan hanya warga Blitar saja, tapi banyak yang datang dari berbagai kota lain. "Kami juga menerima berbagai pesanaan untuk acara-acara perkantoran atau hajatan," pungkasnya.
Gandhi Wasono M
KOMENTAR