Selama tinggal di Inggris, hubungan baik Rosita dengan mantan klien tetap terjalin. Ia tak menyangka persahabatan ini kelak jadi aset baginya. Tahun 2007, ia kembali ke Indonesia. Beberapa kali ia sempat berpindah kota mengikuti tugas suami. Saat pindah ke Surabaya, ia mengambil sekolah kenotariatan di Universitas Airlangga.
Bertepatan dengan kelulusannya, Januari 2010 ia dan keluarganya pindah kembali ke Jakarta. Akhir Februari, iseng-iseng adik kelas desainer Alexander McQueen dan Stella McCartney ini mengatakan kepada mantan kliennya ingin kembali berbisnis bunga. "Dia mendukung. Dua hari kemudian, ia order bunga meja untuk pembukaan rapat perusahaan. Sejak itu order terus "menggulung". Bulan pertama, omsetnya Rp 15 juta."
Kali ini, Rosita yang trauma, tak mau peristiwa menjual "bayi" terulang lagi. Itu sebabnya, selama setahun pertama TAP, nama usaha barunya didirikan, Rosita mengejar membuat sistem operasional yang stabil. Termasuk di antaranya Standard Operating Procedures (SOP), toko online yang bisa dikendalikan semua orang yang bekerja di sana, service level guarantee untuk melayani klien dengan baik, juga standar kontrol kualitas. Nama Tar a Porter (TAP) sendiri diambil dari nama almarhumah ibunya, Sutarni.
"Dengan terobosan itu, bisnis bisa tetap jalan meski saya tinggalkan karena kesibukan menjadi notaris. Kalaupun kelak saya tidak ada, bisnis ini bisa tetap ada," dalih Rosita. "Ketika sistem berjalan dengan baik, kita tidak perlu lagi bekerja terus-menerus."
Kini klien TAP 80 persen didominasi oleh 35 perusahaan, di antaranya supermarket Hero, Hotel Ciputra, Bank Niaga, Bank Tabungan Negara dan perusahaan konsultan. Sisanya merupakan klien perorangan, misalnya dekorasi pernikahan.
Produksi Potpourri
Seiring berkembangnya bisnis, Rosita kini juga memproduksi potpourri dari sampah bunga. "Banyak bunga yang tidak terpakai akhirnya terbuang percuma," ujar Rosita yang hobi melukis. Perempuan berwajah manis ini lalu mencoba membuat potpourri. Setelah berkali-kali riset bahkan sempat membuat rumahnya nyaris terbakar, akhirnya ia menemukan formula yang pas.
"Potpourri akan lebih bervariasi kalau ditambahi dahan dan sebagainya. Untuk mendapatkannya, harus mencari ke hutan," tutur Rosita. Kebetulan, temannya yang bekerja di Perhutani memiliki masyarakat hutan binaan. Rosita lalu melatih mereka membuat potpourri yang hasilnya dipasarkan oleh TAP. Dari situ, Rosita diajak ikut pameran oleh Departemen Koperasi dan UKM di Jakarta Selatan. Setelah itu, ia diminta melatih para petani bunga di Ungaran, Semarang (Jateng) membuat potpourri.
Kini, ia berencana mengajukan ke Kementerian Pariwisata untuk menjadikan potpourri sebagai salah satu suvenir Indonesia. "Selama ini kita malah mengimpor dari Cina dan India, padahal hutan tropis kita kaya akan bahan potpourri," papar Rosita yang menjadi finalis Youth Start Up Icon 2011.
Kepedulian Rosita tak hanya pada bunga. Bersama 20 wanita pengusaha lainnya, ia membentuk Komunitas Womenpreneur Indonesia (KWI) pada Mei 2011. Di komunitas itulah, ibu dari Kharisma Insani Wibawa (9), Ratu Hati Wibawa (8), dan Raisakti Omar Wibawa (3) ini banyak belajar mengenai duplikasi usaha. Lantaran berkecimpung dalam KWI pula, Rosita diundang Kementerian Perdagangan untuk berpartisipasi dalam pameran franchise di Bandung. Setelah itu, ia memberanikan diri membuat business opportunity bagi TAP.
"Namanya business opportunity, belum franchise, meski sistem operasi yang digunakan mirip. Sebab secara umur, usaha saya belum tiga tahun," jelas Rosita yang berusaha menggugah keberanian teman-temannya untuk berbisnis. "Kalau satu orang bisa mempekerjakan satu karyawan saja, itu berarti dia sudah menghidupi satu keluarga. Semakin banyak orang melakukan ini, masalah pengangguran di Indonesia bisa teratasi."
Hasuna Daylailatu
KOMENTAR