Bunga, menurut Rosita Suwardi Wibawa (36), punya banyak manfaat. "Pertama, membuat bahagia. Coba Anda diberi bunga oleh orang lain, pasti Anda bahagia. Sekadar memandang bunga saja bisa membuat pikiran relaks," papar perempuan yang bernama asli Rosita Yuwanasari. Manfaat lain, bunga meningkatkan produktivitas kerja.
"Hasil penelitian mengungkapkan, orang yang memiliki bunga di meja kerjanya pikirannya lebih segar, kreatif, dan jarang sakit," ujar perempuan Jawa ini. Rosita sendiri sejak kecil sudah mencintai bunga. Hampir setiap hari, Rosita kecil pergi ke hutan yang letaknya tak jauh dari rumahnya di Bayat, Klaten (Jateng). Pulangnya, ia selalu membawa tanaman.
"Tanaman yang daun dan bunganya aneh atau unik, pasti saya bawa pulang dan tanam di rumah. Ayah saya sampai mengomel karena rumah jadi rimbun oleh tanaman," tutur Rosita lalu tertawa. Meski kecintaannya pada tanaman terbawa sampai dewasa, Rosita tak serta merta bercita-cita menjadi florist.
"Waktu mengurus skripsi ke Jakarta dan melewati gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) saya justru pengin bekerja di sana," kenang Rosita yang menempuh pendidikan hukum. Setelah lulus, anak keempat dari lima bersaudara ini bekerja di Krakatau Steel, Cilegon sebagai staf legal. Setelah menikah dan hamil besar, Rosita berhenti dari pekerjaan.
Tak betah menganggur, dalam keadaan hamil besar Rosita menerima pekerjaan di perusahaan konsultan asing. "Waktu anak pertama berusia enam bulan, saya hamil lagi. Akhirnya saya berhenti bekerja dan buka usaha penyewaan tanaman dan menjual rangkaian bunga ke kantor-kantor dan mal," tuturnya.
Sebagai langkah awal, pada 2003 Rosita membuat proposal penyewaan bunga yang ia bawa ke beberapa kantor di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan. Dua minggu setelah menyebarkan proposal, tawaran sewa mulai datang. Lantaran tak lagi punya penghasilan, Rosita meminjam gaji suaminya, Wibawa Prasetyawan (38), sebesar Rp 250 ribu untuk berbelanja sekitar 10 buah tanaman lengkap dengan potnya.
Satu pot tanaman ia sewakan seharga Rp 15 ribu per bulan dengan sistem kontrak. Di akhir bulan, Rosita sudah bisa mengembalikan pinjaman pada suaminya. "Pesan suami cuma satu, hati-hati kalau punya usaha berdasarkan hobi. Sebab ketika usaha tidak menguntungkan pun, rasanya tidak jadi masalah."
Uang sewa tanaman ia putar untuk membeli tanaman lagi. Begitu seterusnya, sehingga akhirnya usaha yang diberi nama Rumah Daun ini berkembang. Kantor-kantor di kawasan Sudirman seperti di Gedung Summit Mas, BEJ, Auto Mall, Bank Niaga, sampai Plasa Semanggi, menjadi klien tetap Rosita.
"Saya belajar otodidak dari buku," tandas Rosita yang makin lama makin berani menerima pesanan rangkaian bunga meja, bunga papan, dekorasi pernikahan, bunga ucapan ulangtahun, orang sakit, melahirkan, dan sebagainya. Dalam waktu dua tahun, hasil usahanya bisa dibelikan sebidang tanah untuk memperluas bisnis nursery miliknya. Selain itu, ia juga mempekerjakan dua karyawan tetap dan beberapa orang pekerja lepas.
Tahun 2005, Rosita dan kedua anaknya diminta ikut sang suami yang mendapat beasiswa pendidikan ke Inggris. Agar bisnis terus berjalan, perempuan yang gerah melihat lahan gersang ini menawari karyawannya untuk meneruskan pengelolaan. "Ternyata enggak ada yang berani. Terpaksa saya jual, kebetulan ada klien yang bersedia membeli. Rasanya seperti menjual bayi, karena saya memulai bisnis ini dari nol. Baru saja berkembang tapi terpaksa dijual."
Selama tinggal di Inggris, hubungan baik Rosita dengan mantan klien tetap terjalin. Ia tak menyangka persahabatan ini kelak jadi aset baginya. Tahun 2007, ia kembali ke Indonesia. Beberapa kali ia sempat berpindah kota mengikuti tugas suami. Saat pindah ke Surabaya, ia mengambil sekolah kenotariatan di Universitas Airlangga.
Bertepatan dengan kelulusannya, Januari 2010 ia dan keluarganya pindah kembali ke Jakarta. Akhir Februari, iseng-iseng adik kelas desainer Alexander McQueen dan Stella McCartney ini mengatakan kepada mantan kliennya ingin kembali berbisnis bunga. "Dia mendukung. Dua hari kemudian, ia order bunga meja untuk pembukaan rapat perusahaan. Sejak itu order terus "menggulung". Bulan pertama, omsetnya Rp 15 juta."
Kali ini, Rosita yang trauma, tak mau peristiwa menjual "bayi" terulang lagi. Itu sebabnya, selama setahun pertama TAP, nama usaha barunya didirikan, Rosita mengejar membuat sistem operasional yang stabil. Termasuk di antaranya Standard Operating Procedures (SOP), toko online yang bisa dikendalikan semua orang yang bekerja di sana, service level guarantee untuk melayani klien dengan baik, juga standar kontrol kualitas. Nama Tar a Porter (TAP) sendiri diambil dari nama almarhumah ibunya, Sutarni.
"Dengan terobosan itu, bisnis bisa tetap jalan meski saya tinggalkan karena kesibukan menjadi notaris. Kalaupun kelak saya tidak ada, bisnis ini bisa tetap ada," dalih Rosita. "Ketika sistem berjalan dengan baik, kita tidak perlu lagi bekerja terus-menerus."
Kini klien TAP 80 persen didominasi oleh 35 perusahaan, di antaranya supermarket Hero, Hotel Ciputra, Bank Niaga, Bank Tabungan Negara dan perusahaan konsultan. Sisanya merupakan klien perorangan, misalnya dekorasi pernikahan.
Produksi Potpourri
Seiring berkembangnya bisnis, Rosita kini juga memproduksi potpourri dari sampah bunga. "Banyak bunga yang tidak terpakai akhirnya terbuang percuma," ujar Rosita yang hobi melukis. Perempuan berwajah manis ini lalu mencoba membuat potpourri. Setelah berkali-kali riset bahkan sempat membuat rumahnya nyaris terbakar, akhirnya ia menemukan formula yang pas.
"Potpourri akan lebih bervariasi kalau ditambahi dahan dan sebagainya. Untuk mendapatkannya, harus mencari ke hutan," tutur Rosita. Kebetulan, temannya yang bekerja di Perhutani memiliki masyarakat hutan binaan. Rosita lalu melatih mereka membuat potpourri yang hasilnya dipasarkan oleh TAP. Dari situ, Rosita diajak ikut pameran oleh Departemen Koperasi dan UKM di Jakarta Selatan. Setelah itu, ia diminta melatih para petani bunga di Ungaran, Semarang (Jateng) membuat potpourri.
Kini, ia berencana mengajukan ke Kementerian Pariwisata untuk menjadikan potpourri sebagai salah satu suvenir Indonesia. "Selama ini kita malah mengimpor dari Cina dan India, padahal hutan tropis kita kaya akan bahan potpourri," papar Rosita yang menjadi finalis Youth Start Up Icon 2011.
Kepedulian Rosita tak hanya pada bunga. Bersama 20 wanita pengusaha lainnya, ia membentuk Komunitas Womenpreneur Indonesia (KWI) pada Mei 2011. Di komunitas itulah, ibu dari Kharisma Insani Wibawa (9), Ratu Hati Wibawa (8), dan Raisakti Omar Wibawa (3) ini banyak belajar mengenai duplikasi usaha. Lantaran berkecimpung dalam KWI pula, Rosita diundang Kementerian Perdagangan untuk berpartisipasi dalam pameran franchise di Bandung. Setelah itu, ia memberanikan diri membuat business opportunity bagi TAP.
"Namanya business opportunity, belum franchise, meski sistem operasi yang digunakan mirip. Sebab secara umur, usaha saya belum tiga tahun," jelas Rosita yang berusaha menggugah keberanian teman-temannya untuk berbisnis. "Kalau satu orang bisa mempekerjakan satu karyawan saja, itu berarti dia sudah menghidupi satu keluarga. Semakin banyak orang melakukan ini, masalah pengangguran di Indonesia bisa teratasi."
Hasuna Daylailatu
KOMENTAR