Di jalanan seputar Jember banyak bertebaran warung pinggir jalan yang menawarkan masakan sop kekel (orang suku Madura menyebut kikil dengan sebutan kekel, Red.). Tetapi yang paling istimewa adalah sop kekel yang berada di gang sempit, persis di sebelah SMPN 2 Jember.
Warung milik Sumardi ini sudah berdiri sebelum tahun 1980. "Tadinya, sih, di gang air mancur, sebelah Sianet. Tapi, tahun 1980 kami pindah ke gang ini," ungkap Jana Misura (50), istri Sumardi, yang kini mengelola warung makan mungil ini bersama anak-anaknya.
Di warung yang cuma berkain penutup bertuliskan "Kekel" ini sebenarnya tak hanya menjual sop kekel saja. Ada juga masakan lain seperti mi dan nasi goreng. Warung yang beroperasi sejak pukul 17.30 petang hingga pukul 24.00 ini selalu ramai, terutama pada hari Senin hingga Kamis. Maklum, penggemarnya kebanyakan mahasiswa Jember.
Melihat pasar peminatnya, Jana pun tidak mematok harga terlalu mahal. Seporsi sop kekelnya dibanderol sekitar Rp 5.500 (belum termasuk nasi). Umumnya, pembeli akan menambahkan sebungkus emping atau kerupuk rambak saat menyantap sop ini.
Jika ingin menikmati sop kekel Bu Jana, jangan datang terlalu larut.
Keistimewaan sop kekel Bu Jana, kuah sopnya yang terasa kental dan beraroma tulang sapi. Berpadu dengan aneka bumbu dan lada, sajian sop ini terasa pas dinikmati di malam hari yang dingin. "Resepnya kebetulan dari bapak, yang keturunan Padang-Jember. Kalau daging kekelnya, memang khusus diambil bagian urat kaki sapinya saja, tapi kami masak seharian sampai benar-benar empuk," ungkap Jana.
Kendati selalu laris manis, warung ini tetap mempertahankan bangunannya, berada di tengah gang sempit. Sehingga meski sudah terkenal, pembeli kerap merasa tak nyaman berjejalan makan di tempat.. "Kalau ramai, kebanyakan orang pesan dibungkus," pungkas Jana.
Laili Damayanti
KOMENTAR