Taburan bunga masih belum kering di salah satu pusara di Tempat Pemakaman Umum Sunyaragi, Cirebon (Jabar), Kamis (29/9) lalu. Pada salah satu karangan bunga tertulis, "Ikut berduka cita atas meninggalnya Steven Wijata." Sehari sebelumnya, jasad Steven memang dimakamkan di sana. Kepergian dokter muda ini cukup mengagetkan. Jatuh dari lantai 24 Apartemen Salemba Residence, Jakarta Pusat, Sabtu (24/9), jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan pada sekitar pukul 18.45.
Berbagai dugaan sempat muncul. Ada yang menduga ia sengaja bunuh diri. Sebuah kemungkinan yang disangkal keras oleh pihak keluarga Steven. "Rasanya tidak mungkin dia bunuh diri. Menurut kabar polisi, dia juga tidak menjadi korban kejahatan. Kami sekeluarga menganggap, dia meninggal murni karena kecelakaan. Sungguh kejadian ini di luar dugaan kami," ujar Inge, tante Steven saat ditemui di toko emas miliknya, di Jalan Karang Getas, Cirebon.
Musibah ini, tutur Inge, sangat mengagetkan keluarga besarnya. Sampai sekarang orangtua Steven, pasangan Widyanto Wijata dan Nelly Nathalia, begitu terpukul. "Saat pemakaman kemarin, Nelly, adik saya, sangat syok. Dia terpukul sekali, sampai menangis histeris. Tentu kami sekeluarga mencoba menenangkan. Betapapun, musibah ini telah terjadi. Steven sudah pergi dan tidak akan kembali," lanjut Inge terbata-bata.
Hingga kini, orangtua Steven memilih menenangkan diri. "Mereka belum bisa diajak bicara. Begitu mendengar tentang Steven, mereka kembali terpukul. Ketika ada pelayat datang, dia kembali teringat Steven. Biarlah tenang dulu," katanya.
Suka Main Drum
Lumrah saja keluarga begitu terguncang mendengar kabar kematian Steven. Sabtu (24/9) kemarin, di hari yang sama dengan hari kematiannya, sedianya menjadi hari paling membahagiakan dalam hidup Steven. "Sabtu pagi, Steven baru saja diwisuda menjadi dokter di Fakultas Kedokteran UI. Dari Cirebon, orangtuanya ke Jakarta dan menghadiri acara wisuda itu," kata Inge.
Menurut Inge, orangtua Steven tidak tidur di apartemen, tapi menginap di hotel. Pada saat kejadian, orangtua Steven juga sedang tidak berada di apartemen. Tahu-tahu mereka menerima kabar, sekitar pukul 18.45 Steven ditemukan tergeletak tak bernyawa di lantai dasar apartemen. "Sabtu itu juga saya mendengar kejadian itu," kata Inge yang ikut merasa kehilangan. "Sama sekali kami juga tidak menangkap firasat buruk."
Selanjutnya, jasad Steven dibawa pulang ke Cirebon dan disemayamkan di rumah duka di Jalan Talang. Inge menggambarkan, banyak pelayat yang datang. Pada saat pemakaman sekitar pukul 10.00, diantar dua bus teman-teman Steven datang dari Jakarta untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Steven. Banyak temannya yang ikut kehilangan. "Kami sekeluarga tak menyangka dia pergi secepat itu, pada saat cita-cita jadi dokter sudah tercapai," kata Inge.
Inge mengaku, amat mengenal keponakannya itu. Maklum, tempat tinggal Inge tak jauh dari kediaman keluarga Steven. Inge dan adiknya memang sama-sama membuka toko emas di Jalan Karang Getas. Tempat usaha mereka pun hanya terpaut jarak beberapa toko. "Steven adalah anak yang baik. Dia juga tidak pernah punya masalah dengan teman-teman bergaulnya."
Selain rajin sekolah, Steven juga menunjukkan minatnya pada musik. Dia suka main drum. "Bersama teman-temannya, dia juga aktif ikut pelayanan di gereja. Kesukaannya pada musik berlanjut terus sampai jadi mahasiswa," kata Inge. Bersama teman-temannya, dia membentuk band Made By Med yang semua anggotanya dokter dan mahasiswa kedokteran. Steven berperan sebagai penggebuk drum.
Steven yang anak ke-2 dari 3 bersaudara itu, lanjut Inge, memang bercita-cita menjadi dokter dan berhasil masuk UI tahun 2006. "Tamat SMA, ia ke Jakarta dan tinggal di apartemen. Waktu itu, dia pamit ke seluruh keluarga, termasuk saya," lanjut ibu empat anak ini.
Steven juga seorang anak yang sayang keluarga. Saat libur, ia selalu menyempatkan pulang ke Cirebon. Begitu pulang, tak lupa Steven mampir ke rumah Inge. Sering pula Steven pergi bareng anak-anak Inge. "Mereka jalan-jalan di sekitar Cirebon saja. Kadang Steven menceritakan kegiatan sekolahnya. Dia mengaku punya banyak teman di Jakarta."
Inge juga mendengar prestasi Steven di bidang akademis. Steven berhasil menemukan alat pendeteksi dini penyakit kanker. Berkat prestasinya ini, Steven ikut Kongres Internasional Ilmu Kedokteran tahun 2009 di University Medical Center Groningen, Belanda. "Dia memang anak yang sangat pintar," ujar Inge. Seluruh keluarga merasa bangga dengan prestasi Steven.
Berkat ketekunannya pula, Steven berhasil menyelesaikan studi tepat waktu. "Saya ikut bangga mendengar dia berhasil menyelesaikan pendidikannya. Sampai sekarang saya masih ingat tindak-tanduknya yang santun. Taat pada orangtua, rajin belajar, dan tekun beribadah. Itu sebabnya, kami sekeluarga yakin, dia tak mungkin bunuh diri," papar Inge yang tak tahu-menahu soal cerita asmara keponakannya. Ada dugaan, sebelum Steven ditemukan jatuh dari lantai 24 apartemennya, Steven sempat bertemu dengan kekasihnya. "Wah, kalau itu sudah menyangkut cerita pribadi. Yang saya tahu, dia tidak pernah cerita kalau punya masalah. Rasanya semua baik-baik saja."
Inge hanya ingin menyerahkan semua ini kepada Yang Kuasa. Tak pernah ada yang tahu nasib manusia. "Tentu, kami sekeluarga berharap, arwah Steven tenang di surga," harapnya. Sayang, orangtua Steven tak berhasil ditemui. Toko emas milik mereka memang buka, tapi hanya dijaga oleh karyawan. "Bapak dan ibu enggak di rumah. Mereka ingin menenangkan diri," tutur salah satu karyawan.
Henry Ismono/ bersambung
KOMENTAR