Ular itu disabet dengan pancingan dan terpisah menjadi tiga bagian (kepala, badan, dan ekor). Lalu dengan tendangan kaki kanannya, kepala sang ular terlempar ke Grajagan (Banyuwangi). Lalu oleh tendangan kaki kirinya, ekor sang ular terlempar hingga ke Puger (Jember). Sedangkan badannya tetap di wilayah Ambulu menjadi hamparan batu bersisik di bibir pantai, yang kini dikenal dengan Watu Ulo.
Kisah ini dituturkan oleh Atim (87) sang juru kunci Pantai Watu Ulo yang sudah lama berdiam di bibir pantai eksotis ini sejak kecil. Legenda dan bukti nyata dari batu bersisik inilah yang menjadi obyek utama Pantai Watu Ulo. Sisanya, hanya hamparan pasir berwarna hitam juga ombak yang besar bergulung-gulung hingga ke bibir pantai.
Pantai yang terletak sekitar 27 km dari pusat kota (tepatnya dari perempatan Mangli, Jember) ini, dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar 1 jam. Jika ingin mencapai lokasi dengan kendaraan umum, Anda bisa mulai dari Terminal Tawang Alun Jember menggunakan colt jurusan Puger dengan ongkos Rp 15 ribu. Setelah mencapai perempatan menuju Ambulu, Anda bisa menyambung dengan ojek sekitar Rp 50 ribu. Bisa pula menyewa ojek langsung dari Tawang Alun dengan perjanjian untuk perjalanan PP sekitar Rp 180 ribu, atau Rp 100 ribu untuk sekali berangkat saja.
Sangat disarankan menuju pantai ini menggunakan kendaraan carteran atau pribadi saja, mengingat sarana transportasi ke lokasi pantai tak banyak pilihan. Sedangkan untuk ongkos masuk ke dalam kawasan pantai tidak mahal, cukup merogoh kocek sekitar Rp 5.500 per kepala, yang merupakan sumbangan kepada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Jember dan PMI.
Pengunjung pantai ini sebagian besar adalah warga sekitar yang ingin menikmati suasana pantai. Namun terkadang juga ada beberapa wisatawan domestik dari daerah lain hingga wisatawan asing dari Singapura yang sering tampak mengunjungi. Biasanya, pantai ini sangat ramai di setiap hari libur dan akhir minggu. Sayangnya, selain menawarkan pesona panorama pantainya yang cantik, di pantai ini tidak didukung prasarana rekreasi lain. Di hari-hari biasa bahkan tidak ada warung makan yang buka untuk melayani pengunjung.
Laili Damayanti / bersambung
KOMENTAR