Daycare My Hommy (MH), yang ada di Jl. Sindoro No. 11, Perumahan Pepelegi Indah, Waru, Sidoarjo ini dilihat dari segi bangunan memang mewah. Dan fasilitas yang diberikan kepada anak-anak pun lebih banyak. Bentuk pengajaran yang diberikan juga lebih variatif. Ditunjang peran pengasuh yang aktif, bocah-bocah yang dititipkan di tempat ini terlihat lebih leluasa bergerak dan gembira.
Martha Lazuarditya (34) pemilik MH menjelaskan, dirinya mendirikan daycare ini pada 6 Juli 2010, karena didorong oleh keinginan lamanya yang ingin sekali mendirikan lembaga yang berhubungan dengan dunia anak. Karena dunia anak dianggapnya sangat mengasyikkan. "Alhamdulillah, doa saya terkabul. Setelah saya bertemu sahabat saya, Melly Savitri, muncullah ide mendirikan MH," kata Martha yang rumahnya seluas 300 m2 dan bertingkat akhirnya dijadikan tempat MH.
Meski ia tak memiliki latar belakang pendidikan anak, namun ia yakin, seiring berjalannya waktu akan bisa membuat formula pendidikan yang pas. "Saya yakin dengan keikhlasan hati kami berdua, pasti Allah akan memberikan jalan," kata Martha yang kebetulan juga fasilitator Kata Hati Institut.
Tak lama setelah mempromosikan MH di Facebook, tak lama ia kedatangan orangtua yang hendak menititpkan putra-putrinya. Mendapat titipan seorang anak, lanjut Martha, sempat membuat dirinya canggung. "Siapa yang tidak canggung, saya sendiri belum punya anak tapi sudah harus merawat anak orang lain. Apalagi anaknya aktif sekali. Saya dan Melly cuma bisa saling pandang sambil tertawa saja," kata Martha mengenang di kala pertama kali usahanya buka.
Namun, berkat ketekunannya dan Melly, yang kebetulan berlatar belakang sarjana pendidikan, rasa canggung itu bisa dilewati dengan baik. "Seiring waktu, akhirnya kami bisa membuat semacam 'kurikulum', apa saja yang harus kami berikan buat anak-anak," papar Martha.
Menurut wanita ramah itu, yang utama dalam "kurikulum" yang dibuatnya, daycare-nya tak sekadar sebagai tempat penitipan anak belaka, tetapi juga sepanjang hari dalam asuhannya, ia harus bisa memberikan nilai lebih, terutama menanamkan nilai-nilai kehidupan, kepada anak-anak, dari pemahaman tentang ketuhanan, alam, lingkungan, cara bersosialisasi dengan teman, melalui bahasa anak.
Semisal, bagaiamana ia mendidik anak-anak agar bisa bertoleransi dengan sesama teman, dan minta maaf jika merasa melakukan kesalahan. "Anak-anak di sini akan langsung mengucapkan minta maaf kalau merasa salah," kata Martha yang merupakan sarjana arsitektur.
Melly sendiri, mengaku pekerjaan yang digelutinya saat ini benar-benar menyenangkan. Berkumpul bersama anak-anak yang penuh dengan keceriaan itu menjadi kepuasan tersendiri. "Ibarat kata, selain hati senang, juga dapat uang," kata Melly yang sudah punya dua anak, sambil tertawa.
Anak-anak yang ada di MH diberi materi berbeda setiap minggunya. Misalnya, minggu pertama materinya tentang tumbuh-tumbuhan, lalu anak-anak di hari pertama diajak bercocok tanam di kebun yang kebetulan ada di lantai paling atas rumah Martha. Kemudian, hari kedua menggambar pohon, dan di hari ketiga melakukan apa saja yang berkaitan dengan tanaman. "Dengan demikian anak akan lebih paham," imbuh Martha.
Tetapi, Martha tak ingin pendidikan dilakukan satu arah saja, melainkan juga harus ada keselarasan dengan orangtua anak. Kerena itu, ada semacam buku penghubung antara MH dengan orangtua. Misalnya, bila di MH ada pelajaran berwudlu, maka sebaiknya di rumah para orangtua juga mengajak anak-anaknya untuk mempraktikkan. "Jadi apa yang kami ajarkan cepat diserap anak," imbuh Martha.
Tak hanya itu, di dalam buku penghubung itu juga ada catatan sikap masing-maing anak ketika berada di MH. "Kalau ada perubahan perilaku, entah jadi pendiam, ngambek, atau nakal, semua ada dalam laporan harian di dalam buku penghubung," imbuh Melly.
Selain menanamkan budi pekerti, juga ada sesi belajar tentang menghafal, mengenal huruf, sampai membahas soal organ tubuh melalui gambar berupa puzzle. "Pokoknya, kami memberi pelajaran semenarik mungkin sesuai dengan gaya anak-anak," imbuh Martha.
Karena cukup banyak fasilitas yang diberikan, MH mematok harga Rp 800 ribu per bulan, ditambah uang kegiatan Rp 500 ribu per tahun. "Rencananya, selain biaya bulanan, kami juga bisa menerima pentitipan harian, bahkan jam-jaman," imbuh Martha yang kini tengah mengasuh 15 anak.
Mayoni (30), seorang ibu yang mamakai jasa MH mengaku merasa cocok dengan cara yang dilakukan para pengasuh di MH. Ia melihat anaknya, Rafa Parisya (3), menunjukkan perilaku yang positif. Salah satu yang ia rasakan, putranya jadi semakin mengerti tata krama dalam pergaulan sehari-hari. "Saya terkesan sekali, suatu ketika, saat saya ajak belanja di supermarket, tanpa sengaja Rafa menyenggol tas belanjaan orang lain. Menyadari dirinya yang salah, Rafa mendatangi orang itu sambil mengucapkan kata maaf," kata wanita yang berprofesi sebagai apoteker dan suaminya bekerja di bidang properti itu dengan nada bangga.
Daycare Rumaku, yang ada di Jl. Dukuh Kupang Timur XIX/48 Surabaya, juga memberikan program yang berbeda. Sesuai namanya, Rumaku, anak-anak yang ada di sana memang dikondisikan seperti benar-benar berada di dalam suasana rumah. "Jadi kami mencipatkan kondisi, di mana anak-anak yang ada di sini tidak seperti sedang dititpkan orangtuannya," kata Gendhola Mangkuto Ameh (33) atau biasa disapa Ande.
Bagi Ande, dunia anak sudah tak asing, sebab ia berprofesi sebagai psikolog anak. Bahkan, dulu ia pernah menjadi guru TK, sehingga ia paham psikologi anak. "Sejak usia satu bulan, anak itu sudah bisa ditanamkan sesuatu di otaknya. Makanya, kita sebagai orangtua harus tahu, jika menanamkan sesuatu yang salah, maka akan terekam dalam otak anak," papar wanita berdarah Padang itu.
Rumaku belum lama berdiri, tepatnya pada Maret 2011 lalu. Ande mendirikan Rumaku bersama sahabatnya Wiwin Marianti (34), teman kuliahnya di Jurusan Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya). "Ini memang cita-cita lama saya. Nah, setelah bertemu Wiwin yang kebetulan memiliki keinginan yang sama, maka berdirilah Rumaku ini," kata ibu dua anak ini menambahkan.
Wiwin sebelumnya pernah tingal cukup lama di Amerika, sehingga ia bisa mengadopsi program daycare yang baik yang ada di Amerika, untuk diterapkan di sini. "Kebetulan selama di Amerika anak saya juga dititipkan di daycare," imbuh Wiwin yang pada awalnya menggunakan promosi melalui brosur, dan selanjutnya melalui sarana jejaring sosial, yang terbukti lebih manjur.
Ande menjelaskan, sebenarnya orangtua menitipkan anak di daycare seperti miliknya memang lebih banyak keuntungannya. Si kecil tak sekadar terjaga dengan baik, tapi selama itu pula anak akan mendapat input positif, terutama untuk perkembangan kejiwaannya. Di usia bulanan sampai 2-3 tahun, lanjut Ande, adalah masa-masa yang sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai yang harus dilakukan atau tidak kepada anak.
Ada banyak contoh kecil yang kadang merupakan perilaku yang salah dari pengasuh. Salah satunya, jika anak tengah disuapi kemudian oleh si anak makanannya disemburkan. Pada orang-orang tertentu, kadang menyikapi sikap anak yang demikian dengan senyum atau tertawa dan menganggapnya lucu. "Itu salah. Meski anak itu baru berusia lima bulan, harusnya ditegaskan bahwa itu salah dan tidak boleh diulangi," terang Ande mencontohkan.
Lebih Mandiri
Ada hal lain lagi yang terjadi di Rumaku. Dalam setiap percakapan dengan anak-anak, Ande maupun Wiwin selalu menggunakan Bahasa Inggris. Tujuan mereka, itu sebagai langkah awal proses belajar bahasa asing bagi anak-anak. Masing-masing orantua juga akan mengetahui apa saja yang dilakukan pengasuhnya melalui buku report harian dan bulanan.
"Setiap hari, kami memberikan laporan, mulai apa saja yang kami lakukan. Jam berapa makannya, jam berapa tidurnya, dan lain-lain," timpal Wiwin yang untuk sementara ini di daycare milikya sudah ada 4 anak yang diasuhnya. Saat ini Ande mematok harga Rp Rp 650 ribu setiap bulan. "Kami tak hanya menerima untuk bulanan, tapi bisa harian juga," tambah Ande lagi.
Yuliarini Shinta Permata Putri (33), seorang ibu yang menitipkan buah hatinya, Nisrina Najla Reswari (7 bulan), di Rumaku merasakan ada perkembangan positif yang dirasakannya. Meski bayinya baru berusia 7 bulan, namun sudah terlihat adanya perubahan perilaku. "Salah satunya, anak saya sekarang lebih mandiri. Dulu, dia tidak mau ditidurkan di boks, sekarang tidak ada masalah lagi," kata wanita yang sehari-hari bekerja di bagian hukum PT. Pelindo, di Tanjung Perak Surabaya.
Ia mengakui, dengan menitipkan bayinya di daycare, memang ada pembengkakan biaya serta harus bolak-balik setiap pagi dan sore mengantar dan menjemput anaknya ke lokasi daycare. "Tapi, itu memang harga yang harus saya bayar agar saya lebih nyaman, mengingat saya sendiri tidak bisa mengasuh anak saya secara full karena harus bekerja," kata ibu dua anak yang tinggal di Gedangan, Sidoarjo.
Gandhi Wasono M
KOMENTAR